Ijas dan Amber yang awalnya murung segera berubah cerah ketika melihat Kapisa sudah datang menjemput. Sebelum akhirnya Amber kembali cemberut seraya merengek kesal.
"Kakak lama bangeeettt. Aku sama abang nunggu sampai kaki kesemutan tahuuu."
Kapisa tersenyum teduh, mengacak surai Amber gemas. "Maaf, ya. Tadi susah cari grab. Sebagai ganti biar adek nggak ngambek lagi, gimana kalo kakak beliin permen kapas? Setuju?"
Mata bulat itu seketika berbinar-binar, menerima tanpa penolakan rumit. Amber mengangguk semangat. "Setuju! Pinky promise?"
"Pinky promise."
Untunglah, Kapisa bisa lega sekarang. Menggandeng tangan Amber, menoleh kearah Ijas namun adik laki-lakinya itu tak ada di tempatnya berdiri tadi. Senyum Kapisa luntur dalam sekejap. Ijas kemana? Beberapa saat lalu masih ada di sebelah Amber.
Berusaha tidak terlihat panik, Kapisa memilih menolehkan kepalanya kesana-kemari, mencari dari sudut ke sudut. Kembali tenang saat melihat Ijas berada di arah pandang jam 8. Sempat terdiam ketika sadar bahwa Ijas tak sendirian, akan tetapi ditemani sosok lelaki jangkung yang tadi mengantarkannya ke sekolah ini.
Mengapa mereka bisa terlihat begitu akrab dari jarak kejauhan ini? Kapisa pun menerka-nerka, sebelum memutuskan menghampiri kedua orang itu. Yaitu adik, serta pacar pura-puranya.
[ Conglomerates and The Poor ]
Yang Ijas khawatirkan adalah saat-saat waktu terus berlalu, namun kakaknya Kapisa tak kunjung ada dihadapan ia juga Amber. Memikirkan skenario buruk yang takutnya hal itu yang membuat kakaknya tak kunjung menjemput mereka.
Ijas tenggelam dalam pikirannya, seraya berdoa agar Kapisa baik-baik saja. Beberapa menit berlalu, kaki yang sedari tadi tak mau diam kini berhenti bergerak. Mengulas senyum indah diparas mirip kucingnya. Bersyukur jika apa yang dipikirkannya yang tidak-tidak itu tak terjadi.
"Kakak lama bangeeettt. Aku sama abang nunggu sampai kaki kesemutan tahuuu."
Ia tidak mengelak, karena yang Amber katakan benar adanya. Sebab memang selama itu mereka menunggu Kapisa, dan wajar baginya sebagai anak laki-laki dan satu-satunya laki-laki dalam keluarga mereka itu selalu khawatir berlebihan, merasa bertanggungjawab atas mereka.
"Maaf, ya. Tadi susah nyari ..."
Ucapan Kapisa selanjutnya terdengar samar karena fokus Ijas teralihkan pada cowok tinggi yang terlihat begitu mencurigakan. Menatap Kapisa seolah-olah ingin memakannya, dan Ijas menggertakkan gigi memperhatikan semua itu.
Tanpa berbicara pada kedua saudaranya, Ijas pergi begitu saja. Mendekati cowok itu dengan wajah dingin.
Mata Turangga bergulir menatap Ijas ketika badan Kapisa terhalang oleh lelaki itu. Mengernyit heran akan kedatangan Ijas yang dibarengi hawa tidak mengenakan. Dia ini... bukannya adik laki-laki Kapisa, ya?
"Lo siapanya kakak gue?" Pertanyaan tidak ramah yang begitu tiba-tiba itu Turangga dapat dari Ijas. Mencoba mencari tahu apa yang salah dari dirinya hingga Ijas memperlakukannya demikian.
Tidak terpancing dan bersikap kalem, itulah yang Turangga lakukan. Seraya berkata, "Harusnya gue yang nanya. Lo ini siapa? Kenapa dateng dateng kayak mau ngajak ribut?"
Sontak saja alis Ijas naik, ia tersenyum jengkel. "Yang tadi lo liatin sampe nggak merem itu kakak gue."
Hening beberapa saat, Ijas tambah dongkol ketika Turangga hanya diam. Hingga respon Turangga selanjutnya malah membuat Ijas naik darah.
"Oh." Begitulah reaksi yang Turangga berikan disertai wajah –apa gue kelihatan peduli– nya itu. Bisa ditebak seberapa inginnya Ijas memukul wajah sok milik Turangga itu.
Melihat wajah Ijas yang mulai merah padam, Turangga malah menambahkan beberapa kata yang terdengar berkali-kali lipat lebih menyebalkan di telinga Ijas.
"Gue kan punya mata, ya bisa liat dong. Lagian, masalahnya sama lo apa?"
Bugh!
Kesabaran Ijas sudah habis, sampai satu pukulan tak terelakkan itu akhirnya melayang di pipi Turangga. Menyebabkan beberapa orang mengalihkan perhatiannya pada mereka. Kapisa dari kejauhan melotot, jantungnya seperti copot dalam seperkian detik sangking kagetnya melihat tindakan gegabah Ijas.
Sepertinya Kapisa harus cepat-cepat membawa mereka ke tempat yang lebih sepi, dan menginterogasi apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata tebakannya ketika melihat Turangga dan Ijas nampak akrab dari kejauhan itu, nyatanya salah.
[ Conglomerates and The Poor]
adu mekanik dulu dong bos:
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerates and The Poor
FanfictionHemat ala Kapisa itu dengan cara pacarin cowok kaya. Matre? Bukanlah! Itu namanya realistis. Seri pertama dari : Universe Of Love - © 2022, ontyapin.