Bab 6.a

970 139 4
                                    


Langit yang mendung memang tak berarti hujan, namun luka yang ditorehkan sudah pasti memiliki rasa sakit.

Sekitar pukul 9 malam Jeno akhirnya terbangun. Sayup-sayup ia bisa mendengar suara TV menyala tidak terlalu keras. Awalnya ia pikir kalau suara itu dari ruang tengah, namun saat ia membuka matanya, ternyata suara itu tak jauh dari posisinya berbaring sekarang.

Jeno hendak bergerak, namun entah kenapa tubuhnya terasa remuk dan kepalanya sangat sakit. Untuk beberapa saat ia menikmati rasa sakit itu sambil beristighfar. Perlahan ia mengingat lagi apa yang terjadi sebelum akhirnya ia terbaring begini.

Pintu kamar, membuka pakaian bagian atas, lalu gelap. Hanya itu yang bisa Jeno ingat.

Astagfirullah, batin Jeno. Ia baru ingat tentang kepalanya yang tiba-tiba pusing dan akhirnya jatuh pingsan. Karena ingat hanya ada Nana di rumah, Jeno bertanya-tanya, siapa yang sudah menggendongnya ke atas kasur.

Lekas ia mengumpulkan tenaganya untuk bangun. Ia harus memeriksa keadaan Nana, ia khawatir kalau sampai wanita itu yang membawanya ke kasur.
Jeno dudukan tubuhnya sambil meringis, karena kepalanya benar-benar sakit. Semakin sadar ia malah semakin bisa mendengar ada suara dengkuran halus dari arah sofa dekat TV yang membelakangi tempat tidur.

Perlahan Jeno beranjak dari kasur dengan sekuat tenaga yang dimilikinya, dan kemudian berjalan sangat perlahan ke arah sofa. Dan saat ia tiba di sana ia agak terkejut kala menyadari siapa yang saat ini sedang tidur pulas di sana.
Nana tengah tidur dengan posisi yang sangat epik, dan ada beberapa cemilan yang tumpah di atas sofa juga lantai. Sepertinya wanita itu ketiduran saat nonton TV.

Kemudian Jeno mendudukan dirinya di sofa sebelah Nana dan meraih remote yang ada di tangan Nana untuk mematikan TV.

Selama beberapa saat Jeno mengistirahatkan tubuhnya di atas sofa, berharap kalau tubuhnya akan segera membaik, namun ternyata tidak, kepalanya malah semakin pusing karena memang Jeno belum sempat minum obat yang diberikan oleh Gie.

Sampai akhirnya entah bermimpi apa, tubuh Nana tiba-tiba seperti terkejut dan ia pun terbangun. Dengan mata yang masih mengantuk ia melihat Jeno tengah duduk tak berdaya di sebelahnya.

"Udah bangun?" Nana sembari menguap dan merenggangkan otot-ototnya.

Jeno tidak tahu dimana ponselnya, sedangkan ia harus mengatakan sesuatu pada Nana. Akhirnya ia menggunakan bahasa isyarat walaupun ia tahu Nana tidak akan mengerti.

Maaf, kamu jadi tidur di sini. Kamu sebaiknya pindah ke kasur.

Nana mendecak.
"Udah, nggak usah ngomong apa-apa dulu, lagian gue nggak ngerti. Ayo cepet aku balik ke kasur, jangan tidur di sini."

Jeno menggelengkan kepalanya pelan sambil berusaha tetap penyadarkan dirinya.

"Kok nggak mau sih? Mas nggak boleh tidur di sini, nanti sakitnya tambah parah. Kenapa? Nggak kuat jalan sendiri? Yaudah sini aku bantuin."

Mendengar itu Jeno langsung menggeleng lebih gesit dari sebelumnya.

Jangan, kamu sedang hamil, nggak boleh kelelahan. Tubuh aku berat.

"Ck! Apa sih? Aku nggak ngerti, ayo ah udah cepetan aku bantuin."

Tanpa mempedulikan Jeno yang terus menolak, akhirnya Nana berusaha memapah tubuh Jeno ke atas kasur.

Sesampainya di kasur Nana langsung rebahan di samping Jeno mengistirahatkan tubuhnya. Memang benar, tubuh Jeno cukup berat karena postur badannya yang tinggi dan kekar.

BE HERE FOR YOU (GS/LOKAL)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang