- 03 -

20.4K 1.4K 24
                                    

[ Hoshi ]

• • •

Paginya, gue terbangun dengan tangan gue yang memeluk tubuh Bang Jer, juga kepala yang bersandar pada dadanya yang bisa gue rasakan detak jantungnya yang normal serta deru napasnya yang teratur tanda dirinya masih tertidur.

Gue nggak begitu mengingat gimana bisa posisi gue malah manja kayak gitu, yang jelas gue langsung bangkit setelah mengingat semalam gue melakukannya sama Bang Jer, yang mana dia adalah Abang Ipar gue atau lebih jelasnya Suami dari Kakak gue sendiri.

Awalnya sih gue mau bersikap profesional karena gue udah mendapat bayaran langsung dari temannya. Tapi entah kenapa gue malah ketagihan dan akhirnya kebablasan. Gue dan Bang Jer melakukannya beberapa kali, sampe gue kecapekan sendiri dan akhirnya ketiduran.

Dan setelah gue bangun, posisi gue malah memeluknya dengan kepala gue yang bersandar pada dadanya yang baru gue sadari dia nggak mengenakan pakaian apapun begitu juga dengan gue sekarang.

Harusnya sih gue langsung bangkit, dan pergi dari tempat ini sebelum Bang Jer bangun. Tapi, saat mata gue melihat benda besar juga panjang yang saat ini sedang mengalami reaksi pagi yang normal untuk semua lelaki di dunia.

Benda itu sangat keras dan menjulang tegak begitu gue menyibakkan selimut yang tadi menutupinya.

Gue tergoda untuk menyentuhnya dan berniat untuk memainkannya. Karena sedari semalam gue mengaggumi benda milik Bang Jer yang sangat sempurna untuk tipe kesukaan gue.

Benda itu sangat pas dan nikmat saat berada di dalam tubuh gue. Apalagi permainannya yang nggak membosankan membuat gue ikut menegang dan hampir ingin mengajak Bang Jer untuk melakukannya lagi dan masuk ke ronde kelima.

Untungnya gue nggak jadi melakukannya. Gue tersadar dan langsung menggelengkan kepala gue kuat untuk kemudian menatap wajah Bang Jer yang tenang dan masih terlelap di sana.

Setelahnya dengan gerakan yang amat pelan, gue berhati-hati turun dari atas kasur dan mulai mencari pakaian gue yang untungnya gue taruh di atas meja nakas sebelumnya. Mengenakannya dengan cepat, lalu segera pergi keluar dari kamar hotel itu setelah sebelumnya gue mengirim pesan ke ponsel Bang Jer, memberitahunya untuk merahasiakan atau bahkan melupakan apa yang sudah gue dan dirinya lakukan semalam.

Gue tau, kalo gue nunggu Bang Jer bangun. Gue bakal berakhir diinterogasi olehnya. Karena semalam dia hendak melakukannya yang untungnya bisa gue alihkan dengan melakukan hubungan intim yang bagaimanapun Bang Jer juga udah berniat mencobanya.

Dan sekarang gue udah berada di dalam kosan gue dan langsung merebahkan tubuh gue ke atas kasur untuk melanjutkan tidur gue yang masih merasa lelah, pegal, dan juga mengantuk.

Cukup lama gue tertidur. Hingga akhirnya gue terbangun begitu mendengar dering ponsel gue yang berbunyi dengan layar yang menampilkan nama Adam, seorang teman yang mengenalkan gue ke dunia per-lonte-an.

"Hmm...ngapa, Dam?" tanya gue, dengan suara sedikit serak dan mata yang terpejam.

"Lo dimana? Ada cowok yang nyariin lo nih." ujarnya. Gue tau apa maksud ucapannya itu. Makanya gue langsung membalas dengan berkata.

"Nggak dulu, Dam. Gue udah cukup pemasukan buat tiga bulan ke depan." jawab gue.

"Hah? Kok bisa?" herannya.

Gue merubah posisi gue, dan mulai membuka mata karena gue ingin menceritakan apa yang gue alami semalam padanya.

"Semalem gue ngelayanin cowok tajir. Bukan cuma satu, tapi dua. Banyak lah bayarnya. Dan lo tau nggak apa yang mengejutkan?" ucap gue. Rasa kantuk gue udah hilang entah kemana. Saat mengobrol bersama Adam, bawaannya gue semangat. Semangat gosipin cowok-cowok yang jadi pelanggan gue maupun dirinya.

Brother in Law [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang