21

429 17 0
                                    

[ Hoshi ]

• • •

Malam itu, saat tanpa sengaja gue sama Bang Jer kepergok Jordan lagi ciuman. Gue dengan cepat turun tangan dan berusaha menghubunginya untuk berbicara empat mata dengannya.

Untungnya Jordan bersedia. Dia dengan sabar mendengarkan penjelasan gue dan mengatakan mengapa gue melakukannya. Ya, walaupun pada akhirnya keputusannya adalah menyuruh gue untuk menyudahi hubungan gue dengan Bang Jer sebelum dia mengirim foto yang ia dapatkan ke Kak Her.

Awalnya gue ragu untuk menerima syarat itu. Tapi mengingat bagaimana bahagianya Kak Herna setelah menemukan kekasih hatinya hingga ke pelaminan, gue akhirnya menyanggupi syarat itu yang tentu saja meminta waktu beberapa minggu sebelum memutuskan hubungan bersama Bang Jer.

Jujur gue nggak tau harus gimana ngomong sama Bang Jer nanti. Gue aja yang memikirkannya nggak sanggup untuk melakukannya, apalagi Bang Jer yang menerima pernyataan gue?

Dan karena itulah gue beberapa hari ini dilanda kebingungan, gue merasa sesak dengan sesekali menangis sambil menyesali keputusan gue yang bermain api sama Bang Jer. Yang mana sekali lagi membuat gue meragukan keberadaan cinta yang sesungguhnya di dunia seperti ini.

Kalo ditanya tentang perasaan gue ke Bang Jer...tentu saja gue menyukainya, gue menyayanginya, bahkan sudah menjurus ke arah cinta.

Sebenarnya gue tau, hubungan gue dengan Bang Jer nggak akan mulus. Mengingat dirinya yang sudah beristri yang mana istrinya adalah Kakak kandung gue sendiri.

Tapi entah kenapa, walaupun gue tau. Gue merasa sangat enggan untuk melepaskan Bang Jer. Gue...gue sangat menyayanginya, perlakuannya terhadap gue, rasa perhatiannya, sangat melekat pada diri gue. Gue nggak bisa membayangkan jika semua tentang dirinya akan hilang begitu gue menyudahi hubungan gue dengannya.

Gue mungkin akan sangat kehilangan. Gue mungkin akan terpuruk dan butuh waktu cukup lama untuk bangkit kembali.

Hah....kenapa harus ketahuan sama Jordan sih? Kenapa gue gegabah ciuman sama Bang Jer di tempat umum kayak gitu?

Gue masih ingin berlama-lama memadu kasih sama Bang Jer. Dan juga, gue baru merasakan senang setelah sekian lama keinginan gue yang nggak pernah tercapai akhirnya terkabulkan.

Tapi gue nggak bisa menyalahkan Jordan juga. Karena pada akhirnya hari yang menyakitkan itu tiba.

Gue yang udah berjanji akan menyudahi hubungan gue sama Bang Jer dalam beberapa minggu ini, langsung dikabulkan dalam beberapa hari saja.

Gue yang merasa bahagia karena hari ini adalah hari kelahiran Bang Jer, seketika merasakan runtuhnya dunia yang membuat gue sulit bernapas selama beberapa saat begitu Kak Her mengatakan kejutan yang ia siapkan yang berupa sebuah kehamilan pertamanya yang sudah cukup lama ia idam-idamkan.

Gue tau itu harusnya momen mengharukan. Dan gue menitikkan air mata saat itu juga, bukan air mata kebahagiaan, melainkan akibat rasa sakit yang gue rasakan tiba-tiba begitu menyadari hubungan gue bersama Bang Jer selesai sudah.

Ini sungguh membuat gue gila. Gue harusnya sama bahagianya seperti Kak Herna sekarang. Tapi yang gue lakukan malah merasa kehilangan. Gue Adik yang amat durhaka. Dosa gue amat besar padanya. Karena disaat momen yang membahagiakan, gue malah berbalik dan pergi dari sana dengan air mata yang kian deras membasahi pipi gue.

Dada gue terasa sangat sesak. Terasa sangat sulit untuk menghirup udara. Bahkan gue sudah merasa ngos-ngosan karena berlari begitu cepat menjauhi rumah dengan tanpa alas kaki yang gue gunakan.

Gue nggak tau harus kemana. Perasaan ini sungguh menyakitkan. Gue nggak sanggup menerimanya, ini sama sakitnya saat gue kehilangan tiga orang tersayang gue yang pergi secara bersamaan.

Gue tau ini salah. Sangat salah. Tapi...gue nggak bisa membohongi perasaan gue sendiri. Gue amat sangat menyayangi Bang Jer. Gue juga amat menyayangi Kak Her.

Harusnya antara Bang Jer dan Kak Her adalah pilihan yang mudah bagi gue. Karena pada dasarnya gue nggak ingin membuat Kak Herna sedih setelah dirinya merawat gue.

Tapi....ah, entahlah. Gue nggak sanggup lagi untuk memikirkannya. Gue hanya bisa mengeluarkan air mata gue tanpa berbuat apa-apa.

Gue terus mengeluarkannya sambil duduk diam di salah tempat duduk umum di dekat jembatan. Entah berada dimana gue sekarang, gue udah nggak perduli walaupun beberapa kali orang menghampiri gue untuk menanyakan apakah gue baik-baik saja.

Sampai akhirnya gue sadar kalo hari sudah gelap dengan gue yang mulai merasa kedinginan. Gue pun memutuskan untuk bangkit dari sana setelah perasaan gue sedikit membaik juga karena air mata gue yang sudah sulit untuk gue keluarkan lagi.

Niatnya gue ingin bermalam di rumah Adam. Namun karena gue nggak membawa apapun seperti dompet dan juga ponsel gue, gue pun memutuskan untuk pulang setelah tau dimana gue berada. Lagipula, pasti Kak Her bertanya-tanya gue kemana di hari yang membahagiakannya ini.

Tapi memang seharusnya gue nggak pulang dulu untuk sementara. Karena saat gue sudah sampai gerbang rumah, gue dipertemukan oleh Bang Jer yang baru saja keluar dari mobilnya.

Dia berlari ke arah gue, dan menahan tangan gue cukup kuat seakan takut gue akan menghilang darinya.

"Abang udah nyari kamu kemana-mana Hos. Abang sangat khawatir. Abang kacau. Abang...abang pikir nggak bakal ketemu kamu lagi." ucapnya, dengan nada bicara yang cukup cepat yang bisa gue rasakan kekhawatiran yang mendalam pada dirinya.

Bang Jer memeluk gue erat. Membuat perasaan gue yang tadi sudah membaik kembali terluka. Gue pun mengerahkan tenaga gue untuk mendorong lepas dirinya.

Bang Jer memang melepaskannya, tapi dengan cepat dirinya mencium bibir gue dan melumatnya cukup kasar. Dan dengan satu tangan yang berada di belakang kepala gue, Bang Jer menekannya untuk memperdalam ciuman yang dia lakukan.

Gue sempat membalasnya, dengan air mata yang kembali mengalir yang membuat napas gue tercekat karenanya. Dengan segenap tenaga yang tersisa, gue pun mendorong tubuhnya menjauh.

Dari sini bisa gue lihat betapa kacaunya Bang Jer. Mendengar dirinya yang berkata sudah mencari gue kemana-mana, membuat gue cukup kasihan. Tapi ini bukan saatnya untuk itu, melainkan waktunya bagi gue untuk membuat pernyataan gue padanya.

Walaupun ini sangat sulit, gue menguatkan diri gue untuk berkata.

"Udah Bang. Udah cukup. Apa yang kita lakuin lebih dari sebulan ini, kita akhiri sampe disini. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Baik itu sebagai pemuas nafsu maupun tentang perasaan kita satu sama lain." ucap gue, dengan suara yang bergetar berusaha menahan isakan gue melihat wajah terluka yang Bang Jer keluarkan.

Bang Jer terlihat nggak percaya akan apa yang udah gue ucapkan. Dia bahkan bergetar dengan tangan yang menggenggam erat tangan gue meminta gue untuk menarik kembali ucapan gue barusan.

"Abang mohon, Hos. Jangan ambil keputusan itu. Kita lewati ini sama-sama ya. Abang mohon. Abang sayang sama kamu. Abang nggak mau kehilangan kamu. Abang...abang.." Bang Jer nggak bisa berkata apa-apa lagi, dia menundukkan kepalanya bersamaan dengan genggaman tangannya yang melemah. Bahunya sedikit bergetar menandakan isak tangis menguasainya.

Pemandangan itu sangat menyakitkan hati gue. Gue nggak mau melihat Bang Jer kacau dan menangis seperti itu. Tapi gue nggak bisa melakukan apa-apa. Ini memang sudah seharusnya. Dan pilihan terbaiknya adalah saling melupakan.

Melupakan semua kisah yang sudah gue ukir bersamanya selama sebulan ini. Demi kebaikan gue, Bang Jer maupun Kak Her.

Jika gue nekat dan mempertahankan Bang Jer. Semuanya akan bertambah runyam. Gue akan merusak rumah tangga Kakak kandung gue.

Menghancurkan keluarga yang akan menjadi orangtua untuk anak pertama mereka. Dan yang paling parahnya, berkemungkinan membuat Kak Her depresi hingga bunuh diri

Gue nggak mau itu terjadi. Nggak untuk yang kedua kalinya kehilangan orang tersayang gue.

Jadi ini adalah pilihan yang terbaik, dari yang terbaik.

• • •

tbc.

Brother in Law [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang