12. Puncak Perdebatan

249 57 32
                                    

Abian ketiduran.

Dari tadi ngobrol banyak sama Noza, lama-lama capek juga. Posisi mereka ngobrol emang agak deket karena mempertimbangkan suara vokal yang teredam sama suara hujan dari luar. Gak ada maksud modus atau lainnya.

Ditengah ngobrol, ponsel Noza tiba-tiba bunyi. Dia pun ijin buat jawab panggilan. Dibiarin bengong sendirian Abian ya ngantuk juga. Ujungnya doi bablas tidur di sofa itu.

Bangun-bangun Abian menemukan dirinya berbaring di sofa ruang tamu Noza berselimutkan cardigan. Doi langsung panik terus ngecek hape. Jam 12 malam. Di notifikasi ada history recent call dan panggilan tak terjawab sebanyak lima kali. Tanpa pikir panjang, Abian buru-buru bangun dan pake cardigannya.

Tepat saat itu Noza lewat, "Eh, Mas Bian udah bangun ya? Maaf gak saya bangunin. Soalnya Mas Bian keliatan capek banget."

"Gapapa. Saya balik, ya."

"Sekarang? Udah malem loh..."

"Iya, gapapa."

"Hm anu, Mas Bi, maaf lagi nih. Tadi saya jawab telepon dari istrinya Mas karena udah ditelpon berulang kali. Saya juga udah jelasin situasinya kok. Mbak Gina bilang dia ngerti."

Mana mungkin, pikir Abian.

Tapi karena gak mau membuat Noza ikutan cemas, Abian balas dengan senyum aja. Lalu dia pamit pulang. Untung hujannya udah berenti.

Sampai di rumah, pintu pagar masih kebuka, Abian pikir Legina udah tidur. Pas doi masuk, Legina terlihat baru keluar dari kamar Ara. Dia sudah memakai piyama. Sejenak mereka bertatapan dalam diam.

Tanpa ngomong apa-apa, Legina lalu melengos masuk ke kamarnya. Abian mengikuti.

"Kenapa pulang? Gak sekalian aja nginep di sana?" sindir Legina memulai perdebatan.

Abian mendengus. Kan. Masalah.

"Boleh aku jelasin dulu?" jeda Abian dalam vokal lembut, "oke, aku minta maaf tadi gak sengaja ketiduran di sana karena lagi ujan juga. Pas sadar udah jam segini makanya aku buru-buru pulang."

"Bukan karena udah selesai having sex-nya?"

"Gi," tegur Abian. Berusaha menjaga perdebatan mereka agak tak keluar jalur, "aku sama mbak Noza gak ada apa-apa. Dia klien aku. Dan kita cuma ngobrol tadi. Aku bahkan tidur di sofa, kamu bisa konfirm sendiri ke orangnya."

Legina meringis konyol, "Klien kamu cewek ya. Pantesan kamu gak mau bawa Ara ke lokasi. Sampe di titipin ke tetangga coba. Are you really that asshole, huh?"

"What? Kamu enggak nyadar ya? Aku nitipin Ara ke tetangga karena kamu terlalu sibuk."

"Aku kerja loh, Bian!"

"Kamu pikir aku enggak?"

"Enggak lah. Buktinya kamu sampai bisa ketiduran di rumah klien, senyaman itu?" Legina menggertakkan gerahamnya, "Pake alasan hujan lagi. Kenapa kamu gak ngabarin aku?"

Abian menganga, "Gak ngabarin? I've called you so many times, Legina, but you never answered."

Hening menjeda. Ini akan menjadi malam yang panjang kalau tidak ada yang mau mengalah. Jadi, Abian memutuskan menengahi.

"Udah lah gini aja. Kita sama-sama salah. Aku minta maaf karena udah ketiduran, kamu juga harusnya minta maaf karena ngelupain kewajiban kamu sebagai istri buat ngejagain Ara."

"Excuse me? What a fucking shit you are," Legina benar-benar tak habis pikir, "Tiba-tiba nyeret aku? Kayak kamu gak mau banget disalahin sendirian gitu."

"Kamu gak ngerasa udah ngelakuin kesalahan?"

"Apanya? Ngejagain Ara bukan cuma kewajiban aku loh, Bian. Tapi kita berdua."

"Ya bener, tapi selama ini kan aku doang yang lebih banyak jagain dia. Sementara kamu lebih mentingin pekerjaan."

Legina menyipitkan pandangan tak suka, "Kenapa ini jadi masalah ya sekarang? Padahal sebelumnya kita gak pernah ada debat tuh soal jagain Ara."

"Karena kamu berubah semenjak naik jabatan. Your ambition is out of control."

"Look, here's the actual problem. Jujur aja sih, Bi, kamu insecure karena aku naik jabatan? Mendadak jadi sok sibuk juga di saat yang sama. Takut kesaing kah kalau duit aku lebih banyak?"

"Legina, stop."

"Makanya kamu nyerang dengan cara licik ya sekarang. Selingkuh sama klien sendiri? Kamu pikir aku bakal messed up pas tau kalau kamu ternyata sesampah ini?"

Kedua tangan Abian terkepal. Sangat kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Abian betul-betul menahan dirinya untuk tidak memukul apapun di sini. Dan itu susah.

"I said stop it."

"Can you just divorce me, Abian? I don't wanna live with you again," Sampai kalimat itu bahkan terucap. Sepasang netra Legina sudah memanas. Air matanya merembes perlahan, "Don't worry, I'll bring Ara with me."

"Kamu gila ya, Gina?!" Emosi Abian kesulut. Dia langsung gerak dan mencengkram bahu Legina, berharap yang dia dengar barusan adalah kesalahan, "You better take that words back."

Tapi Legina memalingkan wajahnya.

"mah??? pah????"

Baik Abian maupun Legina serta merta menoleh. Ara berdiri di ambang pintu sambil ngucek mata dan memeluk boneka beruangnya.

"Eh, Ara kebangun ya?" sapa Legina. Buru-buru dia mengelap air matanya dan tersenyum hangat, "Maaf ya kalau mama berisik."

"mah kok nangis? pah juga nangis??"

Abian menunduk, mengusap wajahnya sekilas lalu mengambil langkah mundur. Lelaki itu menghampiri Ara. Berjongkok di depannya.

Satu tangan Abian bertumpu di puncak kepala sang anak, membelainya sayang, "Papa pergi dulu ya. Ara lanjut bobok gih."

"pah mo mana??"

"Nginep di rumah Om Arya."

"ala mo ikut."

"Jangan. Kasian Mama gak ada yang nemenin. Ara di sini aja."

"tapi besok pah pulang kan??"

Kali ini Abian gak jawab. Dia cuma mengulum bibir. Abis itu Abian berdiri. Dan setelahnya beneran cabut keluar rumah. Karena kalau lebih lama lagi di sana, Abian takut akan melukai Legina.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[✔️] BlueberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang