2. Glad We Are Here

569 97 33
                                    

"Yang pertama Ara pegang, itu yang menang."

Legina langsung melirik Abian sengit berkat ucapan lelaki itu. Kedua tangan Legina melipat di depan dada, "Nggak bisa dong. Biarin Ara nyicip dua-duanya terus tanyain mana yang dia suka."

"Sayang, Ara masih batita. Nggak ngerti bedain rasa."

"Udah bisa. Kamu ngeremehin anak aku?"

Abian menyipit keki, "Anak kita... Egi."

"Iya itu maksudnya," Legina mendorong dua piring berisi bolu itu ke di depan sang balita. Lalu tersenyum lembut, "Ara sayang, cicipin satu-satu ya."

Setelah bantu menyuapkan Ara sepotong kecil dari masing-masing bolu itu, Legina kembali bertanya, "Nah, Ara suka yang mana?"

Telunjuk kecil Ara terangkat. Menimbang-nimbang di antara dua piring itu. Di sekon yang sudah terprediksi jemari mungilnya mendarat pada piring di sisi kanannya. Legina bersorak, sementara Abian menghela napas.

"Ra, coba kalau berdasarkan ke-aesthetic-kan deh. Kamu liat pake sudut pandang seni. Ini kan yang punya Papa lebih simetris terus warnanya—"

"Ih mamaaa, papa Bian belisikkk lagii," rengek Ara. Legina langsung memeluk anaknya sambil mengusap punggungnya lembut.

"Udah gak usah protes, pokoknya aku yang menang. Jadi nanti kamu yang bawa Ara imunisasi," tutup Legina final.

Ya, mau bagaimana lagi. Abian terpaksa pasrah. Hari ini hari sabtu, karena Legina maupun Abian sama-sama libur dan kebetulan jadwal imunisasi terakhir Ara juga di tanggal yang sama, alih-alih pergi bersama saja Abian malah mengusulkan taruhan. Bikin bolu. Yang kalah berarti itu yang harus membawa Ara ke rumah sakit nanti.

Suatu konklusi yang sudah jelas karena pada akhirnya Abian yang kalah. Sempat Abian ingat saat di depan pintu tadi Legina melambaikan tangan melepas mobil sang suami pergi dengan raut bahagia. Sejujurnya Abian tidak begitu menyesal sih. Toh melihat Legina bahagia, dia juga ikut bahagia.

Sampai di rumah sakit terdekat dari perumahan mereka, Abian lalu mengikuti prosedurnya. Sekarang dia sedang menunggu giliran imunisasi untuk Ara.

"Eh, Bi, sendirian lo? Gina mana?" sapa seorang suster jaga.

Itu Suhyun, temannya Legina yang blasteran Korea-Indo. Dia juga kebetulan istrinya Jinan, teman segeng Abian. Dulu pas Legina bersalin, Suhyun turut membantu di samping dokter kandungan selama proses operasi Legina.

"Di rumah. Taruhan bikin makanan gue sama dia terus kalah deh," jelas Abian.

Suhyun sontak tertawa, "Yaelah Bi, lo ngapain taruhan gitu deh sama Gina. Lo kan gak bisa masak."

"Yaa kali aja ada miracle tadi tuh. Sapa tau lidah Ara sama kek gue."

"Aneh. Padahal tetangga lo kan chef tuh. Minta tolong dia yang masak kek. Gina langsung kalah pasti kalau gitu."

"Gak original dong. Itu mah namanya taruhan Egi sama Rio bukan Egi sama Bian. Lagian males gue sama Zefa, dia ketemu gue bawaan mau ngehujat aja heran. Jangan sampe Ara menyerap kata-katanya yang tidak baik itu."

Lagi-lagi Suhyun tertawa absurd kemudian geleng-geleng kepala saja. Beberapa nama pasien sudah di panggil dan melakukan imunisasi di dalam. Suara tangis balita terdengar. Di barisan itu saja, Abian menjadi satu-satunya laki-laki yang menggendong anak.

Suhyun selesai mendata Ara lalu melirik Abian yang duduk tepat di samping meja jaganya, "Muka lo tegang amat deh yang mau disuntik juga kan Ara."

"Gatau dah. Gak tega gue liat Ara nangis ntar."

[✔️] BlueberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang