Bab 8

2.6K 284 11
                                    

Keringat dingin membasahi kening, saat manik jelaga milik pria berambut hitam panjang di depannya menatap amat tajam. Jugo meneguk ludah kasar dan berdehem singkat sebelum membuka mulutnya untuk bicara, entah kemana rasa percaya diri yang ia punya. Sosok kakak dari sang bos membuat ia gugup seketika.

"Katakan, bagaimana dengan kabar adikku? Dia terlihat sedikit berubah." Itachi melipat tangan di depan dada.

"Sebenarnya ...."

Menyandarkan tubuhnya ke dinding, sosok pria berambut hitam panjang tersebut menatap penuh minat, mendengar sesuatu yang akan keluar dari mulut Jugo.

"Ada seorang wanita yang diizinkan tinggal di rumah, dan semuanya terjadi. Anda pasti paham apa yang saya maksud kan," jelasnya.

"Ternyata itu benar, aku yakin itu pasti akan terjadi suka atau tidaknya dia. Terimakasih Jugo." Itachi tersenyum manis dan berjalan menuju kursi, "Aku harap kau tetap menjaga adikku dengan baik, aku percayakan dia padamu."

"Dengan senang hati saya akan melakukan itu Tuan, anda tidak perlu khawatir."

Mengangguk saat sosok Jugo membungkukkan badan sopan, Itachi menarik gagang telpon dan menghubungi seseorang dengan singkat. Dia kembali menatap pemuda di depannya.

"Kau bisa pergi sekarang Jugo, sekretaris ku akan mengantarmu."

"Tidak usah Tuan saya bisa---" perkataan Jugo terpotong saat seseorang mengetuk pintu dengan pelan, saat suara Itachi mengalun untuk menyuruh masuk maka tampaklah seorang wanita berkacamata dengan rambut merah.

Mata keduanya beradu, menimbulkan gelenyer aneh di tubuh Jugo. Ikut membuang muka saat gadis itu memperbaiki letak kacamatanya dan membungkuk pada sang atasan.

"Antarkan Jugo ya, Karin."

"Baik Tuan." Gadis berambut merah muda tersebut kembali membungkukkan badan dan menoleh ke arah Jugo, memberi kode agar pemuda itu mengikuti langkah kakinya keluar ruangan.

Menyusuri lorong menuju lift, keduanya hanya diam satu sama lain. Bahkan ketika lift berdenting mereka tetap tak membuka mulut.

"Terimakasih Nona. Saya akan pergi sekarang," pamit Jugo sopan sambil membungkukkan badan.

"Sama-sama."

Karin memperbaiki letak kacamatanya guna untuk menutupi rona merah yang mati-matian ia tahan, menatap punggung lebar Jugo yang menghilang saat taksi yang di naiki pergi. Helaan napas lega keluar dari bibir tipisnya.

*****

Gerbang besar rumah masih terbuka lebar, sosok Sakura turun dari mobil di susul oleh Shii yang melakukan hal sama. Keduanya tersenyum canggung untuk sementara waktu, hingga suara bass Shii mengalun di udara.

"Masuklah, ini sudah malam dan kau tahu kalau udara di malam hari itu akan terasa sangat dingin."

"Hm. Aku tahu," jawab wanita musim semi itu membuang muka. Entah kenapa manik hitam milik Shii membuat ia tak bisa berpikir jernih, bayangan seseorang kerap kali menghiasi pikiran.

Shii mengangguk ringan dengan tangan yang menarik jemari Sakura, dia menatap intens dan berbisik, "Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu."

"A-apa?"

"Kau menyukaiku?" tanyanya.

Terkesiap kaget. Sakura tak tahu harus menjawab apa, wajahnya terangkat saat tangan Shii memegangi dagunya lembut. Perlahan jarak di antara keduanya semakin singkat, hingga satu dorongan lagi maka bibir itu akan bertemu.

Clang! Clang!

Keduanya saling menjauh ketika mendengar bunyi benda yang jatuh, manik emerald Sakura melihat sosok Sasuke yang berdiri di teras sambil memungut kaleng soda kosong.

"Oh tidak! Aku tidak sengaja menjatuhkan kalian," pekiknya histeris dengan wajah datar.

Wanita musim semi itu menoleh ke arah Shii dan tertawa renyah, dan seakan paham dengan apa yang terjadi. Pemuda berambut pirang itu mengangguk dan mengusap rambut Sakura gemas.

"Baiklah. Aku pamit pulang, Sakura." Melambaikan tangan dan pergi dari kediaman Sasuke.

Seketika wajah Sakura berubah muram, dia berjalan sambil memegangi perutnya yang kembali nyeri saat terkejut tadi. Melewati sosok pria berambut raven yang berdiam diri di depan pintu masuk seakan menunggu kedatangannya.

"Kau kenapa?"

"Entah." Sakura menjawab singkat, ia meletakkan sepatu di rak kemudian berjalan menuju kamarnya. Namun, saat mendengar suara langkah kaki yang mengikuti membuat ia berbalik badan, "Jangan melakukan hal aneh. Kau tidak ada pekerjaan lain hingga harus mengikutiku?"

"Bisa aku berbicara?"

"Apa?"

Tatapan datar dapat emerald itu lihat, Sasuke menarik tangan Sakura dan menggenggamnya erat. "Jangan dekat dengan pria lain, terutama pria pirang itu. Dan jangan biarkan mereka menyentuhmu juga."

"Kenapa aku harus melakukan apa yang kau katakan? Apa bedanya dengan dirimu, kau masih pria asing di mataku."

"Tapi setidaknya aku---"

"Hentikan! Siapa kau yang harus aku patuhi kata-katanya, kau terus saja melakukan itu. Apa ini karena hutang budi?" tanya Sakura di akhir kalimatnya, melihat tak ada respon apapun dari pria di depan membuat sakura kembali membuka mulut, "Baik. Sesuai perjanjian, aku akan meninggalkan rumah ini setelah mendapat gaji pertama akhir pekan yang mendatang."

Melepaskan genggaman Sasuke pelan, wanita musim semi tersebut membalikkan badan dan bersiap membuka pintu sebelum sesuatu teringat di benaknya.

"Kau bahkan tidak ingat dengan janjimu," ujarnya kemudian mendorong pintu. Tiba-tiba Sasuke mendesak tubuhnya ke dinding, menempelkan bibir tipisnya penuh pemaksaan.

Lidahnya bermain di atas bibir Sakura, bahkan ketika tak kunjung mendapat balasan Sasuke menggigit bibir itu dan langsung melesakkan lidahnya kedalam, mengobrak-abrik isi mulut wanita yang ia peluk erat sekarang.

Sakura menginjak kaki Sasuke keras, membuat ciuman mereka berakhir. Ia mengangkat tangan dan menatap sosok pria raven tersebut tajam, satu tamparan keras melayang dan membuat pipi Sasuke memerah.

"Kau keterlaluan!"

Mengedipkan mata saat pria Uchiha itu hanya diam sambil memegangi pipinya. "Dengarkan perkataan ku baik-baik," balasnya kemudian berbalik badan meninggalkan Sakura begitu saja.

Love Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang