Panjat Dinding

210 15 7
                                    

Seandainya ada lomba dengan kategori Pemalas se-Osaka, barangkali Karin-lah juaranya.

Pemalas, julukannya. Satu di antara kaum rebahan. Berada pada status stadium akhir.

Semua orang yang mengenalnya tahu itu.

Saking pemalasnya, segala hal yang dilakukan Karin selalu setengah-tengah. Membuatnya gampang menyerah, tidak memiliki cita-cita, dan hanya berguling-guling ria di kasur sembari melihat akun gosip di twitter dan menonton video YouTube milik Suhay Salim. Padahal sejatinya, Karin memiliki segudang bakat seperti menggambar, bermusik, pencak silat, menari zapin, hingga merukiah teman-temannya saat kesurupan masal di sekolah.

Saat hari ketiga di tahun pertama SMA, kelas tanpa guru pun diisi oleh kakak-kakak tingkat yang mempromosikan ekskul masing-masing. Karin tak begitu tertarik karena hampir semua ekskul sejak SD sudah ia sambangi, namun tak sampai sejam di pertemuan pertama, ia sudah mengundurkan diri. Alasannya? Jelas malas.

"Halo, adik-adik, kami dari Sispala. Ada yang tahu apa itu Sispala?"

Kakak tingkat yang memperkenalkan diri dengan sapaan Risa, melontarkan pertanyaan dengan sedikit senyum.

"Siswa Pecinta Alam, Kak! Ekskul yang kerjaannya jalan-jalan ke alam, naik gunung!"

Jawab seseorang di belakang Karin dengan berteriak, membuat Karin tak jadi memejamkan matanya dan mau tak mau memusatkan perhatiannya pada kedua orang yang berdiri di depan papan tulis sembari merentangkan kertas karton berisi foto-foto kegiatan ekskul mereka.

"Betul, betul betul!" sahut kakak tingkat di sebelah Risa, dengan tanda nama 'Ozeki' di kemeja putihnya. "Selain itu, kita juga sering mengikuti perlombaan seperti Lomba Lintas Alam. Dan kalau kalian tahu dinding panjat di tepi lapangan sana..."

Ozeki menunjuk ke luar kelas, murid-murid yang duduk di depan dapat turut mengikuti arah tunjuk Ozeki, termasuk Karin yang duduk di bangku baris kedua.

"Nah, kalian akan dilatih sampai kalian bisa diikutsertakan lomba panjat dinding." Jelas Ozeki yang bersemangat. Ia pun menepuk pundak Risa, membuat Risa yang tadinya memperhatikan satu per satu murid di kelas terlonjak kaget dan hampir mengomel. "Kakak ini atlit panjat tebing. Sudah lima kali ikut lomba panjat dinding dan tiga kali mendapatkan medali emas."

Yang dibicarakan hanya tersenyum canggung.

"Jadi, yang ingin bergabung, berkumpul di depan dinding panjat. Hari Kamis, pukul tiga sore. On time." Risa pun menutup promosi ekskulnya.

Sepulang sekolah, Karin yang baru saja keluar dari kelas, terdiam sebentar di tepian selasar, menatap dinding panjat berwarna hijau dengan batu-batu semen berwarna-warni yang tertempel secara acak di sana. Barangkali tinggi dinding itu mencapai lima meter. Di puncak, dinding itu sedikit melengkung dan ada satu batu di sana.

Melihat dinding panjat, seketika pikirannya mundur ke masa kecilnya. Di mana ia bersama neneknya sedang menonton FTV di saluran SCTV mengenai romansa anak kuliahan yang entah kenapa bisa jatuh cinta akibat kegiatan panjat dinding. Tiba-tiba saja ia berpikir ingin memanjat dinding itu, barangkali ada bakat lainnya yang harus ia keluarkan.

Jadi, Karin pun sudah berkumpul di depan dinding panjat saat pertemuan ketiga. Sebenarnya, ia tak mau ikut ekskul mana pun. Lebih baik tidur saja sampai maghrib setelah pulang sekolah, namun kedua teman dekatnya, Inori dan Chukemon terus mencuci otaknya setiap hari dengan kata-kata,

"Seru kali kegiatannya! Ekskul paling santai! Mau ke pantai akhir Desember. Jalan-jalan ke luar kota, gratis!".

Siapa yang tak mau keluar kota secara cuma-cuma?

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang