Pria Misterius

711 27 2
                                    


Lily Pov.

Selain mengisi kegiatan dirumah, aku juga sering mengunjungi sebuah cafe yang di dalamnya juga difasilitasi perpustakaan kecil. Letak cafe ini berada di pinggir jalan dan tidak terlalu jauh dari rumahku di desa. Jika aku pulang bersama bibi dari kota, aku selalu mampir ke cafe ini untuk sekedar menghilangkan penat, dan bibiku biasanya pulang lebih dulu ke rumah.

Namanya Ellen Cafe. Karena nama pemiliknya adalah seorang wanita paruh baya bernama Ellen Calista Maria. Ya.. tentunya bibi Ellen adalah manusia yang juga tinggal di pinggiran kota Axnessia.

"Bi? bibi Ellen..."

Bibi Ellen berdeham pelan lalu terkesiap saat melihat kedatanganku. Ia terbangun dari tidurnya yang dalam keadaan duduk menyandar di tembok kasir dan langsung merapihkan bajunya.

"Ah.. maaf nak Lily, selamat datang di cafe Ellen. Maaf aku ketiduran tadi, kau mau pesan apa?"

"Maaf aku membangunkanmu bibi. Seperti biasa, aku mau pesan Hot Chocolate dan membaca novel," ucapku yang merasa tidak enak.

"Baiklah, pesananmu akan segera datang. Mmm... pasti novel favoritmu itu ya? Biar bibi carikan untukmu ya, tunggu sebentar," ucap bibi Ellen dengan senyum ramahnya.

"Tidak usah bi, biar Lily sendiri yang mencari di perpustakaan," cegahku sebelum bibi Ellen pergi ke dapur.

"Ah, baiklah kalau begitu," katanya sambil tersenyum lalu pergi ke dapur.

Bibi Ellen sudah hafal dengan kebiasaanku di cafenya, yaitu membaca novel kalau tidak hanya sekedar minum kopi atau coklat panas. Aku juga sering mengajak Audrey kesini dihari minggu. Kebetulan dia juga suka membaca novel.

Cafe ini bisa dibilang tempat pelarianku disaat bosan dan penat datang. Karena cafe ini tidak begitu ramai dan suasananya yang tenang. Meski awalnya, aku tidak pernah berani pergi kemana pun selain ke sungai kunang karena sebuah perbatasan antara desa dan kota yang banyak dihuni vampire. Bibi Aisha juga melarangku untuk pergi ke kota jika tidak ada hal mendesak.

Pada awalnya kota Axnessia memang dihuni manusia. Namun sejak datangnya bangsa vampire ganas yang entah datang dari mana, kota ini diserang hingga menjadi kacau, penduduk desa pun tak terkecuali. Kemudian beberapa anggota keluarga memutuskan untuk pindah ke luar kota.

Kota ini juga diambil alih oleh bangsa mereka dan para penyihir. Aku tidak tahu, mahkluk apa lagi yang tinggal disini selain vampire, penyihir dan manusia.

Akhirnya semakin lama populasi manusia semakin berkurang. Mereka, bangsa vampire membuat kesepakatan bersama manusia yang masih bertahan di kota ini untuk tidak saling menyakiti bahkan membunuh. Namun balasannya, tidak sedikit dari manusia yang dipekerjakan menjadi budak, pelayan, pengawal Kerajaan bahkan seorang 'fana' untuk makanan mereka. Kesepakatan itu sudah puluhan tahun lalu dan masih berjalan hingga saat ini.

Namun yang membuatku sedikit lega adalah, ras vampire mereka yang sekarang berbeda dari sebelumnya. Bibiku bilang kebanyakan dari mereka tidak meminum darah manusia. Mereka lebih suka darah hewan seperti Rusa, Angsa dan Domba. Mereka bahkan sudah terbiasa hidup berdampingan dengan manusia. Walaupun aku selalu diperingatkan untuk tetap waspada jika bergaul dengan vampire.

Yah.. jika sedang berada di cafe Ellen, aku hanya bisa melihat kegiatan mereka di pagi dan sore menjelang petang. Alasannya... ya karena mereka, bangsa Vampire takut terkena matahari.

Biasanya dari kaca jendela cafe, aku melihat mereka berlalu lalang di jalanan kota yang sepi. Kebanyakan para gadis. Perilaku mereka memang sedikit misterius. Raut wajah mereka yang pucat dan selalu datar, tidak banyak bicara. Itulah caraku membedakan antara vampire dan manusia, selebihnya perilaku dan penampilan mereka sama seperti manusia.

My Strong Girl Mate [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang