17. Bentuk Kebahagiaan

521 89 14
                                    

Akibat Kapisa yang minta pulang karena terlalu malu menampakkan wajahnya di depan kedua sahabat Turangga, mereka terpaksa merasakan kecanggungan sepanjang jalan menuju rumah Kapisa.

Akhirnya mobil Turangga, yang sebenarnya baru-baru ini ia beli agar memudahkan untuk mengantar jemput Kapisa itu menjadi terlalu sering terparkir di depan rumah Kapisa.

"Besok pulang sekolah gue anter pulang dulu, nanti malemnya baru gue jemput lagi. Kita dinner bareng sama keluarga gue." Ujar Turangga memandang lurus ke depan sebelum Kapisa benar-benar turun dari mobilnya.

Kapisa melepas seatbelt-nya dengan gerakan pelan, mengulum bibirnya sendiri sebelum membalas perkataan Turangga. "Gimana kalo lo nungguin gue siap-siap? Soalnya ada tempat yang mau gue kunjungi sebelum ke rumah lo besok."

"Kemana?" Kepala Turangga tergerak kearah Kapisa secara tak sadar.

Sedangkan gadis itu meneguk ludahnya gugup, sambil sesekali melirik. "Ada, lah. Nanti juga lo tahu."

Begitu Turangga malah diam dan terus menatapnya, Kapisa segera bersiap-siap pergi. "Gue turun deh, ya. Bye."

"Tunggu." Tahan Turangga memegang pergelangan tangan Kapisa. Tidak membiarkannya pergi begitu saja.

Kapisa menoleh, tertegun sejenak mendapati tatapan Turangga yang terlihat berbeda dari biasanya. Dengan suara pelan Kapisa bertanya, "Apa lagi?"

Turangga memberi jeda sebelum menjawab. "Bukannya ada yang harus kita selesaikan?"

Mustahil Kapisa tidak mengerti maksud dari ucapan Turangga. Tujuannya membangkitkan kembali ingatan beberapa menit yang lalu. Kapisa menghindar, tidak ingin terpancing.

"Nggak ada yang harus kita selesain. Mending lepasin tangan lo."

Tidak mudah membuat Kapisa luluh dan pastinya Turangga paham itu. Tetapi, lelaki itu malah mendekatkan wajahnya hingga membuat Kapisa termundur dan terkatuk kaca mobil. Memejamkan matanya erat-erat dan mengepalkan kedua tangannya.

Turangga mengamati itu semua, ia tahu jika kali ini Kapisa menolaknya, beda seperti tadi. Tentu Turangga tidak ingin memaksanya. Maka dilepaslah genggaman tangannya, lalu ia kembali duduk dengan benar dan menghadap depan sambil memegang stir mobil.

"Sorry. Gue udah keterlaluan. Lo boleh turun sekarang." Ujar Turangga mengontrol nafsunya.

Mata itu terbuka cepat, Kapisa mengamati raut muka Turangga yang mencoba untuk tidak melakukan apapun padanya. Lelaki itu menahan dirinya sendiri karena tidak ada persetujuan dari Kapisa.

"Turangga."

Yang dipanggil kaget, jujur ini pertama kalinya Kapisa memanggil namanya. Belum sempat usai dengan keterkejutannya, Turangga semakin dibuat terkesiap kala dua telapak tangan Kapisa menangkup pipinya dan menyatukan ranum mereka tanpa aba-aba.

Mata Turangga yang terbelalak kaget itu melihat mata Kapisa yang tertutup rapat. Gadis itu membiarkan mereka tetap pada posisi itu dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya Kapisa lepaskan tangannya dari pipi Turangga dan menjauhkan dirinya sendiri.

"Sampai jumpa besok." Katanya sambil cepat-cepat keluar dari mobil dan sedikit membanting pintunya begitu sudah di luar. Menyadarkan Turangga yang langsung menatap kepergian Kapisa dari dalam mobil.

Jemari Turangga naik dan menyentuh bibirnya sendiri, masih mencerna kejadian yang berlalu secepat kilat itu. Namun, tak beberapa lama, wajahnya menarik sebuah kurva sambil mengulum bibirnya sendiri dengan ekspresi malu-malu.

Lalu Turangga bersorak gembira tanpa suara, sambil selebrasi penuh kebahagiaan. Hatinya berbunga-bunga sekarang, hari ini sepertinya akan sulit bagi Turangga untuk terlelap akibat terlalu kesenangan.

Conglomerates and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang