[ Hoshi ]
• • •
Setelah Bang Jer berkata begitu, gue dengan cepat membalikkan badan gue untuk berhadapan dengannya. Lalu entah setan darimana yang merasuki gue, gue dengan cepat menempelkan bibir gue pada bibirnya.
Menciumnya dan melumatnya cukup cepat. Bibir gue bergerak secara naluri untuk melumat bibirnya yang adiktif dengan rasa manis yang membuat gue enggan untuk melepaskannya.
Gue nggak tau ekspresi Bang Jer kayak gimana, karena kondisi kamar gue yang gelap juga gue yang menutup mata. Membuat gue hanya fokus melakukan apa yang gue lakukan sampai akhirnya gue rasakan lidah Bang Jer yang keluar dan memaksa masuk ke dalam mulut gue.
Gue membiarkannya. Membiarkan lidah miliknya menelusuri setiap sudut mulut gue yang rasanya sungguh aneh dan menggelitik namun enggan untuk gue akhiri.
Bahkan saat ini tubuh gue sudah berada di atasnya, dengan kedua tangan Bang Jer yang menahan kepala gue untuk memperdalam ciuman itu yang kini lidah kami saling bertemu dan bergulat satu sama lain.
Ini... benar-benar diluar imajinasi gue.
Gue nggak pernah suka sama yang namanya ciuman apalagi sama pelanggan yang menyewa gue. Gue selalu menolak untuk dicium walaupun banyak dari mereka berani membayar mahal.
Tapi saat ini, gue malah nggak mau mengakhirinya. Ciuman ini terasa begitu dahsyat. Gue sangat menikmatinya bahkan saat kami terpaksa melepaskannya karena napas kami yang sudah mulai habis karenanya.
Napas gue maupun Bang Jer memburu, setiap hembusan yang kami keluarkan saling bersahutan dengan mata yang saling menatap dibarengi dengan senyuman tipis yang Bang Jer berikan.
Gue bisa melihatnya dengan jelas. Ekspresinya, tatapannya, senyumannya, bahkan rambutnya yang saat ini gue pegang dan gue elus secara perlahan membuat sesuatu dalam diri gue tergugah. Hingga akhirnya gue kembali menciumnya dengan gerakan perlahan menikmati setiap gerakan yang kami ciptakan.
Nggak mau kalah dengan bibir yang terus bergerak saling melumat. Kedua tangan gue dan juga Bang Jer, disibukkan untuk menyentuh dan meraba tubuh kami masing-masing.
Gue bisa merasakan tangannya yang menulusup masuk ke dalam celana gue, merasakan tangannya yang mengelus pelan belahan bokong gue yang membuat lubang gue terbuka dan tertutup merasakan sensasi yang Bang Jer berikan.
Sedangkan gue, gue hanya meraba dadanya. Memainkan putingnya, memilinnya, sebelum akhirnya melepaskan ciuman itu dengan niat melucuti seluruh pakaian kami berdua untuk memulai apa yang kami berdua inginkan.
Kini tubuh kami sepenuhnya telanjang. Posisi kami pun menjadi sebaliknya, Bang Jer berada di atas gue, dengan gue yang bisa merasakan benda miliknya yang mengeras, menyentuh benda milik gue yang mengeras juga.
"Nggak pake pemanasan, ya." ujar Bang Jer dengan suara yang lembut yang ia akhiri dengan mencium bibir gue.
Gue nggak membalas ucapannya, yang mana artinya gue menyetujuinya karena pemanasan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan sekarang gue dan dirinya sedang berada di rumah, yang mana resikonya sangatlah tinggi jika gue dan Bang Jer melakukannya terlalu lama.
Bang Jer mengakhiri ciuman yang ia berikan, lalu beranjak dari atas tubuh gue dan duduk dengan kedua kaki yang ia lipat yang mengarahkan langsung benda miliknya ke arah lubang milik gue di bawah sana.
Setelahnya, Bang Jer mengangkat satu kaki gue untuk ia taruh di atas bahunya sehingga mempermudah benda miliknya masuk ke dalam lubang gue yang perlahan gue rasakan penuh pada bagian bawah gue yang gue iringi dengan desahan kecil menahan rasa sakit yang sempat gue rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother in Law [END]
General FictionKetika sebuah kebetulan menjadi kebiasaan hingga akhirnya membuat sesuatu yang awalnya biasa saja, menjadi sebuah ketergantungan yang sulit untuk dihindarkan. • • • R21+