Tiga hari mereka telah lewati bermalam di kediaman San, tidak ada apapun yang terjadi. Mungkin, ada sedikit ketegangan di antara Jongho dan Wooyoung. Selama tiga hari itu, Jongho tidak pernah meminta penjelasan kepada Wooyoung, pun Wooyoung sendiri tidak pernah membahas tentang kejadian yang tak terduga itu.
Namun, lain untuk hari ini. Sebelum Jongho menaiki motornya untuk pergi pelatihan turnamen, Wooyoung memintanya untuk berbicara empat mata. Maka di sinilah mereka, di ujung jalan perbatasan daerah kediaman San dengan jalan besar.
"Jongho."
Jongho hanya memalingkan wajahnya pada Wooyoung.
"Sebenernya—"
"Apa?" Dingin Jongho sembari membuka kaca helmnya.
"—gue ga mau lo ikut turnamen."
"Jadi itu alasan kakak ngelukain kaki Jongho?"
"Bukan! Ga tau kenapa—waktu gue liat pisau-pisau itu, otak gue tiba-tiba kedistract. Ga tau kedistract apa, tapi otak gue nyuruh buat ayunin pisau itu ke sesuatu yang berdaging. Gue udah berusaha nahan. Gue minta maaf, maaf baru gue omongin sekarang. Gue ga mau San sama Yunho denger ini."
Jongho melepas helmnya. Pandangannya sulit diartikan, "—distract?"
"Ya, semacam itu." Jawab Wooyoung sambil menggaruk-garuk tengkuknya. Jongho hanya menatap jalanan.
Wooyoung mencuri-curi pandang pada yang lebih muda, dirinya merasa sangat bersalah. "Gue tau, walaupun gue larang lo buat ga ikut, lo pasti tetep cabut ke sana. Ga apa-apa, gue ga bisa larang lo buat kejar impian lo. Jadi, gue harap lo hati-hati ya, Ho." Wooyoung tersenyum lalu menepuk pundak Jongho dengan penuh keyakinan.
Jongho balas tersenyum, "Kak, Jongho tetep percaya sama kakak. Jadi, jangan khawatir. Jongho bakal telpon kak Wooyoung kalau ada apa-apa."
Wooyoung tersenyum sampai menampakkan deretan giginya.
Jongho terlihat sedikit main-main, berpura-pura berpikir mengerutkan dahinya. "Hm, kalau Jongho dapet sertifikat nasional, atau di bawahnya aja deh, Jongho bisa susul ke kampus kakak. Jadi nanti Jongho satu kampus sama kak Wooyoung, hehe. Makannya Jongho serius di turnamen ini."
Wooyoung mengusak rambut adiknya, lalu tertawa. "Ngapain sih ngikutin gue mulu? Kaya tuyul lo."
"Sebenernya kebetulan aja sih kampus tujuan kakak sama Jongho sama. Kalau kampus kak San atau kak Yunho di terima di kampus kakak yang sekarang, Jongho ya ikutin mereka. Wle." Jongho memakai helm nya cepat lalu melesatkan motornya buru-buru sambil tertawa kegelian. Wooyoung memukul main-main adiknya lalu berteriak diantara ramainya lalu lalang kendaraan. "Helm nya pake yang bener, tuyul!"
Jongho melepaskan genggaman stir sebelah kanannya, mengacungkan jempol lalu memberi gestur 'dadah'. Wooyoung masih di situ, memastikan Jongho aman sampai tak terlihat di pandangannya.
Setelahnya, Wooyoung kembali berjalan ke daerah pemukiman kontrakan San. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana, menggeleng-gelengkan kepalanya kecil mengingat tingkah Jongho.
Mengingat tentang dulu, saat ada kegiatan ospek siswa baru di SMA nya, Wooyoung melihat salah satu murid yang merogoh-rogoh tas. Wajahnya panik dan kebingungan. Ia tertinggal dari kerumunan romble nya. Wooyoung menepuk pundaknya yang membuat siswa baru itu terkejut. Namun, ia kembali bernapas lega setelah melihat tampilan Wooyoung yang ternyata tidak memakai jas OSIS.
"Hayo, lo lupa bawa barang bawaan ospek ya? Aduh, gimana sih." Ucap kakak kelas itu main-main sambil mengulum permen batangan.
Jongho hanya menatapnya sebentar, lalu kembali merogoh tiap sudut tasnya.
"Apa yang ketinggalan? Kali aja gue bisa bantu. Kasian banget muka lo, panik amat."
Awalnya Jongho ragu. Takut kalau kakak kelas yang terlihat agak tidak jelas ini melaporkannya pada anak OSIS. Namun karena keadaan mendesak, Jongho terpaksa mengatakannya.
"Aku lupa bawa lidi."
"Lidi? Yang buat sapu?"
"I-iya."
"Ikut gue." Kakak kelas itu menuntunnya, dan Jongho ikut-ikut saja. Siapa tahu orang ini benar-benar membantu. Tibalah mereka di tempat parkiran rerumputan. Di sana banyak sapu lidi berserakan.
"Noh lidi banyak." Ucapnya sambil menunjuk tempat lidi itu dengan permen batangannya.
Jongho malah menggaruk kepalanya, tatapannya semakin kebingungan. Kakak kelas di sampingnya yang berkacak pinggang ikut kebingungan.
"Kenapa lagi?"
"Anu—lidinya harus dibentuk jadi mahkota. Udah ga ada waktu, kak. Aku harus balik ke rombongan."
Kakak kelas itu membulatkan mulutnya. Dirinya tiba-tiba duduk di rerumputan yang agak kotor—mengingat tempat itu adalah parkiran mobil—lalu mulai mencabuti lidi yang terikat menjadi sapu.
"Eh? Kakak ngapain?"
"Bikin mahkota-mahkotaan."
"Hah?!" Jongho melirik-lirik ke arah lapangan, juga ke arah kakak kelas yang sedang terududuk itu sambil bergumam 'aduh, aduh' takut terlambat. Dirinya menghentakkan kakinya kecil-kecil seperti sedang terburu-buru. Jongho awalnya ingin menolak dibuatkan, tapi ia juga merasa tidak enak. Ya, begitulah perasaan seorang siswa baru.
"Kenapa sih? Kebelet pipis lo?"
Jongho tidak menjawabnya, membuat kakak kelas itu menarik tangannya untuk ikut duduk bersama.
"Bantuin gue, ini udah mau selesai. Buruan!"
Jongho dengan polosnya ikut membantu rancangan mahkota lidi yang asal-asalannya minta ampun itu. Yang penting, bisa dipakai di kepala. Setelah selesai, Jongho segera melesat berlari. Namun sebelumnya, kakak kelas itu kembali menarik tangannya lagi.
"Ebuset dah, gue bilang tunggu!"
"Aduh kak, apa lagi?!"
Kakak kelas itu berjalan ke pinggir lapangan, tempat para OSIS berjaga dengan posisi istirahatnya. Ia berjalan sambil masih menggenggam lengan Jongho. Langkah kakak kelas yang lebar itu membuat Jongho sedikit terseret karenanya.
Di sana, di deretan para OSIS yang sedang memantau, kakak kelas itu membisikkan sesuatu pada salah satu yang berjaga—dengan name tag Jeong Yunho—lalu anggota OSIS itu mengangguk dan mengantar Jongho pada barisannya dengan aman, tanpa ragu.
Jongho menganga tak percaya. Kakak kelas yang terlihat tidak meyakinkan tadi ternyata benar membantunya sampai ia selamat dari hukuman. Jongho mencari keberadaan kakak kelas tadi. Ia terlihat di pinggir lapang dekat tribun sedang memperhatikan dirinya sambil memberikan jempol setelah mereka saling bertatapan. Setelahnya, ia pergi dengan santai sambil memasukkan lagi permen batangan itu pada mulutnya tanpa Jongho tahu namanya.
Jongho tersenyum geli di motornya mengingat bagaimana ia bertemu pertama kali dengan Wooyoung. Bagaimana pertemuan itu membuat Jongho selalu kagum pada Wooyoung walaupun kakaknya itu tengil dan selalu nyeleneh.
"Kak San, Kak Yunho, maaf. Maaf Jongho ga bisa kasih tau kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
tinkerbell [ateez]
Mystery / ThrillerJika kamu mendapat E-mail itu, maka bersiaplah kamu yang selanjutnya. cw // thriller, psychopath, violence, mystery, friendship, murder, blood Terinspirasi dari drama 'Mouse' dan penulis-penulis ff/au hebat yang pernah aku baca. Disclaimer! Cerita t...