18. Pilar Kehidupan

259 50 6
                                    

Warung kopi.

Tempat yang Ijas pilih untuk mengobrol dengan Turangga. Suasananya semakin lama memang semakin ramai. Lelaki keturunan sendok emas itu baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat seperti ini, dan jujur ia tidak terbiasa. Meskipun demikian, Turangga tetap mengikuti Ijas dan duduk di kursi kayu panjang tanpa berucap apa-apa.

"Susu cokelat hangat 1 ya, mang." Ujar Ijas kepada mamang penjual.

"Eh, Jas. Boleh, boleh. Ditunggu, ya." Balas mamang penjual akrab, karena Ijas sudah sering nongkrong disini hanya untuk sekedar minum susu cokelat hangat.

Ijas akhirnya duduk. Masih dengan sikap tak ramahnya, ia tetap menanyakan apa yang Turangga ingin pesan disini. "Lo mau apa?"

"Samain aja." Jawab Turangga, yang segera Ijas beritahukan kepada mamang penjual.

Sesudahnya mereka diam-diaman. Sampai Ijas membuka suaranya duluan dengan nada kesal. "Lo gimana, sih? Katanya mau bicara baik-baik, tapi dari tadi bungkam terus nggak ada ngomong apa-apa."

"Apa arti Kapisa bagi lo, Ijas?" Mungkin terkesan tiba-tiba dan tanpa aba-aba, akan tetapi satu pertanyaan itu berhasil membuat Ijas diam dan memikirkan jawaban yang pantas untuk menjabarkan arti Kapisa baginya.

Turangga melihat Ijas yang sedang berpikir itu melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya tanpa gue tanya pun gue udah tahu jawabannya, bahwa Kapisa bagi lo bagai pilar kehidupan yang apabila dia nggak ada, gue yakin lo nggak akan bisa hidup."

Ijas mendengarkan seksama tanpa membantah apa yang Turangga ucapkan, ia menoleh melihat paras lelaki yang sedang mendekati kakaknya itu. Nampak lebih halus, tak keras seperti sebelum-sebelumnya. Senyum tipis pun terpatri di wajahnya. Turangga balas tatap Ijas.

"Begitu juga lo bagi Kapisa, Ijas. Dia nggak akan bisa hidup tanpa lo, Amber dan Tante Carmine." Turangga perhatikan raut Ijas yang berubah lebih lembut dari sebelumnya. "Tapi satu hal yang perlu lo tahu, gue disini juga ingin menjadi salah satu pilar kehidupan Kapisa. Gue disini mau menjadi lelaki yang bisa dia percaya bahwa gue nggak sama seperti lelaki yang pernah dia temuin selama ini."

Raut Turangga mulai serius. "Jadi kepada lo, Ijas. Gue meminta izin untuk masuk ke zona Kapisa, lebih tepatnya ke dalam zona keluarga kecil kalian berempat."

Tak dapat Turangga tebak maksud dari tatapan Ijas padanya setelah ia mengatakan hal itu. Yang dapat Turangga ingat, saat itu susu cokelat hangat sudah disuguhkan dibarengi liar angin malam yang dinginnya menebus hingga tulang.

Dan Turangga menunggu balasan Ijas.

[ Conglomerates and The Poor ]

dikit dulu itung-itung
pemanasan setelah
sekian purnama tidak
menulis, hehe.

dikit dulu itung-itungpemanasan setelahsekian purnama tidakmenulis, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Conglomerates and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang