[20] Pregnant?

26.4K 1.2K 7
                                    

Pria itu kini berubah ke bentuk aslinya. Lebih banyak terbuka kepadanya dari sebelumnya. Tak pernah menyinggung soal anak lagi. Mungkin tak ingin menyakiti perasaannya. Dia bisa menghargai itu.

"Mereka terkena wabah mengerikan saat sedang melakukan bakti sosial di Luar Negeri."

Amelia mengangguk kecil.

"Aku masih mengingat wajah mereka. Bertahun-tahun aku hidup bersama bibi-bibiku setelah kemudian menyewa orang untuk menjadi orangtuaku. Ya..kau tahu mereka bahkan pasif sekali denganmu bukan?"

Amelia mengangguk mengiyakan. Dia kira mertuanya memang pendiam.

"Yang paling menyedihkan adalah..."

"Apa?"

"Aku tak bisa mengunjungi tempat terakhir mereka."

"Kenapa?"

"Karena mereka dibakar dan abu mereka tak boleh kusimpan."

Deg!

Tatapannya meredup melihat pria malang itu. Setelah mendengar cerita dari keluarga pria itu ia jadi mengerti kenapa pria itu butuh dirinya. Kenan melihat sosok ibu pada dirinya

Kenan menangis sesenggukan. Tangisan kepedihan untuk kesekian kalinya ia lihat. Ia sudah sering melihat pria itu menangis. Tapi sebaliknya orang-orang akan melihat pria itu berandalan yang tak pernah menangis. Pria itu memeluknya erat. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya.

"Terimakasih, sayang."

"Untuk apa?" Amelia mengusap punggung suaminya. Seperti memberi perasaan tenang.

"Kau sudah ada di hidupku. Selalu ada bersamaku. Sudi melihatku menangis. Apa aku sekarang terlihat tidak jantan?"

"Kau sangat jantan Ken." Hanya sekedar menghiburnya.

"Tidak.. aku merasa seperti badut."

"Kalau begitu kau badut paling kuat."

"Oh ya?" ujarnya takjub.

"Tentu."

"Tapi aku ingin menjadi pangeran. Bukan badut."

"Astaga! Sejak kapan kau menjadi seperti wanita?"

Pria itu tertawa kecil. "Apa aku sudah menjadi pangeran hatimu saat ini?"

"Sorry..."

Kenan tersenyum kecut, "Tidak apa. Yang terpenting tak ada pria lain yang kau cintai."

Amelia bisa mendengar nada kecewa yang kentara. Ia juga kecewa dengan dirinya. Tak ada yang tersisa selain luka.

***

"Kau kenapa sayang?"

Amel menyenderkan kepalanya ke bahu suaminya lesu. Akhir-akhir ini ia menjadi bersikap manja kepada suaminya. Entah apa penyebabnya. Tapi tidak salah kan? "Aku ingin ketoprak."

"Apa itu ketoprak?" ujarnya seraya mencium puncak kepala istrinya sayang. Sebenarnya ia sedikit terkejut karena jarang sekali wanita itu meminta kepadanya.

"Tak mungkin kau lupa."

Pria itu mengerutkan keningnya berpikir. "Apa itu makanan khas Indonesia?"

Amelia berdehem kecil.

"Aku akan membelikannya."

"Tapi aku ingin datang langsung ke Indonesia untuk membelinya."

"Apa? Kenapa harus pergi kesana?"

Amelia mengendikkan bahunya, "Aku hanya ingin. Tapi kalau tidak boleh tidak apa. Rasanya sangat aneh sekali aku ingin selalu makan aneh-aneh."

"Boleh sayang.. tapi bukankah itu terlalu jauh hanya untuk membeli ketoprak?"

"Ya.."

Pria itu sebenarnya tak tega melihat mood istrinya yang sepanjang hari buruk. Dan bukankah ia harus menerima permintaan yang jarang diberikan padanya.

"Aku akan membelikannya langsung dari sana."

"Nanti busuk Ken."

"Oh ya? Bagaimana jika yang lainnya?"

Amelia menggeleng menolak, "Aku tak mau."

"Kalau begitu bagaimana jika kita cari ketoprak di sini?"

Amelia menggeleng menolak. "Aku sudah tak ingin."

Pria itu merasa tidak enak hati. Mana mungkin ia tak bisa memberikan sebuah ketoprak?

"Ayo kita ke Indonesia saja jika kau mau."

"Aku sudah tak ingin."

"Jadi apa yang kau mau sayang?" mengusap tengkuknya bingung.

"Aku ingin makan gorengan."

"Gorengan?"

"Bakwan."

"Kenapa nama-nama makanan Indonesia sangat aneh?"

"Apanya yang aneh?"

"Namanya terasa tidak cocok di lidahku."

"Kau juga akan terbiasa nanti. Mau tidak mau suka atau tidak suka kau menikahi orang Indonesia."

Pria itu tersenyum lembut, "Tentu saja aku sangat menyukainya, sayang. Bahkan jika kau teroris sekalipun aku akan tetap mencintaimu."

Bukannya tersentuh Amelia malah bergedik ngeri. "Jangan mengatakan itu lagi. Itu sangat tidak lucu!"

"Oh c'mon itu hanya perumpamaan, sayang."

"Terserah."

"Sayang..."

"Hmm?"

"Akhir-akhir ini kau makan banyak tetapi kenapa hanya perutmu yang besar?"

Amelia memukul kecil tangan nakal suaminya yang menyelinap masuk ke perutnya.

"Memangnya kenapa? Masalah?"

"Tidak.. aku sangat menyukainya. Kurasa kau semakin hot setiap harinya, sayang," ujarnya mengecupi seluruh wajah istrinya penuh cinta.

"Dasar mesum!"

"Bagaimana jika ada calon buah hati kita?" ujar Kenan tanpa berpikir. Ia sendiri tak sadar menyinggung soal anak lagi.

Amelia terdiam sejenak.

***

Tanpa pria itu sadari Amelia memikirkan perkataan suaminya tempo hari. Memang benar perutnya semakin hari semakin besar. Namun tidak mungkin kan dia hamil? Memikirkannya saja tak berani apalagi berharap. Ia tak ingin terjatuh dalam harapan kosong belaka. Sungguh melelahkan jiwa dan raganya.

Ia memutuskan memeriksakannya ke dokter untuk mengecek kondisi kesehatannya. Harap-harap cemas menunggu hasilnya.

Dan benar saja sesuai ekspektasinya. Kata dokter ia tidak hamil. Amelia hanya bisa tersenyum perih.

Apa yang dia harapkan?


To be continued...

NOT MY EX ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang