[08]

179 39 2
                                    

Sekumpulan pemuda ling-lung—tak tahu arah, memutuskan untuk membawa seorang jasad, dan seorang pembunuh ke salah satu area bangunan tingkat kosong yang masih dekat dengan perumahan Seonghwa. Setelah dua jam lamanya mereka berkutat sesuai rencana, menghapus jejak, menggotong jasad dan pembunuh yang tak sadarkan diri, serta membersihkan tempat kejadian, mereka tiba di tempat tujuan—entah bagaimana mereka melakukannya. Tengah malam, tak berpenghuni, juga tak akan ada yang mengawasi.

Di ruangan yang kosong, masih di sana mereka terduduk selama hampir tiga jam memikirkan apa yang harus dilakukan. Jasad yang kian membeku masih tergeletak di tengah-tengah. Sedangkan Hongjoong yang belum sadar diikat di sebuah kursi dengan mata yang dibebat oleh kain.

Keempat pemuda pengangguran yang belum jelas akan status mereka, yang belum resmi menjadi mahasiswa, setengah remaja setengah dewasa, nampaknya makin memperjelas atas kekosongan yang mereka rasakan. Bagaimana mereka yang berempat tak henti berdebat di atas manusia yang sudah tak memiliki nyawa, membuat ruangan terus menggema. Terlalu banyak yang mereka ketahui, juga terlalu banyak apa yang harus mereka waspadai untuk hidup mereka sendiri. Sedih, marah, kecewa, dan kebingungan adalah pendeskripsian yang tepat untuk mereka.

Hongjoong mulai sadar, atau barangkali dipaksa sadar oleh yang lain. Hongjoong kebingungan karena pandangannya yang ditutup dan badan yang diikat. Luka memar pada tubuhnya turut teremat oleh tali tebal dengan sangat kuat.

"Tolong! Lepasin gue—hiks—tolong!"

Suara rintihan Hongjoong yang menggema di seluruh ruangan kosong membuat Wooyoung memejamkan matanya ke arah berlawanan, tak tega melihat sahabatnya tersiksa. Maka dari itu, Wooyoung melepas ikatan yang menutupi mata Hongjoong. Wooyoung kembali duduk di tempatnya, matanya masih menunjukkan kekecewaan.

"Lo yang bunuh kak Seonghwa?"

Adalah pertanyaan yang pertamakali dilontarkan setelah dirinya berjam-jam tak sadarkan diri. Hongjoong menggelengkan kepalanya cepat dengan tatapan 'percayalah padaku'.

"Dia bukan bunuh kak Seonghwa, dia bunuh Mingi, Yeosang sama kak Seonghwa." Cerca Yunho.

"Seonghwa mana?" Tanyanya langsung tanpa mempedulikan kata yang tadi.

Para pemuda mengalihkan pandangannya ke arah lain, menatap getir setiap mata yang melihat objek acak. Hongjoong menyadari seonggok sesuatu berbaring yang ditutupi kain. San membuka kain sebatas leher, memperlihatkan wajah Seonghwa yang sudah terlelap damai.

Maka Hongjoong menangis.

"Demi Tuhan, gue gak ngelakuin! Dengerin dulu, gue minta Seonghwa buat ketemuan, flashdisk tugas gue kebawa sama dia. Tapi pas gue nyampe, gue ngeliat Seonghwa udah kebaring sekarat, ada pecahan botol yang nancep di perut Seonghwa. Dia sendiri yang minta tolong keluarin pecahan botol itu dari perut dia."

"Kenapa flashdisk lo tiba-tiba ada di kak Seonghwa?"

"Gue gak tau!"

"Terus sekarang apa? Mau ngasih tau keluarga kak Seonghwa? Atau mau kita sembunyiin semuanya?"

"Sembunyiin? Lo pikir kak Seonghwa apaan? Barang?"

"Kita di sini semua udah salah. Lo siap dipenjara? Siap di hukum mati?"

"G-gak mau, Jongho ga mau." Jongho memutup kedua telinganya.

"Tunggu. Pertama, gue mau tau siapa yang masukin flashdisk ke saku kak Seonghwa." Ujar Wooyoung serius.

Dan semua mata tertuju pada San.

"Karena gue ada di situ? Demi Tuhan, bukan gue!"

Semuanya menghembuskan nafas lelah. Tiba-tiba Wooyoung memikirkan sebuah ide. Hanya itu yang terlintas di otaknya. "Kalau kita bilang kak Seonghwa di begal, gimana?"

Yunho berdiri dari duduknya menghampiri Hongjoong. Ia menendang kursi yang mengikat Hongjoong sampai kursi terjungkal ke samping. Hongjoong semakin meringis, suara rintihannya bahkan terdengar seperti hewan yang sekarat. "Kenapa mesti ngarang cerita kalau pembunuhnya ada di depan mata?"

"KAK YUNHO, UDAH!" Jongho menarik-narik lengan Yunho. Dirinya sudah tak tega melihat rupa Hongjoong. Jongho menangis, ia tidak mau kehilangan sahabatnya yang lain.

"Jongho yakin kak Hongjoong jujur. Kenapa kalian masih kekeh kalo pembunuhnya ada di antara kita? Kalau sebenernya bukan, gimana? Jongho capek! Apalagi kak Yunho! Kakak yang bikin semuanya jadi rumit tau gak!"

Yunho menatap tak percaya. Kecewa, ia menganggukkan kepalanya mengisyaratkan kalau dia sudah muak. "Oh, kalau gitu urus semuanya sama kalian. Gue pergi. Jangan cari gue kalau giliran kalian yang dapet 'E-mail dari setan' itu."

San dan Hongjoong yang tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Yunho E-mail setan menatap pada yang lain meminta penjelasan. Hongjoong menarik sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum meremehkan atas kekecewaan, begitu juga dengan San.

Yunho melangkah keluar. Tidak ada yang mencegatnya. Bagaimanapun, apa yang dikatakan Jongho adalah benar. Yunho selalu bertindak gegabah dan selalu mengambil keputusan sendiri.

Yunho tiba-tiba mengehentikan langkahnya saat mendengar salah satu handphone diantara temannya berbunyi. Masih dalam keadaan memunggungi yang lain, Yunho ingin tetap berada di tempatnya menunggu apa yang akan diutarakan.

Wooyoung mengambil handphone dalam saku Hongjoong, menyentuhkan sidik jari si pemilik ke handphone itu sebelum Wooyoung melihat pesan E-mail berjudul 'Sleeping Beauty'.

"Pembunuhnya—bukan kak Hongjoong"

Semua yang berkumpul di tengah menghampiri Wooyoung yang sedang membaca isi dari E-mail itu dengan serius—menautkan kedua alisnya—yang setelahnya ia kembali berkata, membuat Yunho yang masih berdiri di ambang pintu bobrok itu memejamkan matanya pasrah.

"Kak Hongjoong, lo yang selanjutnya."

tinkerbell [ateez]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang