Bab 10.b

913 96 16
                                    


"Cintailah aku karena Allah, bukan karena nafsumu."

Baru kali ini Jeno bisa merasakan bagaimana yang namanya dimanjakan oleh seorang wanita, lantaran setelah shalat magrib bersama Nana tiba-tiba istrinya itu mengajaknya ke atas kasur dan memijiti pundaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru kali ini Jeno bisa merasakan bagaimana yang namanya dimanjakan oleh seorang wanita, lantaran setelah shalat magrib bersama Nana tiba-tiba istrinya itu mengajaknya ke atas kasur dan memijiti pundaknya.

"Pokoknya malem ini Nana bakalan bikin tidur mas Jeno nyenyak, karena Nana kayanya jarang banget bisa nyenengin mas," Tutur Nana dengan nada yang kedengarannya merenung.
Jeno sendiri bisa mencerna kata-kata Nana itu dengan baik, dia pikir mungkin Nana sedang memikirkan tentang ucapan Gie beberapa hari kemarin, bahwa mereka belum boleh melakukan hubungan intim untuk sekarang-sekarang. Dan kemungkinan besar Nana juga takut kalau Jeno akan terlalu lama menunggunya kalau sampai dua bulan ke depan.

Akan tetapi ada yang Nana belum mengerti dari sifat suaminya itu, Jeno sebenarnya tak terlalu memikirkan hal itu, karena baginya kesehatan Nana adalah hal nomor satu, lagipula Jeno juga bukan pria yang tak bisa menahan nafsunya, dia adalah pria beriman yang bisa meredam nafsu yang seringnya ditemani oleh bisikan setan jika kita tak bisa mengendalikannya dengan baik.

Kini Jeno berbalik menghadap ke arah istrinya, kemudian dia memegang tangan sang istri dan menciumnya dengan lembut.

"Nana, dengar aku ya...Sebenarnya aku tau apa yang lagi kamu pikirkan tentang aku, dan kalau nggak salah menebak, aku cuma ingin menegaskan ke kamu kalau semuanya akan baik-baik aja. Aku akan bersabar menunggu kapan pun kamu bisanya. Kita tidak boleh memaksakan sesuatu hanya berdasarkan nafsu belaka. Dan soal pijitan ini, makasih ya sayang. Tanpa kamu melakukan ini pun aku udah sangat bahagia bisa bersama kamu. Kamu adalah istri paling sempurna menurut versiku. Jadi jangan terlalu banyak memikirkan hal yang nggak perlu lagi ya?"
Kata Jeno dengan bahasa isyarat.

Nana mengangguk dan memeluk punggung Jeno. Mendekap suaminya yang sangat baik hati itu erat-erat sambil merasakan kehangatan yang menjalari tubuhnya hingga matanya terpejam damai.
Namun, di sela-sela kedamaian itu, Nana teringat lagi tentang apa yang dikatakan oleh papinya kemarin di telefon, itu mengenai Jeffrey.

Sang papi masih khawatir, dan dia hanya ingin memastikan kalau puterinya sudah melupakan pria itu dan tak akan terpengaruh dengan apapun yang akan dilakukannya, karena entah kenapa Agung masih merasa Jeffrey punya niat tersembunyi di balik bergabungnya dia dalam perusahaan.

"Mas..." Panggil Nana pelan, Jeno yang sedang ikut terpejam menikmati pelukan Nana pun lekas membuka matanya pelan-pelan.
"Jeffrey udah mulai kerja di kantor ya? dia nggak ngomong apa-apa kan ke kamu?" pertanyaan itu membuat Jeno tersenyum kecil, setelah itu dia berbalik menghadap ke arah istrinya yang ternyata kelihatan khawatir jika dilihat dari raut wajahnya.

Kemudian Jeno menggelengkan kepalanya.
"Nggak ngomong apa-apa kok. Kami bekerja kaya biasa aja sesuai dengan job masing-masing. Aku lihat dia pekerja yang ulet juga, kinerjanya bagus," jelas Jeno dengan senyuman ramah ciri khasnya. Setelah itu dia membelai pipi istrinya, mencoba menenangkan sang istri agar tak terlalu khawatir seperti saat ini.

BE HERE FOR YOU (GS/LOKAL)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang