"Apa wajahku terlihat menyeramkan?" Sosok yang sejak tadi ditatap diam-diam itu mendadak menoleh, membuat yang ditanya nampak gelagapan sendiri, pipinya bersemu memerah dan ia memalingkan wajah. Desir angin yang berembus lembut nampak menggoyangkan anak-anak rambut gelapnya.
"Ah? T-tidak," sahutnya pelan.
"Lantas mengapa kamu terus menatapku begitu?" tanya si pemburu lagi, dan wajah mungil itu kembali menoleh, menautkan tatapan dengan sepasang amber madu milik yang dewasa.
Ilino terdiam sesaat sebelum menjawab, "Luka di sebelah matamu itu ...."
"Menjijikan?" pungkas Chris, namun segera disambut gelengan kuat oleh Sang Pangeran.
"Bukan!" pekiknya kencang.
"Lalu?" Lawan bicaranya menuntut jawaban.
"Aku hanya penasaran, apa yang terjadi hingga kamu punya luka seperti itu? Apakah karena pertarungan?" jawabnya, begitu lugu.
Pemburu muda itu tertawa pelan mendengarnya, ia menggelengkan kepala sembari mengulangi ucapan Sang Pangeran, "Pfftt ... pertarungan, katanya?"
"Apakah ada yang lucu dari pertanyaanku?" tanya Ilino segera, yang meredakan tawa Chris; berganti dengan tatapan intens kepadanya.
Lelaki itu mengedikkan sebelah bahu sekilas dan berucap, "Tidak sih." Wajah tampannya lantas menoleh ke arah langit senja di atas mereka menatap awan yang saling berarak-arakan dihempas sang angin. "Kalau dibilang ini luka karena pertarungan rasanya terlalu berlebihan," pungkasnya dengan suara pelan.
"Tapi itu terlihat cukup parah. Jadi, kalau bukan karena pertarungan, lalu karena apa?" Sepertinya Pangeran Ilino terlalu penasaran untuk ingin tahu cerita apa yang tersembunyi di balik luka pada sebelah mata si pemburu.
Chris kembali menoleh dan tersenyum getir, "Kau tentu tahu apa yang biasa dilakukan anak lelaki, bukan?" Ia lantas balik bertanya.
"Karena berkelahi?" terka yang muda.
"Hmm ... mungkin bisa dikatakan begitu?" Bahunya kembali mengedik sebelah.
"Aku juga suka berkelahi saat masih kecil dulu dengan anak Ksatria Dominic," papar Ilino dengan wajah begitu polos, namun kalimatnya disuguhi tawa remeh dari Chris.
"Pangeran sepertimu tentu takkan berkelahi seperti anak lelaki yang tinggal di desa, Ilino," balasnya.
Ilino tak menjawab, ia lantas mengernyitkan alis dan menatap Chris lekat seolah bertanya; memangnya perkelahian seperti apa yang terjadi dengan anak lelaki di desa? Bersamaan dengan itu desir angin kembali berembus dan menampar wajah manisnya.
"Mencuri, berebut makanan karena kelaparan, sepertinya takkan mungkin dirasakan oleh seorang Putra Mahkota sepertimu," lanjut Chris.
Mendengar itu Ilino nampak merundukan wajahnya dan berkata, "Maaf, aku tak bermaksud menyinggung."
"Oh, tidak. Aku sama sekali tidak tersinggung. Itu hal yang lumrah terjadi jika kau tinggal di pedesaan seperti kami," bantah yang lebih tua. "Cukup pedih, tapi aku tak merasa tersindir sama sekali."
Pangeran kecil itu tersenyum simpul mendengar jawaban sang pemburu, namun dalam lubuk hatinya ia meringis perih.
Ah, andai Chris tahu jika Ilino juga sempat merasakan bagaimana pedihnya kehidupan, dan tentu saja kata 'kelaparan' bukanlah hal yang asing untuk Ilino rasakan. Tapi sayang, Chris tak pernah tahu apa yang dilaluinya selama ini sebelum mereka bertemu.
"Andai aku tinggal di desa, mungkin aku juga akan jadi kuat dan berani sepertimu," gumam Sang Pangeran.
Pemburu itu menoleh tatkala rungunya menangkap apa yang ia katakan, dan membalas, "Kau Pangeran kecil yang berani dan juga kuat," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]
Fanfiction[HIATUS] Namanya Alexander Ilino, satu-satunya Pangeran di Kerajaan Alzarneast. Sosok manis dengan kulit seputih salju, rambut sehitam kayu eboni, pipi merona semerah darah, dan manik mata sekelam malam. Perangainya murah hati, lemah lembut, dan ama...