[01]

604 46 3
                                    

Perangai Hongjoong semakin sayu, bahkan dalam situasi yang ramai pun dirinya tetap merasa mengantuk. Selain bokongnya yang menempel di kursi cafe, kedua tangannya ikut serta menumpu kepala yang terasa berat. Cafe yang mereka kunjungi setelah beberapa hari wisuda diniatkan untuk merayakan kelulusan kelima temannya, traktir Hongjoong. Melainkan Hongjoong nya sendiri, mulutnya masih meniup-niup kepulan asap kopi yang tak henti mengapung, tak jua ia minum.

"Kak, ini lagi di cafe lho, rame. Bisa-bisanya masih ngantuk?" Jongho menepuk pelan pundak yang terantuk. Jika yang termuda segan kepada Hongjoong, lain halnya dengan sobat yang sedang berbahagia karena kelulusannya. San dan Wooyoung terkikik geli saat keduanya saling berbisik merencanakan sesuatu. Salah satunya menggebrak meja, sedangkan yang salah satunya lagi menepuk kepala si sasaran agar terkejut dalam lamunan kantuknya.

"Gila! San, Wooyoung, sini lo!" Hongjoong mengejar si target, yang dikejar tertawa kepuasan. Sejawat lain yang satu meja sibuk mengobrol membicarakan sesuatu yang direncanakan untuk masa depan—terkadang random.

"Aneh banget tapi, harusnya acara buat kelulusan tema teaternya jangan bunuh-bunuhan gitu. Romance kek, apa kek." Komentar Seonghwa tak fokus, memainkan jarinya di atas keyboard membuat laporan praktikum.

Jongho, Yeosang dan Mingi mengangguk setuju. Sedangkan Yunho lain, balas mengomentari, "Gue sih menikmati aja, kak. Mungkin biar suasananya beda?"

"Tapi orang tua juga ikut nonton, nanti apa kata mereka?" Jongho menimpali, padahal dirinya bukan salah satu dari peserta wisuda.

"Loh, mereka ngasih pesan tersirat kok di dramanya, kalau temen yang tulus itu cuma sampe SMA aja." Sanggah Yunho lagi. Yang lain menganggukkan kepalanya, San yang berlari dikejar Hongjoong tiba-tiba mengehentikan lajunya merasa tertarik dengan topik. Maka Hongjoong dapat memukul kepala yang jahil tanpa ragu, menimbulkan suara pukulan yang cukup nyaring, "Gue udah bayarin lo makan di sini ya, ngelunjak."

Wooyoung hanya memperhatikan keduanya. Yang bermain kejar-kejaran kembali duduk dan ikut masuk dalam percakapan.

Jika orang diberi hadiah di hari yang berbahagia, maka orang tersebut akan dengan senang hati menikmati. Namun berbeda dengan Mingi. Wajahnya terlihat berpikir dan merenung disaat yang bersamaan membuat yang menoleh tidak sengaja padanya bertanya.

"Lo kenapa, Gi?" Yeosang membagi dua fokusnya, memperhatikan game nya dan curi-curi pandang ke arah Mingi.

"Menurut kalian, gue bisa gak sih kuliah sambil kerja?" Mingi mengerutkan kedua alisnya serius.

"Menurut gue bisa sih, Gi. Tergantung lo ambil jurusan apa. Kalau lo ambil teknik atau farmasi kayanya gak bakal bisa. Lo bakal terus ngelaprak."

Mingi turut mengangguk setuju, "Gue sih rencananya mau ambil pendidikan olahraga."

Bisa dikatakan hanya Mingi yang memiliki nasib kurang beruntung diantara temannya yang lain. Di saat yang lain hanya tinggal fokus untuk belajar, Mingi harus berusaha dua kali lipat, sekolah sambil bekerja. Kadang serabutan, kadang mengajar les anak SMP. Keluarganya bukan yang berkecukupan, maka dari itu Mingi memilih untuk memisahkan diri dan mencari uang sendiri untuk sekedar bekal.

"Bisa, Gi. Bisa banget. Asal lo tetep ada di jalan keputusan lo, pasti semuanya bisa. Gue banyak kok relasi dari temen BEM. Kalo ada lowongan, gue bakal kasih tau secepatnya." Timpal Hongjoong.

Mingi menarik senyumnya canggung, menggaruk tengkuknya palsu. Setelahnya, dirinya pamit pulang karena harus ada pekerjaan yang ia tekuni. Pandangannya lesu. Tiap berjalan, Mingi seperti seseorang yang selalu memikirkan ini-dan itu.

"Eh Gi, lo pulang sendiri? Di kosan ada siapa?" San mencegat pergelangan tangan Mingi.

"Iya sendiri. Adek gue udah pulang ke mama tiri gue—bentar gue cek E-mail dulu."

tinkerbell [ateez]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang