Saat pintu rumah Kapisa tutup, di dalam sudah ada Ijas yang duduk menunggunya sambil melipat tangan di dada. Siap menginterogasi. Sebelumnya ia sudah menyuruh Amber untuk menunggu di kamar bersama Carmine, bundanya. Tidak membolehkan mereka keluar, kecuali Ijas sudah mengizinkan.
Tiba-tiba, keadaan disekeliling Kapisa terasa lebih serius. Ia tahu, jika Ijas sudah bersikap demikian, ada banyak pertanyaan dan nasihat yang akan didapatkan dari adik laki-lakinya itu. Kapisa mengerti, bahwa Ijas sangatlah bertanggung jawab atas ia, Amber dan Carmine.
Disaat-saat seperti inilah Kapisa merasa Ijas adalah sosok kakak baginya.
"Duduk, kak." Titah Ijas.
Selain menurut, tidak ada yang bisa Kapisa lakukan. Ia memilih kursi panjang yang menyamping kearah Ijas.
"Abang bakalan kasih kakak banyak pertanyaan. Dan abang harap kakak bisa jawab sejujur-jujurnya tanpa ada yang kakak sembunyikan. That's fine, right?"
Kalimat tersebut adalah kalimat permintaan persetujuan dari Ijas. Yang sebenarnya adalah sebuah pernyataan yang memang mau tidak mau harus Kapisa setujui. Lantas, ia mengangguk sebagai jawaban.
"Kakak pacarin orang gara-gara uang lagi?" Tanya Ijas langsung pada inti. Sebenarnya kelakuan Kapisa yang satu itu tidak pernah Ijas setujui, meski tak ayal gara-gara itu hutang-hutang mereka mulai terlunasi.
Hanya saja sudah beberapa bulan terakhir Kapisa tidak lagi melakukannya, dan Ijas pun sudah membantu ekonomi lewat lomba-lomba yang ia menangkan. Uang yang didapat cukup untuk kehidupan sehari-hari.
Mangkanya kali ini Ijas ingin menghentikan Kapisa agar tidak memanfaatkan dirinya sendiri demi uang, Ijas tidak suka dan tidak rela mengetahui fakta bahwa para lelaki yang dipacari kakaknya melihat Kapisa hanya dari paras eloknya, bukan Kapisa yang apa adanya.
Kapisa menghela napas, sedikit lelah akan tetapi tidak bisa menghindar. "Enggak. Udah kakak bilang ini bukan seperti yang abang pikirin."
"Udah abang bilang jawab jujur, kak."
"Kakak udah jujur abang. Emangnya abang mau jawaban yang kayak gimana lagi?"
"Lebih detail. Hubungan kakak sama laki-laki tadi apa? Kenapa dia bisa anterin kakak ke sekolah abang sama adek? Kenapa dia ngaku-ngaku pacar kakak padahal tadi kata kakak cuman temen? Terus kenapa dia maksa buat anter kakak ke rumah? Itu yang mau abang tahu dengan jawaban yang sejujur-jujurnya dari kakak." Ujar Ijas seperti seorang ayah yang mengkhawatirkan anaknya.
Kapisa mengecap bibirnya, merangkai kata-kata untuk diucapkan.
"Pertama. Hubungan kakak sama laki-laki itu hanya sebatas teman, nggak lebih. Kedua, dia anterin kakak ke sekolah karena waktu itu posisinya nggak ada satupun grab yang berhasil kakak dapet. Ketiga, dia cuman bercanda, selayaknya temen aja. Keempat, temen kakak memang udah janji buar nganter ke rumah dan mungkin dia nunggu kakak tadi." Jawab Kapisa perlahan-lahan agar tidak salah kata.
Mata Ijas memicing, masih belum percaya sepenuhnya jawaban Kapisa. Meski terdengar meyakinkan, namun entah mengapa Kapisa masih terlihat mencurigakan.
Untuk saat ini, Ijas akan menerima alasan dari Kapisa. "Oke, kalo memang begitu adanya. Abang hari ini lepasin kakak. Tapi..."
Ijas menggantung ucapannya, membuat Kapisa menahan napas.
"... kalo bohong dan kakak pacaran sama laki-laki itu gara-gara uang. Abang kecewa sama kakak."
Itulah penutup dari Ijas, lalu pergi meninggalkan Kapisa di ruang tamu sendirian. Kapisa tahu bahwa Ijas akan sangat tersinggung jika mengetahui dirinya kembali memanfaatkan lelaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerates and The Poor
FanfictionHemat ala Kapisa itu dengan cara pacarin cowok kaya. Matre? Bukanlah! Itu namanya realistis. Seri pertama dari : Universe Of Love - © 2022, ontyapin.