"Kita akan ke sana?"
Suara kecil itu mencicit di tengah dinginnya udara, bersautan dengan embusan angin yang seketika membuat dirinya bergidik.
Langit masih gelap, fajar pun belum menyingsing, tapi tujuh kurcaci dan sang pemburu itu sudah bersiap dengan semua barang yang hendak dibawanya, tak luput pula dengan si pangeran kecil yang menjadi satu-satunya alasan kenapa mereka berkumpul sedini hari ini.
"Jangan takut, aku akan mendampingimu," ucap Chris sembari memberikan mantel tebal yang ia bawa dari dalam rumah untuk Ilino. "Noah menyuruhku memberikan ini padamu, katanya mantel ini cukup tebal dan bisa menahan udara dingin," pungkasnya kemudian.
"Terima kasih," sahut yang muda, tapi wajahnya masih dirundung gelisah dan takut yang mendera. "Jadi, kita akan lewat sana?" tanyanya sekali lagi, masih dengan masalah yang sama.
"Hanya itu jalan yang bisa kita lalui, Pangeran. Tapi tenang saja, aku dan saudara-saudaraku akan melindungimu," jawab Nutty yang muncul tiba-tiba dari balik pintu, lalu dengan sedikit congkak ia bergaya layaknya seorang ksatria hebat tatkala menghunus pedang miliknya.
"Turunkan, Nutty! Itu bahaya! Atau kepala kau akan kupukul!" titah Noel disertai ancaman, dan si bungsu pun merungut seketika.
Meski ragu pada jawaban yang diterimanya, Ilino masih berusaha tersenyum. Ia tahu semua ini terjadi karena dirinya, oleh karena itu sebisa mungkin ia tak ingin terus menyusahkan mereka.
"Baiklah, sudah siap semuanya?" Noah keluar dari rumah dengan membawa sebilah tombak yang cukup besar di salah satu tangan, sedangkan di sisi bahunya yang lain bergelayut ransel besar yang ukurannya nyaris setengah besar dari tubuhnya, entah berisi apa.
Dengan serempak adik-adiknya pun segera mengangguk, mereka semua bersiap dengan barang bawaan masing-masing.
Chris meraih tangan Ilino, membuat Sang Pangeran menolehkan wajahnya dan menautkan pandangan dengan jelaga kembar yang bertanya-tanya; apakah mereka akan baik-baik saja setelah ini?
"Kamu percaya padaku, kan?" tanya si pria dengan lembut. "Aku takkan meninggalkanmu sendirian," tambahnya.
Masih ragu, tapi kepala dengan untaian helai surai sekelam malam itu pun mengangguk kecil. "Aku percaya padamu," jawabnya.
Maka melangkah seketika kaki-kaki itu menyeberangi sungai melewati titian kayu menuju hutan terlarang di seberang. Suara dari hewan-hewan malam masih apik terdengar di telinga seolah mereka bersorak-sorai pada jiwa-jiwa yang tengah mengelana menembus gelapnya malam.
"Tak perlu membayangkan hal-hal aneh," ucap Chris yang berjalan tepat di belakang Ilino, sementara tujuh kurcaci itu memimpin di depan keduanya.
"Aku tahu," sahut Sang Pangeran walau ragu. "Mereka akan menjadikan ilusi fana bila aku membayangkan," tambahnya.
"Lagi, kau tak perlu takut," imbuh si pemburu.
Tangan dengan urat-urat biru kehijauan yang menyembul dengan kentara itu begitu sigap menarik lengan yang muda tatkala sebuah kubangan lumpur hampir diinjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]
Fanfic[HIATUS] Namanya Alexander Ilino, satu-satunya Pangeran di Kerajaan Alzarneast. Sosok manis dengan kulit seputih salju, rambut sehitam kayu eboni, pipi merona semerah darah, dan manik mata sekelam malam. Perangainya murah hati, lemah lembut, dan ama...