6. Lacrosse Match

212 77 54
                                    

"Gwen, you're inside?"

Gwen yang tengah menonton film di kamarnya, segera turun dan membukakan pintu. Natasha berdiri di depan pintu rumahnya melebarkan senyum saat melihat Gwen.

"Nat?"

Natasha langsung melompat memeluk Gwen erat, merasa sangat sedih dan berduka atas kehilangan yang di alami sahabatnya itu. Setelah pemakaman kedua orang tuanya, Gwen mulai mengurung dirinya di kamar dan tidak ingin menemui siapapun. Gwen pasti amat tertekan karena kini hanya tinggal berdua bersama adiknya tanpa adanya orang tua.

Keduanya melonggarkan pelukan dan saling menatap. Gwen nampak terharu karena kedatangan Natasha di rumahnya sungguh membuatnya terhibur.

"Ayo masuk," ajaknya, menarik Natasha masuk dan membawanya menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

Natasha mengambil bantal dan mendudukan diri di atas kasur sambil memangku bantal tersebut, gadis berambut coklat lurus itu menyandarkan punggung pada kepala ranjang, memperhatikan Gwen yang juga naik ke atas ranjang dan kembali memutar film.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Natasha.

"Yeah."

"Really?"

Gwen mengangguk. Dia menghentikan film yang tengah di tontonnya melalui leptop dan menoleh pada Natasha. Gwen mengangkat alis seolah bertanya melalui eskprsi wajah.

"Aku dengar dari George, kalau kau bahkan tidak bisa keluar kamar sendiri," jawab Natasha skeptis.

Gwen memutar bola mata. Sebenarnya itu saat Gwen masih berada dalam wujud veela. Sebab sayapnya yang cukup besar dan lebar, Gwen kesusahan memasuki kamar ataupun keluar melewati pintunya yang tidak cukup besar bagi sepasang sayapnya, karena itu George harus membantunya memegangi dan menekan sayapnya agar Gwen bisa keluar dan masuk. Itu saat-saat yang benar-benar menyebalkan.

Gwen tanpa sadar mendengkus, membuat Natasha mengangkat alis kebingungan.

"Ada apa?" Tanya Natasha. Gwen segera menggeleng sambil tersenyum kecil.

"Waktu itu aku agak trauma. Jasad ibuku berada di dapur sementara ayahku ada di ruang keluarga, karena itu aku agak takut ke sana sendirian." Gwen tidak sepenuhnya bohong. Dia memang trauma saat pergi ke dua ruangan itu karena sempat terbayang bagaimana kondisi jasad orang tuanya saat di temukan.

Natasha mengangguk semar mengerti, ia merengsek mendekati Gwen dan menarik sahabatnya tersebut ke dalam pelukan hangat. "Kau akan bisa melewati ini, Gwen. Aku akan membantumu."

Gwen mengangguk terharu, membalas pelukan Natasha "Thank you, Nat you are the best friend."

Natasha melonggarkan pelukan lalu melepas sepenuhnya. "by the way, apa kau ingin menonton pertandingan lacrosse malam ini?" Tanya Natasha.

Gwen agak tersentak karena tiba-tiba saja, dia juga teringat pada Ezra yang melihatnya berubah wujud. Bagaimana jika Gwen tak sengaja bertemu dengannya, dia harus bersikap seperti apa? Well, mereka akan tetap bertemu karena Ezra adalah ketua tim dan sudah dipastikan akan ikut bertanding malam ini.

"Hei." Natasha menyentuh bahu Gwen dengan keningnya yang berkerut bingung. Gwen nampak melamun dan tidak mendengarkannya.

"You okey?"

"Yeah, i'm okey."

Natasha menatapnya lama, agak curiga dan ragu, tapi tatapan Gwen yang meyakinkan membuatnya tak mau lagi bertanya.

"Jadi, datang malam ini?" Natasha menatapnya dengan mata berbinar penuh harap. Gwen mengeruhkan air muka merasa skeptis. Dia belum siap bertemu Ezra saat ini, tapi melihat Natasha membuatnya benar-benar ingin datang. Gwen tau dengan jelas niat Natasha mengajaknya keluar, gadis itu ingin menghibur Gwen dan dia tidak mau membuat sahabatnnya itu kecewa dengan menolak ajakannya.

Gwen mengulum bibir, berpikir keras sejenak, sesekali ekor matanya melirik Natasha yang masih memandanginya penuh harap. Gwen menghela nafas panjang, lalu kemudian mengangguk.

"Okey, ayo pergi"

Natasha langsung bersorak senang. Gwen hanya terkekeh pelan sebagai respon. Dalam lubuk hati terdalamnya dia masih merasa khawatir, tapi juga penasaran akan reaksi Ezra saat bertemu dengannya nanti. Sorot ketakutan yang pemuda itu tunjukan padanya saat melihat wujud veela nya, apa Ezra juga akan melihatnya dengan tatapan yang sama saat mereka bertemu nanti?

Oke, Gwen akan benar-benar stres jika memikirkannya terlalu sering. Ayo jalani hari ini dengan tenang tanpa membuat pikiran berat dengan masalah-masalah yang membuatnya tertekan.

•••

Ruang ganti pria tampak sibuk dengan para pemain lacrosse yang tengah berganti pakaian dan mempersiapkan diri.

Ezra duduk di salah satu bangku tengah memakai sepatu, hingga Niel menghampirinya dan duduk tepat di sebelahnya.

Ezra menoleh, melihat temannya itu yang tampak gugup dengan tangan gemetar. Niel berulang kali menghembuskan nafas panjang dan keningnya agak mengeryit dalam.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Ezra. Agak merasa khawatir. Ini adalah pertama kalinya Niel masuk tim inti dan melakukan pertandingan. Jadi tidak heran kalau Niel merasa gugup.

Ezra meletakan tangannya di bahu Niel, membuat pemuda itu menoleh dengan alis terangkat. Ezra tersenyum tipis "kau akan melakukannya dengan baik, okey? Cobalah untuk tidak mengacau nantinya."

Niel mengambil nafas dalam dan menghembuskannya panjang. Mengangguk dan meyakinkan diri. Hingga suara peluit yang timpang tindih dengan panggilan pelatih menginterupsi, memanggil seluruh pemain untuk segera pergi ke lapangan.

___

Dukung veela : Bloodlines dengan memberikan komentar serta vote.
___

Veela: Bloodlines ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang