Kembang Api Terakhir

146 14 2
                                    

Di dalam mimpiku, kudapati punggungku bersama punggungmu sedang berdampingan, memandang langit malam penuh bintang. Kita mengenakan yukata, menunggu sesuatu muncul di langit dengan duduk di bangku halaman kuil. Kembang api yang ditunggu-tunggu akhirnya meluncur, lalu mekar bagaikan bunga lili merah raksasa. Dalam kesunyian berkat terpanah menyaksikan kembang api itu, tiba-tiba kau berkata, "Aku menyukaimu".

***

Aku Fujiyoshi Karin. Genap 17 tahun akhir Agustus nanti. Murid kelas 2-4. Tidak suka belajar. Suka mencampurkan makanan asin dengan madu. Dan bisa meramal masa depan melalui mimpi.

"Fujiyoshi-san, tolong ramal kami. Apa lebih baik murid-murid kelas tiga pergi darmawisata ke Kyoto atau ke Hiroshima?"

"Karin-san, menurutmu apa klub Basket bisa memenangkan pertandingan basket antar sekolah di musim panas kali ini?"

"Karin-chan, ramal aku, ramal aku! Akhir-akhir ini aku bosan dengan pacarku dan ada pemuda lain yang sedang mendekatiku. Bila aku putus dengan pacarku, apa hubunganku dengan pemuda itu bisa berjalan dengan baik?"

"Fujiyoshi-san, Ibu ingin kau membaca keberuntungan Ibu... Tenang saja, kau tidak perlu remedial mata pelajaran Ibu. Jadi, apa Ibu bisa bertemu jodoh Ibu tahun ini meski umur Ibu sudah 48 tahun?"

"Fujiyoshi-san, aku akan membukakan gerbang untukmu setiap kali kau terlambat atau sesekali ingin membolos, tapi bisakah kau memimpikan berapa nomor undian lotre yang keluar bulan ini?"

Semua penjuru sekolah tahu bahwa aku bisa meramal masa depan. Para senior, teman sekelasku, murid-murid yang mengikuti klub, para guru, hingga satpam sekolah.

"Lebih baik pergi ke Hiroshima. Meski jauh dan memakan banyak biaya, kalian akan menikmati tempat wisata dengan cuaca yang cerah. Kyoto bakal hujan deras selama kedatangan kalian."

"Musim panas kali ini ada kemajuan. Tidak menjadi pemenang pertama, runner-up. Tapi di pertandingan selanjutnya, kalian mungkin bisa menjadi pemenang."

"Pemuda itu berengsek, hubungan kalian tidak akan berjalan lancar seperti hubunganmu dengan pacarmu. Tetaplah bertahan dengan pacarmu. Ada kejutan yang akan ia berikan."

"Bila Ibu mengikuti reunian teman-teman SMA Ibu pada libur musim panas nanti, Ibu akan bertemu dengan jodoh Ibu."

"Aku sebenarnya tidak boleh meramal ini... 12 13 98 23... Aku hanya bisa memberi empat pasang angka saja. Maaf, Pak."

Karena itulah, setiap jam istirahat maupun jam pulang sekolah, orang-orang sudah mengantre di depan kelas, kemudian segera mengelilingi mejaku untuk diramal. Bagaimana semua orang bisa tahu? Semua itu dimulai saat aku SD. Selama aku bersekolah, tidak ada anak perempuan yang mau bermain denganku, entah karena alasan apa. Namun, setelah aku mengatakan kalau aku pandai membaca masa depan lewat mimpi dan mampu meramal mereka, semua orang berteman denganku. Bakat spesialku itu pun terus tersebar dari mulut ke mulut hingga sekarang. Saat menjadi murid SMA, aku pun sadar bahwa semua yang kulakukan ternyata sangat melelahkan. Maka, musim panas tahun ini menjadi terakhir kali aku menerima tawaran memprediksi masa depan orang-orang.

"Hei hei hei... Mengantre dengan benar! Ayo, berbaris dengan rapi. Jangan lupa siapkan 2500 yen kalian."

"Bukankah minggu kemarin 1000 yen? Mengapa tiba-tiba kami harus menambah 1500 yen? Kemahalan."

"Karena ini adalah sesi ramalan terakhir sebelum sang peramal hiatus dalam waktu yang belum ditentukan. Lagi pula, bila kalian melakukan ramalan dengan peramal terkenal, kalian akan habis sampai ratusan ribu yen."

"Oh tidak! Itu berarti kita harus menanyakan soal keberuntungan kita hingga sepuluh tahun ke depan."

"Tidak bisa! Kalian tidak ingat peraturannya apa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang