"Anu... gimana kalau pulang sekolah kita jalan-jalan?"
Kapisa berpikir sejenak. Lalu menjawab dengan sebuah gelengan. "Maaf, gue nggak bisa."
Turangga dibuat kaku atas jawabannya, lantas tersenyum kecil. "Oh, oke."
"Gue pergi."
Turangga melepas pandangannya dari sosok itu. Menyambar Coca-Cola Kapisa yang tidak tersentuh sama sekali. Ingin bertanya mengapa Kapisa tidak bisa. Namun Turangga tahu ia hanya sebatas pacar pura-pura dan sepertinya akan terus demikian.
"Wiihh, apa-apaan lu bro?!" Heboh Cyan melihat interaksi keduanya.
Tegukan demi tegukan, Turangga tak sadar ia menghabiskan Coca-Cola dalam sekali minum. Mengelap bibirnya sedikit kasar dan meremas kaleng kosong itu hingga menimbulkan bunyi bising. Melemparnya ke tong sampah tepat sasaran.
Alubiru bersandar pada sofa dengan tangan sebagai tumpuan kepala. Menatap langit pagi. "Gercep juga. Om Kadru beneran pengen ketemu Kapisa?"
"Hm." Dehamnya.
"Yakin bisa?"
Satu alis Turangga naik, tidak begitu mengerti pertanyaan Alubiru. "Maksudnya?"
"Meski gue yang nawarin tuh cewek. Tapi aslinya gue ragu. Duit lo udah keluar banyak dan gue nggak yakin Kapisa jago bersandiwara. Ditambah, Om Kadru, orangnya paling nggak bisa dibohongin."
Turangga jadi memikirkan ucapan Alubiru. Kepercayaan dirinya sewaktu menceritakan Kapisa kepada Kadru keluar begitu saja, tidak menyadari resiko ke depannya. Sejak awal, langkah yang ia ambil sudah diprediksi banyak memiliki resiko. Apapun itu, Turangga harus siap.
"Gue percaya Kapisa."
Cyan terlihat meliriknya. Tidak ingin ikut-ikutan membuat teman satunya itu pusing. Sekedar perasaannya saja atau memang Turangga terlihat berbeda saat menanggapi Kapisa beberapa hari belakangan? Awal-awal padahal tidak seperti sekarang ini.
Sebenarnya penolakan itu bukanlah apa-apa, tapi kenapa Turangga sedikit merasa kecewa?
[ Conglomerates and The Poor ]
Bolak-balik melirik jam tangan serta jalan raya di depannya, Kapisa merasa gundah saat grab yang dipesannya tak kunjung terlihat. Setiap hari, Kapisa mengatar si kembar ke sekolah, tapi tak lupa menjemput pulang keduanya.
Alasan mengapa ia menolak ajakan jalan seorang Turangga. Namun disisi lain, Kapisa memang tidak ingin terlibat lebih jauh dengan orang yang menjadi pacar pura-puranya itu. Batinnya bergejolak mengatakan hal tersebut, bahkan pikirannya mengingatkan berinteraksi jika memang dibutuhkan.
Dan Kapisa, tidak tahu mengapa dirinya merasa demikian.
Kini mengecek ponsel ia lakukan, berdecak kesal saat pengemudi meng-cancel dirinya. Kapisa mencari lagi, dia tidak ingin membuat adik-adiknya menunggu. Namun entah kenapa hari ini sulit sekali mendapatkannya.
Sampai sebuah mobil sport berhenti tepat dihadapannya, Kapisa mau tak mau mengangkat kepalanya yang tertunduk fokus menatap layar ponsel. Sedikit mengernyit heran saat sadar itu adalah mobil milik Alubiru.
Mobil kaca diturunkan, tapi bukan pemilik mobilnya yang ia dapati. Malah Turangga dengan senyum kikuk, menelan ludah sebelum buka suara.
"Nunggu siapa?" Tanyanya basa-basi.
Kapisa menjawab sekalian bertanya sebagai formalitas juga, "Grab. Lo ngapain parkir disini?"
Tangan yang awalnya memegang stir berpindah jadi menggaruk tengkuknya sendiri. "Tadi nggak sengaja liat lo disini. Gue pikir lo butuh tumpangan. Kebetulan gini, gimana kalo cancel grab nya terus bareng gue aja?" Tawarnya.
"Nggak usah repot-"
"Gue nggak merasa direpotkan, kok. Ayo naik. Mau pulang atau kemanapun gue anterin." Potong Turangga cepat.
Kapisa melirik kearah kanan, menggigit bibir untuk berpikir. Tak bohong, ia beneran butuh tumpangan untuk segera menjemput Ijas dan Amber. Menolaknya, Kapisa serasa melepaskan kesempatan.
"Serius nggak papa?" Artinya, Kapisa menerima tawaran dari Turangga.
Seraya menahan ujung bibirnya agar tak naik, Turangga mengangguk. "Serius. Cepet naik, keliatannya gelisah banget pengen buru-buru pergi."
Pintu mobil penumpang itu Kapisa tarik, di bangku depan karena Turangga sempat menyuruhnya untuk duduk disana.
"Jadi mau kemana?" Tanya Turangga bersiap menjalankan mobilnya.
"SMP Raya Gantari." Ujarnya sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela saat sadar beberapa detik tadi sempat terpikat melihat lelaki itu menyetir dengan lengan seragam yang sudah dinaikkan sebatas siku.
Kapisa menggeleng kecil beberapa kali, dan menepuk pelan pipinya sendiri.
Jangan, Kapisa. Jangan jatuh hati sama pacar pura-pura lo. Tuntasin! Sesudahnya berlagak seperti orang asing. Iya! Batinnya menjerit-jerit mengingatkan kembali.
Ada beberapa hal yang Kapisa batasi dengan Turangga agar tak melewati batas tersebut. Berbeda dengan pacarannya sebelum ini, Kapisa seperti terikat kontrak bersamanya. Maka dari itu, Kapisa merasa tidak seharusnya ada perasaan yang ikut serta.
Karena ini hanyalah sebuah kesepakatan demi keuntungan dua belah pihak.
"Lo kenapa?"
"Hah?" Pelongonya mirip orang bego.
Turangga terkekeh geli melihat ekspresinya, gemas.
"Kok, hah? Gue nanya lo kenapa? Dari tadi geleng-geleng kepala sambil pukul pipi sendiri." Katanya ternyata memperhatikan beberapa kali sambil menyetir.
Rasa malu hinggap pada diri Kapisa, dia berlagak sok santai dan mengubah topik. "Nggak, gue nggak kenapa-napa. Btw, kenapa lo yang bawa mobilnya Alubiru?"
Senyum diwajah Turangga luntur, digantikan dengan raut canggung yang tak berdasar.
Ada cerita dibalik mobil Alubiru yang kini dipakainya. Bisa dijelaskan bagaimana Turangga yang lebih suka nebeng dibandingkan dengan membawa kendaraan sendiri, kini malah menyetir mobil milik sahabatnya?
[ Conglomerates and The Poor ]
alhamdulillah!
akhirnya saya bisa up cerita
ini lagi, huhu, senengg.tetap sukai GF dan Kapisa
ya kawan! betah betah sampai
ending!yang lagi sok kegantengan (tapi
emang ganteng sih) di tangga markas:si irit senyum:
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerates and The Poor
FanfictionHemat ala Kapisa itu dengan cara pacarin cowok kaya. Matre? Bukanlah! Itu namanya realistis. Seri pertama dari : Universe Of Love - © 2022, ontyapin.