"Hai."
Ezra yang saat itu sedang berjalan sendirian, agak terkejut akan kedatangan Gwen dan sapaannya yang tiba-tiba.
"Yeah, hai," balasnya dengan senyum khas.
Gwen mengerutkan alisnya, menyadari ekspresi Ezra yang saat ini tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Kau sedang ada masalah?" Tanya Gwen. Merasa sedikit cemas.
Ezra segera merubah ekspresinya, menyangkal pertanyaan Gwen dengan cepat. Tapi reaksinya justru membuat Gwen semakin curiga. Gwen yakin ada sesuatu yang tengah mengusik pikiran pemuda itu.
Gwen menarik nafas dalam. Dia merasa penasaran, tapi tidak mau terlalu memaksa Ezra untuk memberi taunya. Menurut Gwen, dia tidak seharusnya ikut campur masalah pribadi Ezra, itu privasi dan Gwen tidak bisa melewati batas.
"Apa hari ini ada latihan lacrose?" Gwen mengalihkan perhatian dengan melontarkan pertanyaan lain. Ezra tentu saja menyadarinya, namun karena dia juga tidak berniat memberi tau isi pikirannya saat ini kepada Gwen, Ezra mengikuti alur yang di bawa gadis itu. Dan menjawab.
"Ya, apa kau ingin menontonnya?"
Gwen mengangguk antusias dan Ezra tersenyum lebar, merasa gemas sehingga tanpa sadar mengusap sisi kepala Gwen lembut.
Langkah Gwen terhenti, terkejut akan tindakan serta sentuhan yang Ezra lakukan padanya. Pipinya merona, merasa salah tingkah. Ezra yang melihatnya hanya bisa mengulum senyum tipis.
"Yang tadi itu, maksudnya apa?" Tanya Gwen. Merasakan debaran jantungnya yang menggila. Tidak menyangka bahwa Ezra bisa membuatnya jadi seperti ini.
"Menurutmu?" Keningnya terangkat, menggoda Gwen yang tengah salah tingkah.
Gwen menyipitkan mata, menatap tajam, sementara Ezra hanya terkekeh pelan.
"Nanti malam, apa kau sibuk?" Tanya Ezra. Pemuda itu kini menghentikan langkah dan berbalik menghadap pada Gwen, membuat gadis tersebut juga otomatis melakukan hal yang sama. Gwen mengangkat alis, merasa agak terkejut dengan pertanyaannya. Dia seperti mengenali pertanyaan semacam itu, dan biasanga hal tersebut hanya merujuk pada satu hal.
"Tidak, ada apa?"
Senyum Ezra merkah. Kesempatan akhirnya datang "nanti malam, mau main bowling?"
"Bowling?" Alis Gwen terangkat. Dia tidak tau caranya bermain bowling, bahkan memegang bola berat tersebut tidak pernah, jadi dia agak sedikit ragu.
"Aku akan mengajarimu jika kau tidak tau caranya," kata Ezra, seakan memahami keraguan Gwen.
Melihat Ezra yang sepertinya berharap atas jawabannya, Gwen akhirnya mengangguk menyetujui. Toh tidak ada salahnya belajar main bowling, dan sepertinya bukan tanpa alasan kenapa Ezra mengajaknya pergi berdua.
"Nanti malam aku akan menjemputmu---"
"Jangan!" Sergah Gwen cepat. Wajahnya langsung tiba-tiba panik, membuat Ezra mengerutkan keningnya kebingungan dengan reaksi Gwen.
Dia terkekeh canggung, sadar karena reaksinya terlalu berlebihan "maksudku, bagaimana jika kita langsung bertemu di tempat saja, kurasa akan lebih baik seperti itu." Mengingat kini ada orang lain di rumahnya-Martha pasti tidak akan diam saja jika tau Gwen sedang dekat dengan seorang laki-laki. Kaka sepupunya itu terlalu cerewet dan benar-benar menyebalkan jika sudah keasikan sendiri. Bisa-bisa Ezra akan berakhir diwawancarai semalamam dan kencan-jika bole Gwen bilang begitu- akan batal.
Gwen tersenyum meyakinkan, melihat eksprsi Ezra yang mencurigainya "jangan menjemputku, ya. Aku akan menemuimu tepat waktu nanti. Dah!" Dia segera berbalik, pamit dengan buru-buru.
"Kau tidak ingin menonton latihanku!" Seru Ezra, melihat punggung Gwen yang menjauh pergi.
"Tidak jadi, lain kali saja!" Balas Gwen, sebelum menghilang di belokaan lorong.
Ezra mengedikan bahunya, tidak terlalu ambil pusing dengan tingkah aneh Gwen. Pemuda itu melanjutkan langkah, pergi ke lapangan seperti tujuan awalnya.
•••
Melihat penampilannya sekali lagi di depan cermin, Gwen ahkirnya keluar dari dalam kamarnya setelah berkutat cukup lama di dalam. Dia menuruni anak tangga dan mendapati Martha tengah menonton tv sembari memeluk setoples cemilan. Di sisi dapur yang terhubung langsung dengan ruang tv, George menutup kulkas setelah mengambil sebotol air dari sana. Kening pemuda itu mengernyit saat melihat sang kaka yang sudah rapi dengan celana jins panjang dan blus biru gelap yang di lapisi jaket jeans denim kasual.
"Kau akan pergi ke mana dengan penampilan seperti itu?" Tanya George dengan nada suara seakan mengintrogasi. Sontak Gwen mendelik tidak suka yang kemudian merotasikan matanya tidak mau menjawab.
"Aku pergi dulu, jaga rumah baik-baik," pesan Gwen sebelum pergi keluar.
Merasa penasaran, Martha segera beranjak dari sofa, berjalan ke arah jendela dan mengintip keluar. Namun tidak seperti dugaannya dimana akan ada seorang laki-laki yang menjemput sepupunya itu, Martha justru melihat Gwen masuk ke dalam taksi sendirian. Dia memghela nafas kecewa, menutup tirai jendela dan kembali duduk do sofa.
Melihat tingkah kaka sepupunya, Geroge hanya bisa mendenguskan hidung. Lantas segera beranjak menuju kamarnya, melanjutkan game yang sempat ditunda sejenak karena kehausan.
Sementara itu, Martha yang duduk menonton sendirian di lantai bawah, tiba-tiba saja dikejutkan oleh suara debuman keras yang berasal dari luar rumah. Martha menoleh refleks, melihat kearah pintu yang tertutup, lalu beralih melihat tangga. Nampaknya George sama sekali tidak terganggu dengan suara barusan.
Karena penasaran, Marta beranjak dari duduknya. Berjalan menuju pintu dan membukanya, memperhatikan keadaan di luar yang agak gelap. Tidak melihat apapun selain jalanan yang kosong. Kening Martha mengerut, jelas-jelas mendengar suara keras yang seolah berasal dari depan rumah, tepat di depan rumah. Tapi saat dia melihat sekarang, tidak ada apapun atau siapapun di luar sana.
Martha berdecak, mendenguskan hidung dengan kesal. Menarik langkah kembali masuk, namun sebelum dia menutup pintu, seseorang tiba-tiba muncul tepat di depannya dan menariknya keluar dengan paksa. Membuat Martha berteriak sekeras yang dia bisa memanggil satu-satunya orang terdekat.
"GEORGE!!!"
___
Dukung veela : Bloodlines dengan memberikan komentar serta vote.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Veela: Bloodlines ✓
Misterio / SuspensoGwen Tracey sudah lama bersembunyi dan menutup dirinya dari dunia luar. Dia hanya remaja 16 tahun yang menginginkan kehidupan sekolah yang tenang tanpa ada sedikitpun gangguan. Tapi kematian kedua orang tuanya yang misterius membawa Gwen pada permas...