21. Kehidupan yang Sulit

144 31 7
                                    

Mengantar-jemput Kapisa selama satu bulan ini seperti sudah menjadi rutinitas bagi Turangga. Warga sekolah Pragaraj juga sudah mengetahui kedekatan mereka, bertanya-tanya apakah Turangga merupakan korban Kapisa selanjutnya untuk dikuras seluruh harta kekayaannya? Yeah, tidak ada yang tahu.

Dan di siang hari itu Kapisa ingin menginjakkan kakinya ke kantin karena perutnya terus memberontak minta diisi. Moodnya terkesan jelek jika sedang lapar, ditambah tiga orang siswi sengaja menghadangnya di tengah koridor ramai dengan wajah angkuh.

Gadis itu menghela nafas, tahu apa yang akan terjadi pada menit-menit berikutnya. Pasti mereka meminta Kapisa untuk mengikuti mereka.

"Lo yang namanya Kapisa?"

Anggukkan malas dari Kapisa menjawab pertanyaannya.

"Ikut gue," benar kan?

Malas dengan berbagai ancaman serta keributan yang membuatnya akan ditonton puluhan pasang mata, lebih baik Kapisa mengikuti langkah mereka sembari merelakan waktu makannya. Meskipun ia sebenarnya sebal karena hal ini terus-menerus terjadi padanya. Entah saat statusnya sebagai pacar Turangga sekarang atau dulu saat bersama dengan mantan pacarnya yang lain.

Kapisa dibawa ke belakang sekolah, yang mana di sana terdapat taman indah yang jarang dikunjungi karena rumor horor. Padahal tempat ini menjadi salah satu tempat favorit Kapisa jika sedang ingin menyendiri, dan tidak ada hal-hal yang selama ini diceritakan oleh warga sekolah. Mereka hanya melebih-lebihkan, selebihnya terserah sendiri.

"Jauhin Turangga dan temen-temennya," kalimat pertama yang diucapkan itu seakan menekan Kapisa untuk menurutinya. Ia lirik papan nama cewek di depannya ini, Ayin namanya, sebelah kanannya Sarah, dan di kirinya Nika.

"Apa hak lo nyuruh gue seenaknya?" meski kalah jumlah, Kapisa tak ingin kalah berdebat.

Ayin yang geram atas respon itu segera mendorong Kapisa hingga membentur tembok, "lo tanya apa hak gue? Gue nggak perlu punya hak buat nyuruh lo jauhin Turangga yang jelas-jelas orangnya lo porotin! Gue mau jauhin dia dari orang kayak lo!"

Apa yang Ayin ucapkan tidak salah, dulu juga biasanya ia dikatai seperti itu, namun entah mengapa mendengarnya sekarang terdengar menyakitkan. Dorongannya tak sakit, malah yang sakit bukan pada punggungnya.

"Emang gue orang kayak apa?" ujar Kapisa tak selantang tadi.

Mata Nika mendelik tajam, tangannya menunjuk tepat ke arah Kapisa, "kenapa nggak tanya diri sendiri aja lo orangnya kayak apa? Udah miskin, minta-minta uang sana-sini ke cowok. Nggak sekalian jadi lonte lo?"

Plak!

Mungkin sekali tak cukup bagi Kapisan untuk menampar Nika yang ucapannya lebih dari kata keterlaluan. Namun Turangga datang entah darimana, menghentikannya agar tidak menampar Nika kembali yang sekarang sudah didekati Ayin dan Sarah.

Tidak mengindahkan kehadiran Turangga yang menahannya dengan cara memeluk dari belakang, Kapisa tunjuk muka kesakitan Nika itu, "emang iya gue miskin, gue juga morotin cowok sana-sini, dan apa semua itu buat lo rugi? Enggak kan? Kalo lo nggak tahu apa-apa soal hidup gue nggak usah lo judge gue seenaknya begitu. Gue emang begini, nggak sempurna, nggak juga baik. Tapi orang kayak gue apa pantas lo perlakuan seperti itu?"

"Lo kira kalo bukan karena terpaksa, gue mau jalanin hidup kayak gini? Enggak! Gue juga mau hidup enak kayak lo! Bisa main sama temen sepuasnya, sekolah nggak usah mikirin nanti pulang bakalan ada rentenir atau enggak, jadi tulang punggung keluarga yang harus mikir besok makan apa kalo gue nggak ada penghasilan."

"Gue capek diginiin sama orang-orang kayak kalian. Gue juga manusia, gue masih punya hati!"

Di detik itu juga hati Turangga hancur mendengar seseorang yang selama ini ia sukai ternyata memendam segalanya sedalam itu, merasa gagal menjadi sosok yang saat ini sering berada di sampingnya. Tanpa peduli ketiga cewek yang tidak ia kenali itu, Turangga segera dekap tubuh ringkih itu, membawanya dalam pelukan hangat.

Wajah Kapisa tenggelam di dada Turangga, tak balas memeluk. Tangis yang tertahan pecah bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar hebat, hatinya tersayat. Sadar akan pandangan orang-orang terhadapnya dan Kapisa tidak bisa merubah itu walau nyatanya ia ingin.

Abu dan Cyan yang sedari tadi memperhatikan membaca situasi dan menarik ketiga cewek itu menjauhi mereka, membiarkan keduanya berduaan, memberikan ruang untuk Kapisa menangis sepuasnya.

Mata Turangga memejam, tanpa sadar ikut merasakan beratnya kehidupan yang selama ini Kapisa jalani. Merasa bersalah karena hadir begitu terlambat dalam kehidupan kekasihnya, jika saja ia hadir lebih cepat pasti Kapisa tidak perlu menjalani hidup dengan cara seperti ini.

Jika bisa, Turangga ingin kembali ke masa lalu dan memperbaiki keadaan agar Kapisa-nya menjalani hidup penuh kebahagiaan.

[ Conglomerates and The Poor ]

rasanya adem ayem,
saya adain masalah deh.
sudah kah happy saat
membaca? wkwk.

sudah kah happy saatmembaca? wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Conglomerates and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang