Aku kucing keturunan scottish straight tabby. Buluku mengembang dengan warna perak. Ekorku panjang. Kaki-kakiku lumayan pendek. Mata besarku berwarna emas, hidung dan mulutku kecil.
Aku tinggal bersama tuan--atau kau sebut saja babu--bernama Risa di sebuah kontrakan.
Risa tidak bersamaku saat aku lahir. Kami bertemu saat usiaku tiga bulan di rumah babu lamaku, Ten. Risa yang merupakan senior Ten di kampus datang ke rumah mengantarkan tugas-tugas kuliah lamanya sebagai acuan Ten untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Saat itu aku sedang menatapi kedua saudari tiriku, Kira dan Onuma yang sedang bermain. Kira dan Onuma berbulu oranye. Mereka berdua memang aktif sehingga Ten lebih senang bermain dengan mereka ketimbang aku.
Saat Ten membuatkan teh, Risa duduk di kursi tamu sembari memperhatikan Kira dan Onuma. Dia tak bereaksi seperti manusia gila pada umumnya dengan berkata 'Uwaaah, menggemaskaaaaan!' lalu mendekati kami dan mengelus-elus sesuka hati mereka sebelum menggendong kami. Risa hanya diam, seakan sedang mengobservasi mengapa dua kucing berbulu oranye itu bisa berlari dan saling menggigit secara brutal. Tak lama dari itu, mata Risa berpindah padaku. Kami bertatapan cukup lama.
Di dalam pikiranku, dia tak menganggap kucing adalah makhluk spesial. Imej cuek dan keren dia pun kurasa tak cocok bila menimang-nimang kucing sembari bersuara sok imut agar kami balas tertarik padanya.
"Kak, maaf ya lama. Tadi kehabisan gula, jadi harus belanja dulu ke depan gang." Ten pun muncul, membawa nampan berisi dua cangkir teh.
Risa agak kaget atas kedatangan Ten, ia pun tersenyum tipis, memaklumi.
"Tak apa-apa."
Usai menyodorkan cangkir kepada Risa, Ten duduk di samping Risa. Ia memandang ke arahku yang hendak terlelap.
"Kakak suka kucing?"
"Eh?"
Risa bereaksi seakan-akan baru saja ketahuan bahwa rahasia terbesarnya telah terbongkar dan diketahui oleh seluruh umat manusia... Ah, masa iya dia suka kucing? Aku saja tidak yakin.
"Kalau kakak mau, ambil saja dia." Ten menunjukku yang berbaring di lantai dengan arah pandangnya.
Ya, gaya tidurku memang aneh. Seluruh kakiku menempel ke lantai.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(begini kira-kira gayanya. sorry gak hd fotonya, nyomot google)
"Kucing ras memang begitu, Kak." Jelas Ten. "Bawa saja dia. Aku tak suka dengannya, dia pemalas. Bersuara saja tidak mau, apalagi diajak bermain."
Ten memang babu yang kurang ajar. Beruntunglah setelah itu Risa membawaku ke kontrakannya dengan kardus Indomie. Aku masih ingat itu. Aku bahkan masih ingat Risa membawa motor King-nya begitu laju meski melewati jalanan penuh lubang dan bebatuan.