Habu menyukai bagaimana ia berada di luar rumah ketimbang di rumah.
Dan Habu menyukai bagaimana ia bertemu seorang gadis yang membuatkannya americano di konter kafe ketimbang bertemu istrinya yang membuatkannya madeleine di dapur.
Semua ini dimulai saat Habu makan siang pada jam istirahat di kafe dekat kantornya. Itu sekitar setahun lalu. Seorang karyawan yang biasanya membuatkannya americano telah digantikan dengan seorang karyawati berstatus mahasiswa tahun pertama. Gadis itu punya tubuh yang kecil, rambut sepunggung berwarna cokelat, suara yang cempreng namun ekspresif, dan sudut bibir yang terus tertarik. Selain karena gadis manis itu adalah sosok baru di kafe tersebut, kelakuan cerobohnya sebagai pekerja barulah yang menjadi alasan pandangannya tak mau lari dari gadis itu. Sebagai pekerja baru, gadis itu kewalahan membuatkan pesanan meski ia berusaha berhati-hati meletakkan gelas kopi di atas nampan sebelum cairan hitam dari gelas tersebut tumpah-tumpah. Gadis itu terkadang melewati salah satu pesanan seseorang, dan saat pelanggan mengeluhkan hal itu, ia akan menghadiahi kepalanya dengan pukulan kecil dari kepalan tangan kirinya sembari tersenyum tak enak dan meminta maaf.
Dari tempatnya duduk, pandangan Habu tertuju ke tanda nama yang tersemat di celemek cokelat milik gadis itu, 'Hono'.
Mengingat istirahat makan siang hampir berakhir, Habu pun meninggalkan kafe tersebut meski tungkainya enggan melangkah. Selain karena sebenarnya ia masih ingin melihat gadis itu, perasaan tak enak terus mengganggunya hingga ia sampai di meja kerjanya. Ia menyadari ada sesuatu yang hilang. Ia memeriksa saku jaket dan celananya, memeriksa isi tasnya. Dompet berwarna hitamnya tidak ada di sana. Kemungkinan terbesar benda tersebut tertinggal di atas meja kafe tempatnya duduk karena setelah membayar di kasir dan mengambil pesanannya, ia terus menenteng benda itu hingga ia duduk.
Habu ingin segera kembali ke kafe tersebut, akan tetapi lembar-lembar di atas mejanya masih menumpuk sehingga ia mengurungkan niatnya dan akan ke kafe tersebut setelah pekerjaannya beres sembari berharap dompetnya disadari oleh para pekerja kafe dan disimpan.
Sebelum Habu bergegas menuju kafe tersebut selepas jam kerjanya berakhir, sosok yang baru ia kenal sedang berdiri di luar pintu utama. Langkahnya pun terhenti. Sosok tersebut menoleh, sekilas berjengit saat tahu bahwa Habu tak jauh darinya, lalu senyum kikuknya terukir di wajahnya. Si karyawati kafe itu. Gadis itu sudah tidak lagi mengenakan seragam kerjanya, melainkan mantel krim yang di baliknya terdapat gaun salmon pink semata kaki.
"Habu-san?" gadis itu memastikan. Tak lama ia mengingat bahwa dirinya lupa memberi salam, maka ia membungkuk sebentar sebelum ia menyodorkan dompet berwarna hitam kepada Habu. "Ini, dompetmu tertinggal... Mumpung sifku berakhir sejak sore tadi, atasanku memintaku sekalian mengantarkan ini ke kantormu... tapi, aku takut dompetmu tak sampai kepadamu bila kutitipkan ke lobi... Oh, dan aku tahu kantormu melalui kartu pengenal kantormu di dalam dompet... jadi, begitulah."
Habu mengambil dompet miliknya.
"Emm, maafkan aku. Mungkin agak lancang..." gadis itu segera meminta maaf saat Habu masih tak merespons. Namun, demi mencairkan suasana yang canggung, Habu cepat-cepat mengembangkan senyum.
"Tidak masalah. Aku sangat berterima kasih karena kau mengantarkannya langsung padaku." Ujar Habu seraya memasukkan dompetnya ke dalam saku jaketnya. "Omong-omong, bagaimana caraku membalasnya?"
"Eh, tidak usah. Tidak perlu membalasnya." Hono melambai-lambaikan kedua tangannya di depan dada. "Itu sudah keharusan untuk mengembalikan barang milik orang lain."
Habu berpikir sejenak. Ia tak ingin kesempatan berinteraksi dengan gadis itu berakhir. Lagi pula, gadis itu belum juga beranjak dari hadapannya, seolah-olah menunggu keputusan darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing
FanfictionCerita pendeknya Sakurazaka46 yang agak melokal. [Ditulis menyesuaikan mood dan pengalaman]