"Nanti kalian kumpulin foto ke perwakilan kelas, besok kasih ke saya lagi untuk bikin RFIDnya. Minggu depan, di kelas saya, baru saya bagiin RFID kalian. Bisa langsung kalian pake buat parkir, sama ke Perpus gitu-gitu."
Prima melirik begitu perempuan di kelasnya angkat tangan untuk bertanya foto yang seperti apa yang harus dikumpulkan. Yang sudah pasti jawabannya foto formal. Masa foto waktu cosplay atau malah foto lagi gendok soang seperti foto profil Instagram Prima? Kan tidak mungkin.
Pun, rasanya Prima tau saja perempuan-perempuan ini memang sengaja bertanya hanya agar ada obrolan dengan dosen IT mereka. Yaa, Prima mengakui sih, dosen IT yang katanya masih 28 tahun ini memang diatas rata-rata. Pokoknya tidak heran lah kalau perempuan bisa suka padanya.
Jauh berbeda dengan Prima yang kulitnya jadi keling karena pulang-pergi naik motor. Pakai jaket, tangannya jadi belang, pakai sarung tangan juga ribet. Gerah juga.
Jadi kampus ini sebenarnya baru meresmikan sistem RFID. Yaa agak telat memang, atau malah mungkin memang sudah rencana dari awal baru meresmikan RFID bersamaan dengan peresmian gedung kampus baru. Dari isu yang beredar, tiga lab di bawah tanah ini, dan seluruh lab akan dipindah ke gedung baru, kelas-kelas juga. Jadi nanti bekas ruang lab di bawah tanah ini akan jadi ruang hima saja. Tapi ya entah kapan.
"Prim, Prim."
Prima memundurkan kursi, bersandar pada meja belakang karena malas menoleh. "Apa Sal?"
"Lo langsung kerja?"
"Iya lah. Kenapa?"
"Nanya doang, rencananya, kalo jadi, gue sama Galvin mau ke McD."
Nah, Prima baru menoleh. Sebenarnya kuliah mereka susah selesai, tapi masih ada sisa waktu akhirnya jadi bebas. "Ke tempat gue aja kenapa? Gak bosen apa McD terus?"
"Galvin yang ngajak."
"Ya coba lo ajak. Bosen gue McD."
"Hmm." Faisal hanya menyahut, ia ambil handphonenya di sisi komputer.
Prima juga balik lagi ke komputernya, buka Microsoft Paint, gambar asal karena waktu bebas ini akhirnya malah gabut. Padahal sedang berpikir juga, ia sebaiknya terus kerja di kedai kopi itu atau berhenti?
Prima masih ingin punya pen tablet, selama ini ia gambar di handphonenya saja, yaa sudah bagus sih, konten di Patreonnya masih bisa jalan, komisi gambar juga sesekali masih ada. Tapi tetap rasanya Prima ingin punya Pen Tablet, biar bisa disambung ke laptopnya, atau yaa... tabletnya sekalian, biar bisa dibawa-bawa. Tapi harganya lebih mahal.
Sebenarnya Prima ini bukan dari keluarga yang kurang, yaa normal lah, tapi bukan keluarga kaya raya juga. Bisa saja Prima minta tambahan uang untuk beli apa yang ia mau, pasti dikasih. Masalahnya... barangnya ini akan Prima pakai untuk sesuatu yang penuh dosa. Sungguh. Amat laknat.
Masa Prima mau bilang, "Buat bikin konten NSFW Yah." waktu ditanya kenapa beli pen tablet. Kan bunuh diri namanya. Lagian Prima tidak mau lah bawa-bawa orangtua. Ayahmya sudah susah kerja dari pagi sampai sore, Prima malah memakai uangnya untuk hal laknat. Kan kurang ajar namanya.
Lagipula, biaya semesteran kuliah ini juga cukup mahal. Karena kampus swasta, berbasis komputer pula. Sementara Prima bukan anak satu-satunya, jadi ayahnya ya harus kerja ekstra untuk biaya itu semua.
Kalau ditanya, kenapa Prima masuk sana, jawabannya adalah Surat Sakti, alisan Surat Undangan yang dikirimkan dari kampus ke murid di SMA-SMA untuk kuliah di kampus tersebut tanpa tes masuk. Tinggal kuliah! Ya Prima ambil lah, tidak perlu repot-repot.
Untuk semester awal sih ya gratis, sisanya bayar juga seperti mahasiswa biasa. Memang Prima seistimewa apa sampai kuliah gratis 4 tahun? Mahasiswa yang dapat beasiswa saja kadang masih ada yang bayar setengahnya. Masa mau pakai program Kurang Mampu? Tidak bisa juga, karana keluarga Prima memang masih terhitung keluarga mampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Recalling Us (BL 18+) [COMPLETE]
Romansa❝𝑾𝒉𝒂𝒕 𝒊𝒇, 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒏𝒅 𝑰 𝒘𝒆𝒓𝒆 𝒎𝒆𝒂𝒏𝒕 𝒕𝒐 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒘𝒂𝒚𝒔, 𝒐𝒏𝒍𝒚 𝒕𝒉𝒂𝒕 𝒘𝒆 𝒄𝒐𝒖𝒍𝒅 𝒇𝒊𝒏𝒅 𝒆𝒂𝒄𝒉 𝒐𝒕𝒉𝒆𝒓 𝒂𝒈𝒂𝒊𝒏.❞ Apa yang ada dalam benakmu, ketika dengar kata 'Space'? . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ A...