23. Guests Are Not Invited

73 18 5
                                    

"George!! Apa kau melihat jaket kulitku!!"

"Carilah dengan teliti sebelum bertanya, aku bosan setiap pagi harus mendengar teriakanmu saat mencari barang hilang," Balas George. Dia mendenguskan hidung, sembari meraih tasnya dari kursi dan segera beranjak pergi.

"Aku akan lebih gampang menemukannya saat bertanya dulu!" Balas Gwen, berteriak dari lantai dua kamarnya. "Oh ini dia," ucapnya saat menemukan jaket yang sedari tadi di carinya, terselip di antara baju-baju dalam lemari.

Gwen bercermin sekali lagi setelah memakai jaket kulit berwarna hitamnya, sebelum keluar dari kamarnya untuk pergi ke sekolah. Tapi langkahnya terhenti saat tak sengaja melihat pintu kamar orang tuanya terbuka.

"Dasar, anak itu lupa menutupnya lagi," gerutu Gwen, berjalan mendekat untuk menutup pintu. Tapi dia agak diam di sana beberapa saat, melihat keadaan dalam kamar yang sudah kembali rapi dan tertata seperti biasa. Gwen menghembuskan nafas pelan, lekas menutup pintu dan segera menyusul George.

Gwen menuruni tangga dan melihat George tengah bersama seseorang di ruang tamu. Orang itu berdiri membelakanginya sehingga Gwen tidak bisa mengetahui siapa itu. Keduanya tampak sedang berbincang dengan ekspresi George yang cemberut.

George menyadari kedatangan Gwen sehingga mengalihkan perhatian dari percakapan, lalu orang itu membalikan badan dan menyapa Gwen dengan senyuman lebar. Gwen membelakakan matanya, menyadari siapa gerangan sosok itu.

"Merindukanku?"

"Martha!" Gwen berseru senang, menuruni tangga dengan tergesa, menyerang Martha dengan pelukan erat penuh rasa kerinduan.

"Apa kabar? kau sudah tumbuh dewasa ya, tapi masih tidak cukup tinggi," kata Martha selepas merenggangkan pelukan. Dia memperhatikan penampilan Gwen dari atas hingga bawah dengan pandangan menilai, namun Gwen tentu saja tau bahwa itu hanya sebuah candaan.

"Tinggiku sudah rata-rata cewek tau," sunggut Gwen. Martha terkekeh mengejek.

Martha adalah kaka sepupu dari pihak ayah. Umurnya sudah akhir duapuluan, dan sedang sibuk-sibuknya bekerja. Entah ada urusan apa Martha datang jauh-jauh ke Valley padahal tempat kerjanya cukup jauh dari kota. Hanya sekedar berkunjung untuk menemui kedua sepupunya? Martha bukan tipe seperti itu. Dia lebih ke tipe orang yang suka menghabiskan waktu dengan teman-temannya ketimbang keluarga, tapi meskipun begitu, bukan berarti Martha adalah seroang pembangkang. Keluarga Martha bisa dibilang adalah keluarga kaya yang suka berbisnis dan sibuk, tipe-tipe keluarga kolongmerat yang glamour dan hanya bergaul dengan orang-orang tertentu, mungkin itu sebabnya, Martha kurang suka ikut kumpul keluarga, karena pasti tidak jauh-jauh dari kesan formal.

Ibu Martha adalah kaka pertama ayah Gwen. Namun jarang sekali Gwen berjumpa dengan bibinya tersebut, sebab, sejak pindah ke Valley, keluarga mereka jarang melakukan perjalanan keluar kota, atau mendapat kunjungan dari sanak saudara.

George tiba-tiba mendengkus keras membuat perhatian Gwen dan Martha beralih pada pemuda itu "kau hanya sedang berkunjung, kan? Akan merepotkan jika kau sampai tinggal di sini juga," kata George.

Martha menyeringai sambil memainkan jemarinya pada ganggang koper, membuat George mengerutkan alisnya tak senang, merasakan sesuatu yang buruk dari seringaian Martha.

"Apa kau akan tinggal di sini? Jika iya pasti menyenangkan," kata Gwen bersemangat, Martha menganguk-angguk dengan wajah sama bersemangatnya.

"Tidak bisa," serga George cepat. Dia tidak bisa menambah satu pembuat onar lagi di rumah ini. Gwen mungkin masih bisa ditangani, tapi Martha bukan lawan yang mudah mengalah.

Martha segera merangkul George. Saat masih anak-anak, Alina mungkin akan sekalian meminting lehernya juga, sebab saat masih kecil, George punya tubuh yang kurus dan kecil, tapi sekarang melihat perbedaan besar antara Martha dan George yang berbadan kekar, akan sulit bagi Martha untuk melakukannya "Kau tidak senang tinggal bersama kaka sepupumu yang cantik ini?" Martha memasang wajah cantiknya, mencoba memikat George dengan pesonanya, tapi George tidak akan terbujuk, memang selalu begitu.

George memutar bola mata malas, melepas rangkulan Martha dari bahunya "aku pergi dulu," pamit pemuda itu dengan nada datar, lalu segera keluar dari rumah.

"Cepat pulang ya, Martha yang cantik akan memasakan makanan enak untukmu!" Seru Martha, mengiring kepergian George.

George berdecih meremehkan "aku lebih baik makan makanan kucing," gumamnya sambil lalu.

"Kau sudah bisa memasak?" Tanya Gwen dengan alis berkerut.

Martha mengangguk dan tersenyum, mengangguk-anggukan kepala  mengiyakan dengan pasti. Tapi Gwen yang memasang ekspresi ragu membuat Martha menekuk alisnya tak suka.

"Kau tidak percaya? mau kumasakan sekarang dan kau cicipi?" Kata Martha menantang, merasa diremehkan.

Gwen segera menggeleng, tersenyum kecil dengan terpaksa "tidak, lain kali saja, sekarang aku harus pergi ke sekolah," kata Gwen cepat. Menolak dengan halus, tapi Martha sepertinya tidak menyadari keengganan Gwen untuk mencicipi masakannya, sehingga dia hanya mengangguk saja.

"Baiklah," jawab Martha pasrah.

Gwen tersenyum canggung, pamit pada Martha dan segera keluar dari rumah secara terburu-buru. Di belakangnnya, Martha melambai, melepas kepergian Gwen ke sekolah selayaknya orang tua.

Gwen menggelengkan kepalanya, membayangkan akan memakan masakan Martha. Melihat tampilannya saja sudah membuat muntah, apalagi mencicipinya. Martha bukan orang yang bisa memasakan dengan baik.

"Bisa kulihat kalau ada nenek sihir yang berkunjung ke rumahmu," ucap Luke. Pemuda itu baru saja keluar dari halaman rumah dan berjalan beriringan dengan Gwen.

"Bisa kulihat kalau kau sudah benar-benar sembuh sehingga sikap tidak tau dirimu sudah kembali," balas Gwen acuh.

Luke menarik sudut bibirnya, tersenyum tipis.

"kudengar pelakunya Jeremy,"  kata Luke, tiba-tiba mengganti topik oborlan.
"Tidakku sangka, dia ternyata orang gila dibalik sikap goodboy nya," oceh Luke. Gwen tetap diam dan tidak menanggapi.

Luke diam-diam melirik Gwen, memperhatikan teman kecilnya itu cukup lama "kupikir kita sudah kembali berteman?"

Gwen langsung menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap pada Luke, membuat pemuda itu otomatis ikut berbalik berhadapan. Luke mengangkat alis, menunggu apa yang ingin Gwen ucapkan. Gwen menghembuskan nafas berat "kita memang berteman, tapi apa kau memang tidak peka atau sedang pura-pura." Luke mengerutkan alisnya, Gwen membuang nafas lagi "tidak mudah untuk kita menjadi teman lagi seperti dulu, aku tidak sepertimu yang gampang beradaptasi, jadi bisa lakukan pelan-pelan?" Gwen menghardik Luke, membuat pemuda itu terdiam kaku, memandangi Gwen yang kembali berjalan lebih dulu. Tapi kemudian, Gwen kembali berbalik, melihat pada Luke lagi dan pemuda itu masih tetap diam dengan ekspresi konyol.

"Dan berhentilah mengoceh. Ini masih pagi, aku lebih senang mendengar cuitan burung dari pada ocehanmu." Gwen kembali berbalik dan berjalan. Meninggalkan Luke yang merutuk dibelakang dan mendengkuskan hidung dengan kesal.

___

Dukung veela : Bloodlines dengan memberikan komentar serta vote.
___

Veela: Bloodlines ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang