- 05 -

17K 1.1K 36
                                    

[ Jerhemy ]

• • •

Waktu sudah hampir menunjukkan jam makan siang. Tapi sedari aku tiba di kantor hingga sekarang, aku masih disibukkan dengan dokumen-dokumen penting yang harus ku baca dan ku tanda tangani di atas meja.

Bukan maksudnya aku mengeluh. Aku sudah biasa melakukan hal ini semenjak jabatan ku berubah menjadi seorang Direktur Utama di perusahaan ini.

Hanya saja, pikiranku sedikit terganggu yang membuatku kurang tanggap juga teliti setiap membaca dokumen yang ada di atas meja ku.

Entah apa yang terjadi padaku. Tapi yang jelas, semenjak kemarin aku bersetubuh dengan Hoshi--Adik Iparku--aku selalu terpikirkan tentangnya.

Dan pikiran itu selalu mengarah ke hal-hal yang mengundang birahi ku seperti bagaimana bisa dia memiliki lubang yang sangat nikmat untuk ku masuki, hingga bertanya-tanya akan desahannya yang hebat yang membuatku ingin terus menggerakkan pinggulku memuaskannya.

Aku mungkin sudah gila karena memikirkan hal-hal mesum yang tidak berkaitan dengan Istriku sendiri.

Ya...aku mencintai Herna. Dia wanita yang baik, manis, cantik, dan sangat sempurna bagi hidupku. Dia pasangan yang tepat untuk ku sandingkan menjadi Istriku, dan tentu aku bernafsu bersetubuh dengannya.

Namun sayangnya, pernikahan kami belum dikaruniai seorang anak.

Tapi itu tidak masalah. Aku tidak menuntutnya karena memang belum dipercayai untuk memilikinya. Untungnya, kedua orangtuaku juga tidak mempermasalahkannya. Asal aku dan Herna bahagia, tidak masalah sampai kapanpun kami tidak memiliki anak.

Sebenarnya bukan hanya tentang hal mesum saja yang ku pikirkan tentang Hoshi selama aku bekerja. Aku memikirkan apa dia benar-benar pindah ke rumah ku atau malah menganggap segala ucapanku angin lalu dan tetap melakukan apa yang sudah ku larang.

Lebih dari itu, aku juga khawatir, kalau-kalau Hoshi mengatakan apa yang aku dan dirinya lakukan semalam juga tadi pagi pada Herna.

Memang, aku bilang aku tidak mempermasalahkannya. Tapi itu hanyalah sebuah kebohongan.

Sejujurnya aku takut Hoshi membeberkannya dan nanti malah membuat hubunganku dan Herna retak yang memungkinkan ku untuk kehilangannya.

Jadi, itulah mengapa aku sedikit terganggu selama aku mengerjakan perkerjaan ku yang membuatku sangat lama untuk menyelesaikannya.

Dering ponsel yang nyaring, mengalihkan perhatianku. Aku yang tadi sedang bergelut dengan dokumen yang ada di hadapanku, kini beralih untuk menatap ponselku yang terletak tidak jauh dari jarakku dan langsung mengambilnya untuk melihat siapa yang menghubungiku sekarang.

Begitu melihat nama Istriku di layar, aku segera mengangkatnya dan menempelkan ponsel itu ke telingaku sebelum kemudian berkata.

"Halo, Yang?" sapaku, dengan suara lembut yang disambut perasaan lega karena akhirnya aku teralihkan dari pikiran-pikiran yang mengarah pada Hoshi barusan.

"Halo, Mas. Dari beberapa menit yang lalu Hoshi ke kantor kamu bawa makan siangmu. Nanti kamu jemput dia di parkiran, ya. Katanya dia nggak tau ruangan kamu dimana. Takut dihadang juga satpamnya." ucapnya, menjelaskan maksud sambungan telepon yang dilakukannya.

"Hoshi yang kesini? Berarti dia udah pindah ke rumah kita?" tanyaku memastikan.

"Iya, Mas. Tadi habis jemput, aku langsung masak. Terus aku suruh Hoshi buat anterin makan siang buat kamu karena kebetulan dia bisa bawa mobil yang kamu beliin aku bulan lalu." jawabnya, aku mengangguk walau tau Herna tidak melihatnya.

Brother in Law [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang