[ Jerhemy ]
• • •
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dan aku masih saja duduk di depan televisi yang menayangkan sebuah acara yang aku tidak tau apa karena televisi itu ku gunakan untuk membunuh waktu selama menunggu Hoshi yang mungkin sekarang sedang dalam perjalanan pulang.
Ya, setelah Ayah-Ibu dan juga ketiga Adik ku pulang. Aku memutuskan untuk menunggu Hoshi yang sebelumnya izin untuk mengantar temannya--Adam, pulang ke rumahnya. Dan itu sudah berlangsung selama empat jam lamanya.
Aku sendiri tidak paham, mengapa aku rela menungguinya pulang sampai selarut ini. Yang mana padahal aku memiliki jadwal rapat di pagi hari nanti.
Tapi setelah ku pikir-pikir, hari ini sangat sedikit sekali waktuku bersama Hoshi yang hanya bertemu tatap dan mengobrol sejenak tentang masalah gedung yang sudah ia dapatkan.
Aku juga tak mengerti maksudnya apa. Tapi ku rasa, aku merindukannya. Dan itu terbukti begitu sosoknya tiba yang membuat perasaan ku menjadi hangat yang akhirnya tersenyum tulus setelah seharian ini ku paksakan senyumku demi Ayah dan Ibuku yang secara mendadak ingin mengunjungi rumah dan Istriku.
"Belom tidur lo, Bang?" tanya Hoshi. Ia berjalan mendekat lalu duduk di sampingku dengan jarak beberapa senti.
Aku menggeleng pelan, "Belum. Abang lagi nonton nih." balasku, dengan dagu yang menunjuk ke arah televisi.
Hoshi hanya mengangguk-angguk kecil. Setelahnya, ia merentangkan kedua tangannya untuk kemudian meregangkan otot-otot tubuhnya sebelum akhirnya ku dengar dirinya yang berkata.
"Kak Her udah tidur, Bang?" tanyanya. Kini aku yang mengangguk sebagai jawaban.
"Kakakmu kecapekan, makanya udah tidur dari jam sebelas tadi." ucapku.
Hoshi meng-oh saja yang kemudian melengkungkan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum dengan tatapan yang mencurigakan. Sebenarnya aku tidak mau berpikiran aneh tentang senyuman juga tatapan itu.
Tapi saat ia merapatkan duduknya padaku, juga tangannya yang memelukku dari samping. Aku menjadi yakin, akan maksud pertanyaan juga tatapan serta senyuman yang Hoshi berikan itu.
"Kalo gitu, gue bisa kayak gini ke elo kan, Bang?" ucapnya, yang kini menyandarkan kepalanya di atas bahuku dengan mata yang menatap lurus ke arah televisi di depan ku.
Aku tidak mengatakan apapun. Juga tidak merasa risih akan perbuatannya yang meniru perbuatan Herna setiap kali kami menonton televisi berdua.
Aku malah menggunakan satu tanganku untuk ku letakkan di atas kepalanya, yang kemudian ku usap rambutnya pelan yang terasa lembut di tanganku. Bahkan saat ini bisa ku cium harum sampo yang keluar dari setiap helai rambutnya. Membuatku tanpa sadar menciumnya untuk ku hirup harum rambutnya yang menenangkan.
Dan kini kami hanya diam. Dengan posisi yang sama menatap layar televisi yang mempertontonkan sebuah film yang perlahan terasa seru juga menegangkan.
Namun kemudian, aku dialihkan dengan Hoshi yang memanggilku menggunakan suara yang pelan.
"Bang Jer~" panggilnya, dengan tangan yang memainkan jari-jari tanganku yang bebas.
Aku tidak bisa melihat wajahnya. Jadi aku hanya berdeham untuk menanggapi panggilannya.
"Kalo gue bilang, gue lagi pengen. Apa Bang Jer mau ngeladenin gue?" ungkapnya. Tangannya kini sudah beralih menjadi meraba paha hingga pinggir selangkangan ku.
Dan ya, seperti yang sudah ku duga. Perilaku serta tatapan juga senyumannya tadi, tidak jauh-jauh dengan hal yang berbau ranjang.
"Emang kamu lagi pengen?" tanyaku, dengan satu tangan yang ku gunakan untuk mengelus rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother in Law [END]
General FictionKetika sebuah kebetulan menjadi kebiasaan hingga akhirnya membuat sesuatu yang awalnya biasa saja, menjadi sebuah ketergantungan yang sulit untuk dihindarkan. • • • R21+