Kalau boleh jujur, Chris merasa degup jantungnya melonjak seketika saat iris gelap itu terbuka dan pupilnya sejurus memandang tepat pada iris amber milik Chris.
Cantik!
Ia memekik dalam hati bukanlah sebuah kebohongan. Sungguh, bagi Chris yang sejatinya sering kenal dan mengenal banyak perempuan, namun tak ada yang memiliki rupa semenawan Ilino. Padahal secara harfiah remaja ini memiliki gender yang sama dengannya; lelaki tulen.
Tapi kenapa dia bisa lebih cantik ketimbang kaum hawa yang banyak Chris kenal?
Lucunya lagi, tak dapat dipungkiri oleh si pemburu ini bahwa mata sosok pangeran di hadapannya adalah mata paling indah yang ia lihat. Dan rasanya darah Chris berdesir hangat, membawa laju dengan cepat ke arah jantung hingga mungkin dirasa-rasa suara degupannya bisa didengar dengan jelas oleh telinganya kini. Kencang sekali.
Jelaga sekelam malam nan bulat bersih itu bergulir sesaat; melirik ke bawah, ke atas, ke kanan, ke kiri, ke sana, kemari dengan gerakan yang tegas penuh waspada, sebelum bibirnya mencicitkan kata, "Ularnya sudah pergi?"
Ingin Chris tergelak seketika, namun ia tahan dan hanya ada lengkungan di netra ambernya yang menjelaskan pada Ilino bahwa bibir si pemburu tengah tersenyum kini; walau tak dapat dilihatnya karena setengah wajahnya tertutupkan sehelai kain hitam.
"Bukankah sudah kubilang kalau itu hanya ilusi?" Alih-alih mengatakan 'ya' si pemburu malah balik bertanya.
"Tapi ... bagaimana dengan hewan lainnya? Kalajengking, kelabang, kelelawar, sampai burung gagak dan lebah hitam yang menyerangku? Apakah itu juga ilusi?" Sang Pangeran sepertinya cukup penasaran pada apa yang terjadi di sekitarnya kini. Iris sekelam malamnya kembali bergulir, memindai pada beberapa batang pohon yang berdiri tegak di dekat mereka.
Tumbuhan berkayu hitam itu semula bergerak. Ilino masih ingat bagaimana dahannya yang berupaya menyergap, dan juga dengan akar-akarnya yang seumpama kaki; keluar dari tanah lalu berusaha menjegal langkahnya. Apakah semua itu juga ilusi?
"Dengar, hutan ini, hutan mistis. Pohon di sini—mereka—hidup bukan selayaknya tumbuhan biasa yang makan dengan cara fotosintesis. Melainkan dengan menghisap tenagamu lewat rasa takutmu, dan juga ilusi yang diciptakan karena rasa panikmu. Mereka makan dengan itu," papar Chris.
Penjelasannya sudah cukup memberitahukan pada Ilino kalau lelaki ini tak hanya sekadar tahu, namun juga paham benar akan Hutan Terlarang tempat mereka berada.
Tapi, rasa panik yang semula meluruh itu perlahan kembali naik saat tangan besar si pemburu menarik lengannya. Tak terlalu kencang, tak juga dengan gerakan menyeret seperti tadi, kali ini Chris hanya seperti hendak menuntun dirinya dan ia berkata, "Sudah tenang? Kalau begitu ayo pulang."
Namun Ilino tak juga bergerak. Ia masih berdiri di tempatnya. Angin dingin berembus, menyapu anak-anak rambutnya yang setengah kotor dan basah karena sempat berbaring di atas lumpur tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]
Fanfiction[HIATUS] Namanya Alexander Ilino, satu-satunya Pangeran di Kerajaan Alzarneast. Sosok manis dengan kulit seputih salju, rambut sehitam kayu eboni, pipi merona semerah darah, dan manik mata sekelam malam. Perangainya murah hati, lemah lembut, dan ama...