05. Obrolan Bersama Kadru

682 171 21
                                    

Jari kakinya terus bergerak semenjak pesannya terkirim dan sampai sekarang masih tidak ada balasan dari sang empu. Turangga bukan tipe orang yang akan langsung mengabaikan jika apa yang dilakukannya sudah selesai, ia tipe orang yang perlu konfirmasi jika targetnya tidak salah sasaran.

Turangga berpikir ia tidak sopan bila tiba-tiba menelepon hanya karena alasan sepele. Ia perlu pemberitahuan kalau yang ia kirimkan uang benar Kapisa, bukan orang lain.

"Rag."

Rag, nama panggilannya di rumah. Turangga menoleh, memastikan yang memanggilnya benar sang ayah.

"Ayah." Sapanya begitu Kadru, ayahnya duduk di sofa tunggal yang berada di samping sofa yang didudukinya.

"Sedang apa?"

Masih tidak keluar dari room chat dengan Kapisa, Turangga langsung mematikan ponselnya begitu saja dan membalik layarnya agar tidak terlihat apapun. Menggeleng pelan membalas Kadru.

"Nggak lagi ngapa-ngapain, cuman main hp sebentar."

Kadru mengangguk paham. Memperhatikan anak semata wayangnya dengan senyum khas orang tua yang melihat anaknya dengan penuh rasa bangga. "Ayah terlalu sibuk memikirkan pekerjaan, sampai lupa anak jejaka ayah ini sudah besar dan tampan."

Berbeda dengan Kadru, Turangga tidak pintar berbasa-basi. Maka saat beliau berucap demikian, ia tak tahu harus membalas bagaimana selain dengan senyum tipis.

"Rag." Panggil Kadru yang membuat badan Turangga menegak.

"Iya, yah?"

"Beberapa minggu lalu, kamu pasti sudah tahu perihal perjodohan yang akan ayah jalankan. Maaf jika hal ini malah membuat kamu tertekan. Tapi sebelum itu, ayah sudah mempertimbangkan dari jauh-jauh hari."

Benar, apa yang Turangga harapkan ketika ayahnya tiba-tiba mengajak ngobrol di tengah-tengah kesibukan beliau?

"Ayah tidak memaksa, akan tetapi lebih baik kamu menuruti permintaan ayah satu ini." Tidak ada tuntutan dalam nada bicaranya, namun Turangga tahu betul itu adalah sebuah permintaan yang tak ingin mendapat penolakan darinya.

Walau begitu, Turangga pernah bilang bukan? Kalau perihal cinta, ia tidak ingin ada campur tangan dari siapapun, termasuk keluarganya sekalipun.

"Ayah, apa aku pernah bilang sesuatu tentang perjodohan ini?" Tanya Turangga datar.

"Setahu ayah tidak. Kenapa? Ada yang mau kamu sampaikan? Apa sebuah bantahan?" Ujarnya beruntun.

"Semacam itu."

Kadru membuang muka sambil mengambil nafas dan kembali menatap sang anak serius. "Kamu tahu, orang pilihan ayah tidak mungkin salah." Kini Kadru menekankan keinginannya.

"Meskipun ayah berkata demikian, tapi perjodohan ini tidak menjamin kebahagiaan aku."

"Jika kamu lama-kelamaan bersama dengannya, kamu akan mendapatkan bahagia itu, Rag."

Turangga menggeleng, tidak setuju dengan ucapan Kadru. "Tapi bagaimana jika itu tidak akan terjadi? Sebab bahagia aku sudah ada pada orang lain. Yang aku pikir tepat dan selalu ada untuk aku."

"Maksudnya?"

"Pacarku, yah. Perempuan yang dapat memberi bahagia setelah ibu."

Entah dapat hikmah darimana sampai Turangga bisa mengeluarkan kalimat semanis itu. Bersyukurnya hanya ia dan Kadru yang berada di sini. Jikalau ada kedua sohibnya, habis sudah ia menjadi bahan bulanan mereka.

Kadru terkekeh kecil. "Jangan bercanda, Rag. Sejak kapan kamu sudah punya pacar?"

"Baru saja. Dia orangnya cantik, mandiri dan baik hati. Tidak seperti perempuan yang ayah pilihkan untukku, yang bahkan orangnya saja belum aku ketahui. Pacarku bisa lebih baik dalam hal membahagiakan aku."

Kadru terdiam, senyumnya hilang. Turangga yang selalu menuruti semua permintaannya entah kemana perginya, kini digantikan oleh sosok lelaki yang nampak begitu membangga-banggakan kekasihnya. Ia menjadi tersentuh.

Berapa lama Kadru tidak memperhatikan anaknya? Berapa lama Kadru tidak memperdulikan anaknya? Berapa lama Kadru sampai bisa sadar bahwa kini anaknya bukan lagi sosok anak kecil yang suka main mobil-mobilan?

Lantas, senyum itu kembali. Lebih lebar dan lebih santai.

"Ayah bangga sama kamu, Rag. Ternyata kamu sudah tumbuh sebesar ini."

Turangga bingung. "Maksud ayah?"

"Maksud ayah, jika memang benar kamu sudah ada sosok yang dapat membahagiakan kamu. Coba kenalkan dia pada ayah dan ibu. Orang seperti apa yang anak semata wayang ayah banggakan sedari tadi. Ayah ingin tahu."

"Minggu depan, hari rabu. Ayah luang, tidak ada rapat apapun. Kamu bisa ajak pacarmu ke rumah untuk makan bersama keluarga."

Tanpa berpamitan, Kadru langsung bangkit dan meninggalkan Turangga. Ini lampu hijau, bahwasannya Turangga memiliki kesempatan agar dapat membatalkan perjodohan yang sudah ayahnya rancang.

[ Conglomerates and The Poor ]

Kadru

Conglomerates and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang