"Oy, Kapisa." Sapa Alubiru diantara ramainya kantin. Tidak begitu mengindahkan tatapan mata anak Pragaraj yang menatapnya penasaran, seakan bertanya-tanya kenapa ia menghampiri Kapisa si anak beasiswa yang terkenal cantik tapi matre itu.
Gadis berparas cantik itu mendongak, melepas perhatiannya dari buku pelajaran. Ia menatap Alubiru sambil mengunyah, berbicara kemudian setelah menelan makanannya. "Alubiru?"
"Kirain lo nggak tahu gue." Ujar Alubiru mendudukkan dirinya di bangku berhadapan dengan Kapisa yang terpisah oleh meja.
Alis Kapisa menyatu, merasa bingung akan kehadiran Alubiru. Pasalnya mereka tidak dekat, meski Kapisa tahu Alubiru. Lagian anak Pragaraj mana yang tidak mengenal Alubiru? Salah satu jajaran anak dari keluarga kaya raya, dan termasuk dalam GF (Genius Face) bersama kedua sahabatnya itu.
Sekedar informasi, julukan GF diperuntukan untuk Alubiru dan kedua sahabatnya dari fans mereka. Alasannya apalagi jika bukan karena tampang mereka seperti karakter yang baru keluar dari komik, atau bahasa gaulnya, unreal.
Kapisa melirik sekitar, merasakan hujaman tatapan tajam yang diarahkan padanya. Sudah bisa menebak jika mereka adalah fans Alubiru.
"Ada apa?" Tanyanya to the point, tidak ingin berlama-lama diperhatikan orang-orang.
Alubiru mengangkat satu tangannya sambil tergelak kecil. "Tenang, tenang. Gue, ah, lebih tepatnya sohib gue, dia mau minta bantuan lo."
"Sorry, tapi gue nggak berminat." Tolak Kapisa mentah-mentah.
"Tapikan lo belum denger sohib gue butuh bantuan apa?"
"Gue nggak mau tahu dan nggak mau peduli. Mending sekarang lo pergi dari meja gue." Usirnya blak-blakan.
Alubiru terlihat berpura-pura memasang raut kecewa. "Yahh, padahal kalo lo mau, bulan ini atau bahkan bulan-bulan seterusnya, keluarga lo pasti nggak bakalan kelaparan."
Kapisa tersinggung mendengarnya. "Maksud lo apa ngomong gitu?"
Alubiru tersenyum miring, puas karena Kapisa terpancing. "Loh? Apa gue salah, ya? Kalo selama ini lo morotin cowok buat nafkahin keluarga. Bukannya begitu, kan?"
"Sampah banget tuh mulut! Kalo bener emangnya kenapa? Ganggu hidup lo? Enggakkan?"
"Iya, emang enggak. Tapi intinya gini, deh. Anggap aja gue lagi kasih kesempatan agar lo bisa hidup tanpa susah morotin orang lain lagi dengan bantuin sohib gue. Dah, gitu."
Kapisa menatapnya sinis. "Lo kira, gue mau bantu setelah lo ngata-ngatain gue kayak tadi?"
"Kata gue sih, iya. Kalo lo beneran mikirin keluarga lo." Balasnya percaya diri seraya bangkit dari duduknya, "Kalo tertarik, sepulang sekolah datang ke pancuran deket taman baca." Lanjutnya sambil memasukkan kedua tangannya pada saku celana, mengedipkan sebelah matanya setelah berkata demikian dan berlalu pergi.
Kapisa diam, berpikir. Ia masih punya harga diri kan untuk tidak terhasut oleh ucapan Alubiru?
[ Conglomerates and The Poor ]
Kapisa sudah gila. Bagaimana bisa ia benar-benar percaya apa yang dikatakan Alubiru? Karena kini ia sudah berada ditempat yang Alubiru katakan dijam istirahat tadi.
Ia mengerang kesal pada dirinya sendiri. Meremat erat buku yang berada dalam pelukannya. "Kapisa, lo ngapain sih dengerin omongan si Alu?" Monolognya pelan.
Ia berbalik berniat pergi, namun Turangga tepat berada di belakangnya. Lelaki yang memiliki tahi lalat di hidung itu menatapnya lamat, lalu mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Kapisa, kan? Gue Turangga, temennya Alubiru."
Kapisa menggigit bibirnya, ragu menerima uluran tangan itu. Ia lantas hanya mengangguk. "Gue udah tahu. Mending lo langsung bilang aja butuh bantuan apa dari gue."
Turangga menarik kembali tangannya dengan canggung, tidak mengira ulurannya akan diabaikan. Ia berdeham, menetralkan suasana tegang diantara mereka.
"Eum, sebelumnya maaf kalau ucapan gue selanjutnya bikin lo tersinggung. Tapi jujur aja, gue denger dari Alu kalau lo butuh uang. Mangkannya gue mau bikin kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, yaitu lo dan gue." Jelas Turangga.
Kapisa menaikkan satu alisnya. "Nggak perlu minta maaf, semua orang yang di sekolah ini tahu kalau gue emang butuh uang."
Kapisa mengedikan dagunya. "Lanjutin."
Turangga yang sempat speechless dengan kejujuran Kapisa tersadar, ia melanjutkan ucapannya, "Seminggu sekali, gue bakal bayar lima puluh juta. Dan itu bakalan berhenti kalau masalah gue udah terse—"
Ucapan Turangga terpotong ketika Kapisa menarik satu tangannya yang menggantung untuk dijabat. "Deal! Gue setuju bantuin lo!" Katanya antusias.
"Serius?" Tanya Turangga merasa heran, karena ucapannya belum selesai tapi Kapisa sudah setuju bekerjasama dengannya. Padahal ia belum mengatakan tujuannya meminta bantuan kepada gadis itu.
"Tigarius malah!" Kapisa nampak senang, Turangga mungkin juga harus senang karena membujuk Kapisa ternyata tidak sesulit dalam bayangannya.
[ Conglomerates and The Poor ]
A/N:
bisa mampir ke cerita saya
yang lainnya juga. saya udah publish
seri kedua Universe Of Love dan bisa
dibaca dari seri manapun karena
ceritanya berdiri sendiri. yuk yuk bacaa.👇 Kapisa 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerates and The Poor
FanfictionHemat ala Kapisa itu dengan cara pacarin cowok kaya. Matre? Bukanlah! Itu namanya realistis. Seri pertama dari : Universe Of Love - © 2022, ontyapin.