[19] Special POV (Yunho)

189 35 16
                                    

Chapter Spesial : Sudut Pandang Yunho
3,5k words.

***

Aku tahu bahwa, mungkin orang disekitarku membenciku karena sifatku yang selalu gegabah mengambil keputusan. Aku terkadang tak bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang seharusnya diambil mana yang seharusnya dibuang. Ditambah, aku memiliki suatu kelainan yang menyebabkan aku selalu panik. Kadang tantrum, kadang kejang.

Kelainanku membuat aku tidak memiliki teman. Semua orang disekitarku tahu kalau aku adalah anak dari orang tua yang kaya, dan aku selalu memberi tahu itu pada orang disekelilingku. Bukan untuk sombong, hanya saja aku berpikir mungkin ada salah satu dari mereka yang ingin menjadi temanku walau nantinya aku akan diporoti. Tapi tetap saja, tidak ada.

Sampai aku duduk dibangku kelas satu SMP, saat aku sedang berkelahi dengan temanku karena ia berlaku curang pada pelajaran olahraga, ada salah satu murid yang melerai kami dan ia menuntunku ke pinggir lapangan. Kala itu, aku belum mengenal semua teman kelas karena baru saja selesai masa orientasi. Dan guru yang mengajar sedang ada keperluan.

"Gue tau lo gak bisa ngendaliin emosi lo. Coba duduk di sini sebentar. Gue temenin."

Anak itu duduk begitu saja di bawah pohon beringin di pinggir lapangan. Aku menatap ia nyalang karena amarahku masih sedikit membara. Namun ia terus menuntunku dengan lemah lembut untuk duduk bersamanya.

Kita sama-sama bungkam sampai jam olahraga habis setengah. Aku hanya menonton dia memakan jajanan kaki lima. Sesekali ia mengelap jam tangannya yang terkena minyak dari makanan, seakan benda itu adalah yang paling berharga.

"Udah baikan?"

Aku mengangguk. "Jam tangan lo merek apa?"

Iya, aku sekarang tahu kenapa aku tidak punya teman walau wajahku tampan. Jangan menghujatku karena waktu itu aku masih bodoh.

"Gak tau gue. Yang gue tau, ini jam bagus modelnya. Dari mama gue ini. Tuh, liat. Bagus, kan?"

Tidak seperti anak lainnya yang selalu tersinggung jika aku bertanya tentang harta kekayaan, anak ini justru memberikanku cengiran lebar sampai matanya hanya terlihat segaris. Silakan nilai sendiri siapa yang aneh diantara kami.

Aku termangu. Baru kali ini ada orang yang memberikan respon berbeda padaku. "Bagus. Tapi gue punya yang lebih bagus dari ini. Banyak di rumah."

Anak itu melotot dengan mata yang berbinar. "Serius? Lain kali boleh dong gue main ke rumah lo?"

Aku agak kaget mendengarnya, namun tetap aku iyakan permintaan dia. Aku berusaha mencari topik lain karena pikirku ini kesempatan yang bagus untuk memiliki teman.

"Btw, nama lo siapa?"

Anak itu mengangkat alisnya yang kanan terheran, "Loh gue kira dari tadi lo tau nama gue. Gue Mingi."

"Oh." Anggukku.

"Wah, jahat banget lo Yunho. Padahal gue temen kelas lo." Dia memukul bahuku main-main. Sedangkan aku malah membeku karena dia tahu namaku dan aku tak tahu harus merespon bagaimana. Aku balik memukul punggung dia sampai dia agak terjungkal ke depan. Aku hanya ingin mencoba bercanda namun barangkali terlalu berlebihan.

"Gue gak maksud."

Dia memberikan lagi cengiran. "Santai. Lo lumayan canggung ya anaknya?"

Aku menggaruk tengkuk yang padahal tak terasa gatal sama sekali. "Sorry, baru pertama kali dapet temen."

"Sama, gue juga. Lo temen pertama gue di sini."

"Maksud gue, selama gue hidup. Baru kali ini dapet temen."

tinkerbell [ateez]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang