"Maaf, maaf, aku gak bermaksud lancang ... aku, aku cuma kasihan liat kamu tidur nyandar di tembok aja, jadi kubawa ke sini," ucap Chris sembari merundukkan kepala pada Ilino karena merasa bodoh sudah menggendongnya tanpa permisi.
Ilino yang mendengar nampak canggung. Ia menggosok sebelah lengannya dan ada rona merah yang menyebar dari wajah ke telinganya kini. "Sudahlah ... jangan diperpanjang lagi," jawab Sang Pangeran.
Chris lantas pergi keluar saat para kurcaci mengajak Ilino agar tidur di salah satu kasur mereka. Tapi, saat ia berbelok di salah satu dinding, saat itu juga sesuatu terjadi.
"Hebat!" ucap Noel yang mendadak menghadangnya di depan, ia tersenyum miring dengan lengan terlipat di dadanya, sedangkan di belakang ada Noah yang berdiri dengan sebilah pedang yang ujung mata pisaunya menunjuk pada pinggul Chris.
"Apa maumu?" tanya Chris seketika dengan wajah datar. Ia bukan tak tahu dengan sosok kembaran si kurcaci di depannya ini yang mungkin saja akan menusuknya tanpa pikir panjang. Ia hanya bertanya karena penasaran apa mau dari keduanya.
"Apa mau kami? Harusnya kami yang menanyakan itu padamu, apa maumu?! Kau mengincar Pangeran, 'kan?" pungkas Noel kemudian.
"Semua orang mengincarnya, kurasa bukan hanya aku saja, dan kurasa kalian pun begitu," tukas Chris segera.
"Kau orang jahat, berbeda dengan kami!" Noah di belakang seketika menyangkal.
"Tapi kalian juga punya niat lain dari menyembunyikan Ilino di sini, 'kan?" bantah Chris, tak mau kalah.
Namun sukses seketika membuat semuanya terdiam.
"Katakan padaku, jika yang aku katakan barusan adalah kebenaran. Kalian diam begini bukankah sudah menjelaskan kalau kalian gak lagi bisa mengelak?!" tuntut Chris, lagi.
Noah dan Noel saling lirik tanpa adanya jawaban, dan itu jelas mengundang dengkusan remeh dari Chris serta cibiran, "Kalian pikir aku ini segitu bodohnya? Kalian mengizinkan Pangeran tinggal di sini bukan berarti secara cuma-cuma 'kan? Aku jelas paham bagaimana perangai para kurcaci, terlebih jalan pikir kaumnya."
"Ya," pungkas Noel. "Mungkin kau benar, kami juga punya niat lain dengan membiarkan Pangeran ada di rumah yang selama belasan tahun kami sembunyikan dari dunia luar ini. Tapi, bukan niat palsu sepertimu juga. Lagipula, kami takkan menyakitinya," paparnya kemudian.
"Oh, jadi tebakanku benar? Kalian juga punya 'apa-apa' di balik topeng kalian ini padanya?" Chris tertawa miring. "Sungguh, luar biasa sekali, ya? Menipu seorang Putra Mahkota yang lugu akan semudah ini," tambahnya.
"Terserahmu, katakan itu mudah, tapi tidak juga jika dibayar dengan apa yang kami pertaruhkan dengan adanya dia di sini juga," sangkal Noel.
"Kau hanya mengasuh anak belasan tahun, anggap saja begitu," cibir Chris.
"Benar, tapi anak belasan tahun yang kamu katakan ini selalu diintai dan membawa marabahaya terlebih untuk orang di sekitarnya," sahut Noah.
Chris terdiam, ia masih berdiri dengan mata pisau yang mungkin saja akan menikam punggungnya jika saja salah berkata setelah ini.
"Jadi ... apakah aku salah satu dari bahaya yang kalian maksud itu?" tanyanya. "Dan apakah ini artinya kalian akan menyingkirkanku? Membunuhku?" tambahnya kemudian.
"Tentu," jawab Noah.
Hening sesaat, Chris tak menjawab lagi dan seolah bersiap apabila pisau itu benar-benar akan menikamnya. Namun, setelah sekian detik berlalu dan hanya ada sunyi yang merayap di antara ketiganya, ia tak juga merasakan ada rasa sakit atau apa pun yang mendukung kalimat si kurcaci tadi.
"Kenapa belum?" tanyanya lagi, seraya menantang mautnya sendiri.
"Untuk? Membunuhmu? Kamu menunggu itu?" Tapi Noah malah balik bertanya.
"Katanya aku ini bahaya yang harus disingkirkan 'kan? Kenapa belum? Kupikir setelah ucapan tadi itu kau akan segera menusukku dengan pisau mainanmu. Apa kau ragu? Atau aku harus meminjamkan pedangku jika itu perlu?" Chris berkata pongah.
"Sombong sekali," pungkas Noel, lalu siapa sangka ia akan mengeluarkan sebilah pedang yang semula disembunyikan di balik punggungnya sendiri dan mengacungkannya tepat ke depan wajah Chris.
"Noah tak segera menikammu bukan berarti dia ragu, tak mampu, atau takut melakukannya. Tapi karena sedang memikirkan sebaiknya mayatmu nanti akan dijadikan apa," katanya kemudian, dan sukses membuat Chris terdiam.
"Sekadar info, satu dari tujuh di antara kami adalah seorang yang handal dalam hal menguliti, baik itu hewan maupun manusia. Membuat keset dari kulitmu tentu bukan hal yang sulit dilakukannya." Noah menambahkan. "Dan Noel benar, aku tak lekas menusukmu karena memikirkan hal itu."
Chris di hadapan kedua saudara kembar sulung ini memang diam tak ada jawaban, tapi bukan berarti dia takut. Buktinya ia justru menyahuti setelahnya dengan kalimat, "Kalau boleh menyarankan, kenapa tidak dijadikan karpet saja?"
"Tapi aku tidak akan setuju dengan usulan itu, atau apa pun yang akan terjadi di antara kalian setelah ini."
Mata Chris membelalak seketika, begitu juga dengan Noah dan Noel. Ketiganya segera menoleh dan menemukan orang yang menjadi pemicu pertengkaran ini tengah berdiri tak jauh dari tempat mereka. Memandang ketiganya dengan netra nampak bergetar ketakutan.
"Pangeran ..." cicit Noel.
"Turunkan," titah Ilino pada si kembar seketika. "Kumohon, turunkan pedang dan pisau kalian, sekarang."
"Tapi, Pangeran ... dia ini—"
"Aku tahu, aku menyadarinya," potong Ilino sebelum Noah benar-benar menyelesaikan kalimatnya. "Dia adalah bahaya karena utusan Ratu untuk menangkapku. Begitu juga dengan diriku sendiri di rumah ini ... adalah bahaya untuk nyawa kalian semua. Karena ke mana pun aku pergi, malapetaka akan senantiasa mengintai langkah kakiku. Benar bukan?"
"Tidak!" Itu Chris yang menjawab, ia menyangkal ucapan Sang Pangeran dengan segera sebelum Noah dan Noel.
"Aku tahu, aku mendengar, dan aku sadar dengan semua yang terjadi di sekitarku, begitupun akan semua kebaikan yang keluarga ini berikan."
"Tunggu, Pangeran! Kami bisa jelaskan," pungkas Noah.
"Terlalu jahat sebenarnya jika aku masih berharap bisa berdiam lama di sini sedangkan keberadaanku adalah musibah untuk siapa pun yang ada di sekitarku." Ilino menarik napas panjang. "Sudah selesai, aku akan pergi sekarang juga," tambahnya sebelum berbalik masuk.
Ilino jelas kecewa saat ini, tapi bukan pada mereka yang jelas-jelas punya maksud lain di balik afeksi yang ia terima. Melainkan dengan dirinya sendiri. Kenapa baru sekarang dia menyadari kalau ia tak lebih dari sebuah bom waktu yang akan menghabisi nyawa siapa saja jika berada di dekatnya?
"Pangeran!"
"Ilino, tunggu. Dengarkan aku!" tahan Chris sembari beranjak dan mengejar Sang Pangeran, sebelum menarik lengannya, tanpa sadar membawanya ke dalam pelukan.
"Kau bukan marabahaya atau malapetaka, kau adalah mukjizat yang ada di baliknya," katanya, dan ucapan itu sukses membuat Ilino menangis seketika.
Hai! Gimana puasanya?
Maaf kalau ... iya, gaje banget isinya wkwk!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]
Fanfic[HIATUS] Namanya Alexander Ilino, satu-satunya Pangeran di Kerajaan Alzarneast. Sosok manis dengan kulit seputih salju, rambut sehitam kayu eboni, pipi merona semerah darah, dan manik mata sekelam malam. Perangainya murah hati, lemah lembut, dan ama...