"Chris ...."
"Hm?"
Wajah tampan itu menoleh, mendapati Sang Pangeran yang duduk sembari termangu di depan jendela, melihat jauh ke luar yang mana mulai gelap gulita. Sementara itu dari arah dapur terdengar suara kericuhan yang Chris yakini tak lain karena ulah para kurcaci sendiri.
"Apa kamu gak penasaran?" tanya Ilino lagi.
"Tentang apa?" Kali ini Chris mendekat, ia menarik kursi dan duduk tak jauh dari si Pangeran.
Ilino menoleh, mengabaikan pandangannya sesaat dari pekatnya langit dan menautkan tatapan pada sepasang amber pria muda di hadapannya. Semburat pendar sinar keemasan dari lilin yang menyala menyinari wajah Chris seolah memberikan kesan jika ia sendirilah yang bersinar di sini.
"Ratu membenciku, aku tahu itu. Karena itu aku pergi dari Kastil, dan meninggalkan seluruh yang kupunya untuk menjadi miliknya. Tapi ... kenapa ia masih mengejarku dan ingin membunuhku? Bukankah sekarang apa pun yang ia inginkan telah dimilikinya?"
Suara kecil Ilino membaur bersama riuhnya deru angin di luar yang menggesekkan dedaun dan ranting-ranting kering. Embusannya yang kuat ikut menyergap, menyelinap masuk ke dalam celah-celah jendela serta ventilasi udara. Meniupkan lagam alam dingin yang menjilat kulit, dan menggoyangkan sang lilin hingga apinya tak lagi tegap. Cahaya keemasannya pun bergejolak, seiring dengan suara hati Chris yang seolah ikut beriak.
"Apa lagi yang diingkannya? Ia sudah menghabisi nyawa Yang Mulia Raja, dan merenggut takhta yang kupunya. Aku takkan menghalangi jalannya jika memang itu yang dikehendaki oleh Tuhan dari hidupku ini. Tapi ... kenapa ia masih memburuku?"
Dia ingin jantungmu! Jerit Chris dalam hati.
"Aku takut, meskipun aku sering mengatakan kalau aku tak lagi takut. Terus terang saja, aku lelah dengan semuanya. Aku lelah karena terus dihantui rasa bersalah karena melukai banyak orang di sekelilingku, dan aku lelah karena harus melarikan diri terus menerus. Aku lelah, Chris ..." lirih Ilino.
Chris sebenarnya bingung harus menjawab apa karena jelas paham akan perasaan Sang Pangeran yang tengah dirundung dilema; antara menyerah atau terus melanjutkan langkah.
"Jangan takut," ucap Chris, hanya itu yang sanggup dikatakannya dengan tangan terulur meraih telapak mungil Ilino dan menggenggamnya lembut. "Jika kau takut, dia akan semakin senang mengganggumu. Bukankah aku sudah berjanji kalau kau takkan pernah sendirian lagi setelah ini?" tambahnya.
Ilino terdiam, ia terkesiap melihat letupan cahaya lilin yang memantulkan sinar ke iris amber si pemburu. Begitu indah meski pijarnya hanya sekadar mematut bayangan semata.
"Kau takkan meninggalkanku?" cicitnya kecil.
"Takkan pernah," ikrar si pemuda.
Tapi ucapan itu tak lantas membuat Sang Pangeran menanggalkan wajah murungnya. Ia justru merunduk dan menekuk lesu pada bilah bibir ranum yang nampak memucat. Garis gelap dengan ruam kemerahan yang melingkar di leher jenjangnya sudah cukup menjelaskan dari mana asal muasal sendu yang terlihat kini di mata si pemburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]
Fanfiction[HIATUS] Namanya Alexander Ilino, satu-satunya Pangeran di Kerajaan Alzarneast. Sosok manis dengan kulit seputih salju, rambut sehitam kayu eboni, pipi merona semerah darah, dan manik mata sekelam malam. Perangainya murah hati, lemah lembut, dan ama...