[17] Baby

24K 1.4K 13
                                    

Amelia bisa merasakan perubahan pria itu akhir-akhir ini. Lebih banyak diam dan terlihat sibuk wira-wiri. Rasanya rumah sebesar ini terasa sepi. Karena pemilik rumahnya berubah.

Amelia tak berniat menanyakan alasannya. Biarkan saja pria itu diam. Lama-lama mungkin bosan dengannya. Lalu mencari sesuatu yang menarik di luar sana. Itulah harapannya dari dulu.

Banyak sekali yang ia sembunyikan dari keluarganya. Rahasia yang tersimpan bertahun-tahun lamanya. Akan terus ia simpan sampai nanti. Tak ada yang tahu sekalipun suaminya. Rahasia yang membuatnya bertingkah seperti ini. Seolah-olah tidak memiliki perasaan cinta. Namun ternyata perasaan ini bahkan sudah puncaknya. Puncak dari segala puncak cinta. Yaitu merelakan. Sampai tak ada yang tersisa termasuk cintanya.

Ia bersandar di pinggiran balkon kamar yang terasa tenang. Sunyi. Sepi. Sepintas mungkin akan terlihat membosankan. Tapi, karena bertahun-tahun ia hidup seperti ini. Ia jadi sudah terbiasa. Terbiasa menyendiri. Memikirkan hal-hal yang menarik dipikirkan. Contohnya seorang anak.

Hal yang bahkan menjadi rahasia terbesarnya.

***

"Ini untukmu bi.."

"Terimakasih tuan."

Amelia mendengarnya sekilas dari balik pintu kamar namun berhasil membuatnya penasaran. Kenapa pagi-pagi ini berasa ramai sekali. Para ART berbaris rapi menunggu pembagian sembako dari tuan Kenan.

"Dan ini untuk anak-anakmu. Salam untuk mereka." Ujarnya seraya menyerahkan beberapa kardus.

"Terimakasih tuan. Semoga kebaikan selalu menyertai anda."

"Terimakasih."

Amelia menatap tak percaya. Sisi lain yang bahkan tak pernah ia lihat selama ini dari Kenan.

"Terimakasih juga untuk nyonya Amelia," ujar salah satu bibi yang tak sengaja melihatnya.

"Terimakasih nyonya Amelia."

Amelia tersenyum ramah. Ia bahkan sama sekali tak melakukan apapun. "Sama-sama, bi. Semoga berkah." Well, setiap kelakuan suaminya juga berhubungan dengannya bukan?

Pria itu hanya menatapnya sekilas. Kemudian kembali fokus membagikan sembako untuk semua orang. Amelia memutuskan untuk membantu tetapi kemudian ditahan oleh Kenan.

"Tidak apa. Biar aku saja." Bahkan nadanya juga terkesan ketus. Ada apa dengan pria ini?

"Wah.. tuan nyonya.. apa kami akan mendapatkan keponakan?" ujar salah satu dari mereka dengan semangat.

"Keponakan?"

"Keponakan?"

"Tuan sedang syukuran karena Nyonya hamil?"

"Benarkah?"

Mereka semua ribut bertanya satu sama lain. Raut wajah Amelia berubah pias. Hamil? Anak? Syukuran?

"Doakan saja, bi. Supaya kita mendapatkan momongan secepatnya."

Mereka semua mengaminkan kecuali Amelia yang diam mematung.

***

Amelia menghela nafas pelan melihat suaminya berdiri di balkon kamar. Asal kalian tahu tempat itu adalah markasnya untuk merenung.

Pria itu menyedekapkan tangannya berdiri membelakanginya.

"Kau sedang apa?" tanya Amelia memulai percakapan.

Suara helaan nafas dari mulut Kenan menusuk telinganya. Hening sejenak namun tak lama kemudian pria itu membuka suara, "Kupikir dengan diamnya aku, kau akan kembali seperti dulu. Tapi ternyata tidak."

Amelia mengerutkan keningnya samar.

"Ku pikir kau akan riang seperti dulu. Aku menghindarimu agar aku bisa melihatmu tersenyum tulus. Senyuman yang dulu menghiasi wajah cantikmu. Kupikir tanpa diriku kau bisa menjadi dirimu sendiri."

Amelia terdiam begitukah yang dipikirkan pria itu selama ini?

"Aku tahu kau tak mencintaiku. Tapi sekarang ini, aku bukanlah orang lain bagimu. Aku suamimu dan sampai kapanpun akan menjadi suamimu," ujarnya penuh penekanan.

Amelia bisa merasakan banyak makna dari ucapan itu. Pria itu tentu saja tak ingin berpisah darinya walau tahu dia tak mencintainya.

"Apa yang kau sembunyikan dariku, Amelia?"

Deg!

Tiba-tiba jantungnya berdegup dengan kencang. Keringat dingin tiba-tiba membungkus tubuhnya.

"A-apa?" ujarnya gugup.

"Kau tak bisa merahasiakannya dariku. Tidak akan pernah bisa."

Glek!

"Memangnya apa yang ku sembunyikan darimu?"

"Baju ini! Apa maksudnya?!" tanya pria itu memperlihatkan baju bayi yang digenggamnya.

Deg!

Baju itu!

"Bagaimana.. bagaimana bisa itu ada padamu?" ia merasa sudah menyimpannya dengan aman. Namun kenapa bisa pria itu menemukannya.

"Ada sesuatu yang tidak beres denganmu. Maka dari itu aku mencarinya. Dan inilah yang kau sembunyikan."

"Kembalikan!"

"Amelia! Jawab pertanyaanku! Apa yang kau sembunyikan dariku!"

"Please, kembalikan!" ujarnya bergetar. Air matanya tidak sengaja menetes.

"Tidak sebelum kau menjawabnya."

"Kenan!" gertaknya penuh emosi.

"Aku berhak tahu apa yang terjadi! Bayi siapa itu Amelia?! Bayi siapa?!"

Amelia menggeleng kepalanya menolak menjawab.

"Bayi kita kan Mel? Bayi kita kan?" tanyanya penuh harap. Matanya berkaca-kaca sendu.

"Bukan!"

"Bohong!"

"Itu.. itu bayi temanku."

Pria itu menggeleng, "Kau tak pandai berbohong. Matamu sudah berbicara."

"Jawab jujur atau kubuang!"

Amelia menggeleng kepalanya melihat pria itu bersiap melepaskannya dari balkon, "Kumohon jangan!"

"Ini untuk anak kita kan, sayang? Iya kan?"

Amelia akhirnya mengangguk ingin mengakhiri kebohongannya, "Ya... Ini untuk anak kita."

Pria itu tersenyum haru, "Sungguh?"

"Dulu."

Raut wajah pria itu tiba-tiba berubah. Sedangkan Amel berhasil merebut baju bayi itu.


To be continued...

NOT MY EX ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang