Aroma masakan memenuhi indera penciuman Sakura, mendudukkan diri seraya mengucek mata. Kepalanya celingak-celinguk mencari sosok Sasuke yang tak terlihat, dia berjalan menuju kamar mandi hanya untuk sekedar mencuci muka kemudian keluar kamar.
Mengikuti aroma harum yang membuat perutnya keroncongan, emeraldnya menemukan sosok lelaki tampan bermata raven yang sedang menghidangkan sarapan. Menahan tawa saat bentuk tubuh Sasuke yang dibalut celemek mirip seperti ibu panda.
"Aku memasak sarapan, ada susu dan juga roti bakar." Berjalan mendekat dan membimbing Sakura untuk duduk di meja makan, wanita itu memandang makanan dengan berbinar.
Kepalanya mendongak, "Semuanya untuk ku?"
"Hn. Makan sepuasnya."
Mengangguk lucu. Sakura mengangkat sendok dan memasukkan makanan ke dalam mulut, menghabiskan semuanya begitu cepat. Wanita musim semi tersebut mengusap perut, bersendawa dengan mata yang mengikuti kegiatan Sasuke. Pria itu mencuci piring dan membuka celemek yang di pakai.
"Aku akan pergi." Sakura bangkit dari duduknya. Dan perkataannya itu membuat Sasuke bertanya-tanya.
"Kemana?"
"Bekerja. Kau tahu kan kalau aku belum mendapatkan gaji, jadi bagaimana hutangku padamu nanti?"
Bungsu Uchiha itu berlari kecil, menarik tangan Sakura agar wanita itu berdiri di hadapannya. "Tak perlu. Kau hanya perlu menjaga kesehatan dan jangan kelelahan. Masalah hutang itu biarkan saja."
"Benarkah?" tanyanya memastikan. Padahal di dalam hatinya Sakura berteriak senang.
"Iya. Kau di rumah saja, biar aku yang bekerja untuk memenuhi seluruh kebutuhanmu dan juga anak kita."
Wanita musim semi itu tersenyum dengan paksa, agak merinding mendengar ucapan Sasuke yang memanggil anak kita hingga membuat telinganya berdengung. Pria itu mengusap kepala Sakura pelan, kemudian berjalan menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.
Merasa bosan di rumah, Sakura memutuskan untuk pergi ke rumah Ino, dia menggerutu saat beberapa bawahan Sasuke melarangnya pergi. Namun, setelah berdebat panjang dan berakhir menelpon Sasuke akhirnya ia bisa pergi dengan tenang.
Mulut Ino tampak ternganga mendengar cerita Sakura barusan, sedang sang pelaku hanya duduk tenang sambil menyesap jus strawberry yang di buat khusus oleh Ino untuknya.
"Setidaknya aku beruntung semua hutangku langsung lunas, apalagi aku juga tidak harus bekerja. Hanya tinggal meminta apa yang kuinginkan dan dia akan membelikannya," ucap Sakura santai.
"Aku tidak percaya semuanya menjadi rumit begini," ujar Ino mengepalkan tangan, "Tapi bukan berarti aku memaafkan apa yang sudah dia lakukan padamu, biarkan aku memberi dia pelajaran!"
Sakura membelalak, ia menarik tangan Ino kuat-kuat, "Tunggu!"
"Apalagi?! Memang aku menyuruhmu untuk menggodanya tapi bukan berarti kau harus membuat bayi dengannya."
Wanita musim semi itu kelimpungan, bukan dia tidak marah, hanya saja ingatan akan dirinya yang mabuk dan menghabiskan malam bersama Sasuke terbayang seketika. Apalagi perkataan konyol yang membuat ia malu setengah mati, "Aku ingin bayi. Aku ingin anak."
Sakura menggelengkan kepala, "Itu hanya ketidaksengajaan Ino, tolong!"
"Ah sial!" Umpat Ino keras sambil mendudukkan dirinya kembali, "Lalu kau akan melahirkan anak itu? Kau yakin?"
Sontak pertanyaan sahabatnya barusan membuat Sakura termenung, tanpa sadar menundukkan kepala dan merasa gundah. Ia belum memberikan jawaban apapun pada Sasuke, namun sikap pria itu sudah begitu perhatian seakan Sakura memang akan melahirkan anaknya. Jujur ia sangat takut kejadian yang dialami sang Ibu terulang padanya, habis manis ampas di buang.
"Aku tidak tahu."
Helaan napas terdengar kasar, wanita berambut pirang itu duduk di sebelah Sakura kemudian mengelus punggung mungil tersebut pelan.
"Tak apa, aku tidak bermaksud untuk melukai perasaan mu Sakura. Tapi alangkah baiknya kau mengikuti kata hatimu, aku akan tetap ada untuk mendukung semua keputusan yang kau ambil. Percayalah!"
"Terimakasih. Kau selalu mengerti aku, Ino. Aku benar-benar menyayangimu, jika kau seorang lelaki maka aku sangat ingin menikah dengan orang seperti mu," jawab Sakura konyol. Mencoba menghilangkan rasa gundah di hatinya.
Suara tepukan menggema, Ino mengangkat dagu tinggi ketika ringisan kecil keluar dari mulut Sakura. Sahabat pirangnya itu baru saja menepuk bahunya keras hingga menyisakan rasa perih tak hingga.
*****
Hembusan napas berisi nikotin mengudara, seorang lelaki berambut raven berdiri tegak di balkon rumahnya. Pikiran melayang entah kemana, hingga suara sepatu yang beradu dengan lantai membuat ia menoleh dan melihat sosok kepercayaannya berjalan mendekat.
Jugo mengangguk pelan, ia mengambil posisi di samping Sasuke kemudian mengamati wajah datar sang tuan.
"Apa yang aku lakukan benar?" Tanya pria raven itu tatkala Jugo baru saja ingin membuka mulut, "Kenapa aku harus meragukan nya lagi. Semua ini jelas-jelas salahku."
"Tuan, anda tak seharusnya berkata begitu. Ini hanya sebuah kesalahan yang tidak disengaja, jadi anda---"
Menggelengkan kepala sambil menghembuskan napasnya. Mereka berdua menoleh saat pintu menuju balkon ditutup oleh seorang wanita berambut merah muda.
"Aku ingin bicara denganmu," ucap Sakura.
Bungsu Uchiha itu mengangguk paham kemudian dengan cepat ia mematikan rokok, mengibas udara yang mungkin bisa membuat dada Sakura sesak. Mengikuti langkah kaki wanita itu menuju kursi santai yang ada di balkon.
Emerald Sakura menyipit memandang Jugo yang berdiri tak jauh di belakang tuannya duduk, mencoba mengabaikan hal tersebut. Dirinya berdehem ringan kemudian merogoh sebuah kertas di dalam saku celana, membuka lipatan dan mendorong benda itu ke hadapan Sasuke.
Berdecak saat melihat raut kebingungan yang ditujukan pria tersebut padanya, dengan kesal Sakura melipat tangan di depan dada. "Itu seperti surat perjanjian. Silahkan kau baca."
"Untuk apa? Aku kan sudah bilang akan bertanggungjawab dan tak menyusahkan mu, jadi---"
"Aku menyuruhmu untuk membaca, jangan bertanya sebelum melihatnya!" Teriak wanita itu kesal sambil mengerucutkan bibir. "Rasanya aku ingin menelan kepalamu sekarang."
Setelah mengatakan hal tersebut Sakura tersenyum sombong ketika pria itu menuruti perkataannya, membaca setiap kalimat yang dia tulis.
Surat Perjanjian.
Pihak Pertama : Haruno Sakura
Pihak Kedua : Uchiha Sasuke1. Pihak kedua bertanggung jawab penuh selama masa kehamilan, menuruti semua hal yang diinginkan oleh pihak pertama tanpa rasa keterpaksaan.
2. Pihak kedua tidak boleh menyentuh pihak pertama selama masa kehamilan.
"Ini?" tanya Sasuke yang langsung di angguki oleh Sakura, "Tapi untuk bagian kedua apa tidak bisa dihilangkan?"Wanita musim semi tersebut menggelengkan kepala, "Tidak. Jadi cepat tanda tangani perjanjiannya."
Sungguh, rasanya Sasuke ingin gila. Semua persyaratan hanya menguntungkan bagi wanita yang mengandung anaknya, sedangkan ia hanya bisa mengiyakan permintaan aneh yang ditulis wanita itu. Menerima pulpen yang diulurkan Sakura kemudian mengernyit saat tak menemukan tempat untuk membubuhkan tanda tangan.
"Ah aku lupa! Kau bisa memberikan tanda tangan di sini." Jelas Sakura menunjuk bagian pojok kanan kertas.
"Hn."
Senyuman terpatri di wajah Sakura, menerima pulpen yang diberikan oleh Sasuke kemudian berdiri.
"Tunggu!" Cegah bungsu Uchiha itu pelan, membuat Sakura menatap tak mengerti. "Aku menyetujui perjanjian yang kau buat. Dan sekarang ada satu hal yang harus kau setujui juga, tanpa penolakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [✓]
RandomInspired by Love Is An Illusion Dunia suram dengan Sakura yang selalu terjebak dalam masalah, kehilangan arah serta tujuan hidupnya. Alert : 17+ Disclaimer © Masashi Kishimoto Story by © bublevanilla