[ Jerhemy ]
• • •
Aku tidak tau kalau Hoshi masih memiliki sikap kekanak-kanakan. Aku yang semalam menolak ajakannya yang memintaku untuk memasukinya, masih marah hingga keesokan harinya.
Dia mengabaikanku. Tidak membalas sapaanku, dan bahkan membuang muka saat berpapasan denganku.
Ini pertama kalinya bagiku merasakan semua itu. Dan itu tidak mengenakkan. Aku ingin sekali menegurnya, tapi aku juga sungkan karena sedikit merasa bersalah padanya yang sudah menolak untuk bermain dengannya semalam.
Tapi tidak bisa dipungkiri kalau aku juga merasa kesal.
Aku mungkin memang menolaknya. Tapi apakah dia harus bersikap begitu? Harusnya dia mengerti, aku sudah memiliki Istri dan Istriku adalah Kakak kandungnya.
Dan maksudku tidak ingin merusaknya, karena aku ingin dirinya hanya melakukannya bersama dengan orang yang disukai bahkan dicintainya. Ia sudah banyak bermain dengan orang lain, dan aku takut dia akan terjerumus dan akhirnya membawa malapetaka pada dirinya sendiri.
Ya, aku juga tidak bisa berbohong kalau aku menikmati bermain dengannya. Lubang miliknya yang nikmat, masih bisa ku rasakan dalam ingatanku. Dan bahkan aku sering melamun hanya memikirkan itu, yang untungnya aku masih memiliki akal sehat sehingga aku bisa menolaknya karena aku takut malah tidak bisa lepas dari rasa yang sangat memuaskan itu.
"Kamu mau kemana jam segini, Hoshi?" suara Herna terdengar dari arah ruang tengah.
Aku yang tadinya hendak menuju dapur setelah siap dengan pakaian kerjaku, jadi urung dan memilih menghampiri Herna juga Hoshi yang ada di sana.
"Mau ke rumah Adam. Gue ada janji sama dia." ucap Hoshi. Suaranya terdengar sangat jelas kalau dirinya sedang dalam suasana yang tidak mengenakan.
"Sepagi ini?" Hoshi mengangguk.
"Sarapan dulu lah. Kakak baru aja selesai masak buat sarapan kita." ujar Herna.
Aku hanya diam, sampai akhirnya tatapanku bertemu dengan Hoshi yang kemudian dirinya membuang muka dibarengi dengan dirinya yang berdecak kesal.
"Nggak dulu, Kak. Gue buru-buru." balasnya, dengan nada tertahan yang aku tau dirinya sedang menahan kesal.
Dia benar-benar seperti remaja sekolahan sekarang. Karena seharusnya dia melampiaskan kemarahannya padaku, tapi dirinya juga melakukannya pada Herna yang tidak tau apa-apa.
Tapi walau begitu, tanggapan Herna tetap lembut padanya. Menunjukkan betapa sayang dirinya terhadap sosok Hoshi yang berstatus sebagai Adiknya.
Dan itu membuatku semakin menyayanginya, karena memang sedari awal aku bertemu dengannya, sikap lembut dan penyayang nya lah yang membuatku mendekati hingga menikahinya.
Tapi entah kenapa sikap itu tidak menurun pada Adiknya yang menyimpang dan kekanakan. Padahal dia sendiri bilang ingin diperlakukan seperti orang dewasa karena ingin bebas.
Lihatlah. Bahkan dirinya pergi begitu saja tanpa berpamitan, membuat hatiku panas dan ingin sekali mengejarnya.
Haruskah dia semarah itu?
Jika aku memiliki anak dan bersikap seperti itu, aku pasti akan menghukumnya habis-habisan.
Setelah kepergiannya, aku dan Herna kembali ke dapur untuk sarapan. Tidak banyak yang kami obrolkan, hanya membahas tentang apa yang membuat Hoshi terlihat kesal yang tentu saja tidak ku beritahu alasannya sebenarnya.
Tak lama kemudian, aku pun berangkat kerja untuk menghabiskan delapan jam ke depan mengurusi perusahaan yang menghasilkan pundi-pundi uang.
Meninggalkan Herna yang berencana untuk melanjutkan kursus mengemudinya yang juga berpesan padaku agar aku mengantarnya berbelanja bulanan nanti malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother in Law [END]
General FictionKetika sebuah kebetulan menjadi kebiasaan hingga akhirnya membuat sesuatu yang awalnya biasa saja, menjadi sebuah ketergantungan yang sulit untuk dihindarkan. • • • R21+