BE HERE FOR YOU (GS/LOKAL)✔

Bab 11.b

Ketika kita tak mampu memaafkan diri sendiri, maka kita akan menjadi manusia egois yang akan mencari sesuatu ataupun seseorang untuk disalahkan. Dan ketika rasa sakit menjadi rasa yang tak mampu merelakan, maka disanalah letak celaka yang sesungguhnya.

••••

Tanggung jawab adalah hal yang harus dilakukan meski apapun alasan halangannya, karena tanggung jawab adalah untuk kebaikan bersama.

Kini Jevano menelan ludahnya setelah melihat hasil rapat yang pagi ini tak sempat ia hadiri lantaran mengurusi tangan Nana yang cidera akibat kecerobohan sang istri. Berkali-kali Jeno beristighfar dalam hatinya kala melihat kurva dan putusan tim meeting pagi ini, yakni 75% peserta rapat menyetujui kalau Jeffrey lah yang harus terjun langsung ke proyek baru mereka sebagai kepala proyek sekaligus penanggung jawab.

Perkaranya adalah investor yang datang pagi tadi adalah investor yang begitu idealis dalam memilih orang-orang yang akan meralisasikan dana mereka, bukan orang yang terlambat datang dan bahkan tak bisa menjelaskan secara rinci kalaupun dipersilahkan. Sedikitnya Jeno mengambil hikmah dari kejadian pagi ini—bukan berarti dia bersukur Nana terluka—ini lebih ke soal persiapannya yang kurang matang untuk mengikuti meeting.

"Papi nggak akan menyalahkan kamu kalo emang alasannya karena Nana terluka dan kamu harus stay di rumah tadi pagi, tapi ayo sekarang kita cari solusinya untuk ngerebut lagi hati investor. Gimana kalo papi atur lagi pertemuan kamu sama mereka, dan papa rasa rancangan presentasi yang kamu bikin jauh lebih bagus daripada punya si Jeffrey," kata pak Agung berusaha meyakinkan Jeno untuk mau berusaha lagi menarik simpatik para investor.

Jeno menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil, di satu sisi dia sangat bersukur karena ayah mertuanya sangat mendukungnya, tapi di sisi lain Jeno tidak sepakat dengan sang mertua, karena dalam hal ini dia melihat apa yang Jeffrey presentasikan itu ide yang sangat bagus menurutnya, dan Jeno tidak akan berbohong meskipun dia jadi sedikit merasa tersaingi.

"Papi, saya paham maksud papi, tapi alangkah bagusnya kalo kita sudahi aja terima keputusan rapat kali ini. Terlepas dari apa tujuan Jeffrey, tapi apa yang Jeffrey presentasikan itu ide yang bagus, papi juga pasti setuju kan? Jadi alangkah baiknya kalo kita menerima kenyataan aja. Mungkin sudah jalannya seperti ini dari Allah, toh Allah maha mengetahui mana yang baik dan tidak. Nggak peduli siapa yang akan jadi penanggung jawab proyek itu, bagi saya yang terpenting adalah keberhasilannya."

"Ya tapi Jen, papa nggak setuju aja kalo ide proyek yang kamu cetuskan itu akhirnya diakuisisi secara besar-besaran sama orang lain cuma karena idenya juga bagus atau karena kamu yang terlambat datang pas meeting. Kamu inget kan? awal proyek ini adalah ide kamu, kamu loh yang rancang ide awalnya. Apa iya kamu mau melepaskannya begitu aja?"

Jeno kali ini tertunduk, merasakan hatinya juga bergetar mendengar ucapan sang mertua, dia ingat betul berapa lama memikirkan tentang ide proyek tersebut, dan kini pada akhirnya penanggung jawab proyek tersebut bukanlah dirinya.

Namun, Jeno tidak ingin terlarut dalam kesedihannya, dia akan lebih menerima apa yang sudah terjadi, karena dia pikir ini juga bagian dari rencana baik Allah untuknya.

"Betul memang proyek ini ide awalnya dari saya, tapi sejauh apapun kita berusaha untuk menggapai kalau Allah belum mengizinkan kita bisa apa pi?"

"Bisa! pasti bisa kok. Papi yang akan atur pertemuan kamu sama para investor tadi pagi, Allah menyarankan kita harus ikhtiar dulu sebelum ikhlas kan?" sang papi masih tak ingin menyerah.

Jeno mengangguk dan kemudian tersenyum pada papinya.
"Baik kalo memang papi pikir itu adalah bagian dari ikhtiar, saya akan coba semaksimal mungkin untuk buat presentasi baru di depan investor. Tapi, apapun hasilnya nanti, saya nggak akan menolak keputusan mereka, karena saya yakin mereka jauh lebih paham apa yang terbaik untuk proyek yang sedang kita kerjakan ini daripada saya."