Malam yang terasa dingin sedikit menusuk tulang dikala angin sedang berhembus menuju barat. Pohon yang ada di depan mereka terlihat pasrah menumbangkan sedikit demi sedikit daun yang ia punya. Wooyoung, Yunho dan San memutuskan untuk berpesta kecil-kecilan setelah ketiganya dinyatakan resmi sebagai mahasiswa. Ketiganya duduk di halaman teras kontrakan. Hanya ada makanan ringan, minuman soda, dan sebungkus rokok yang hanya dikonsumsi oleh satu orang.
"Nih, buat para maba. Makan yang banyak." San menyimpan nampan berisi makanan dan minuman itu ke meja yang berada di tengah. Yang satu menghisap rokok dengan tersenyum, sedangkan yang dua anteng meminum minuman soda sambil menyantap makanan ringan sampai beberapa jam.
"Yunho, lo kenapa?"
San sedari tadi melihat Yunho tak pandai merahasiakan ekspresinya. Yunho sedang senang tentu saja, tetapi sedari tadi dirinya terus mengecek handphone.
"Engga."
"Kita berempat udah janji ga bakal ada yang disembunyiin. Lo paham kan kenapa?" Cetus Wooyoung.
Yunho membuang napasnya, lalu menatap Wooyoung memberi sangsi. "Dari kemarin keluarga Yeosang nelpon gue terus. Mereka nanyain handphone Yeosang yang hilang."
Wooyoung terdiam, tidak dengan San yang memberi tatapan khawatir.
"Orang tua gue bilang, katanya kemarin ada polisi yang datang ke rumah, ngegeledah rumah. Gue dipaksa pulang." Ucap Yunho sambil menggenggam handphone milik Yeosang.
"Kita ga bisa kaya gini terus. Apa lebih baik kita kasih tau semuanya?" Ucap San dengan nada khawatirnya.
"Engga." Tukas Wooyoung cepat.
"Kecuali kalo lo mau hidup dipenjara setelah lo resmi jadi mahasiswa, San. Gue ga ikut." Lanjutnya sambil melengos ke dalam.
Wooyoung merebahkan dirinya di kasur lipat yang telah disediakan. Menatap langit-langit kamar, memperhatikan sarang laba-laba yang menumpuk di tiap sudut. Ia merogohkan tangannya ke bawah bantal, membawa pisau yang ia siapkan untuk berjaga-jaga. Lagi, ia menatap bilah pisau yang mengkilat. Diangkat setinggi tangannya, teringat akan pisau ini yang telah melukai kaki Jongho.
"Pisaunya kenapa sampe ditatap kaya gitu?"
Wooyoung terlonjak langsung memposisikan badannya duduk, tak sadar sedari tadi San memperhatikan tingkahnya.
"E-engga." Wooyoung kembali menyimpan pisau itu ke bawah bantalnya. "Yunho masih di luar?"
"Iya." San berguling ke kasurnya lalu merebahkan diri sembari memainkan handphone. Beberapa menit setelahnya hanya ada suara jangkrik dan detakan jam dinding, yang kemudian San kembali mengajak Wooyoung berbincang tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphone.
"Sebenernya, gue ga pernah nyimpen barang berbahaya sembarangan."
Wooyoung mendongakkan kepalanya karena posisi kasur lipat yang berada di lantai sedangkan San berada di kasur yang cukup tinggi kakinya. San menyampingkan badannya ke arah Wooyoung, menumpukan kepalanya dengan sebelah tangan.
"Jongho bilang, dia terluka karna pisau gue muncul ke luar laci. Gue ga percaya. Sedangkan di situ Jongho lagi sama lo."
Ekspresi San masih dapat Wooyoung tangkap walaupun pencahayaan di dalam kamar itu remang. Wooyoung melihat San yang sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Setelahnya, tangan San menyelinap ke bawah bantalnya, dengan tatapan yang masih mengeksekusi kepada Wooyoung. Sama dengan Wooyoung, ia juga tak kalah membawa sebelah tangannya ke bawah bantal, mengambil pisau yang sempat ia pandangi.
"San, lebih baik lo berhenti sampe situ."
"Kenapa? Lo takut mati ya, piskopat?"
Wooyoung menjatuhkan rahang bawahnya seraya mengerutkan keningnya. Dunia seperti berhenti berputar tatkala jantungnya yang berpacu lebih cepat karena dirinya dituduh tiba-tiba. Tidak, Wooyoung tidak merasa bersalah. Wooyoung hanya sedikit gentar mengetahui fakta bahwa San memiliki sabuk hitam. Mungkin, jika San melakukan sesuatu padanya, maka Wooyoung tak akan bisa berkutik.
KAMU SEDANG MEMBACA
tinkerbell [ateez]
Mystery / ThrillerJika kamu mendapat E-mail itu, maka bersiaplah kamu yang selanjutnya. cw // thriller, psychopath, violence, mystery, friendship, murder, blood Terinspirasi dari drama 'Mouse' dan penulis-penulis ff/au hebat yang pernah aku baca. Disclaimer! Cerita t...