"Gue mau belajar fisika."
"Besok aja."
"Nggak mau besok, maunya sekarang."
Ketika Suhyeok merengek minta diajari fisika tentu membuat Namra bingung sendiri. Kemarin saja Suhyeok terus mengeluh waktu mengerjakan soal matematika.
"Kan gue mau masuk lima puluh besar paralel."
Alasan Suhyeok yang Namra belum sepenuhnya yakin. Masuk lima puluh besar paralel artinya harus masuk sepuluh besar ranking di kelas. Jelas itu tidak mudah melihat riwayat Suhyeok yang tidak suka belajar.
"Ujian tengah semester sebentar lagi, kalau nggak masuk lima puluh besar seenggaknya gue harus nyalip ranking Cheongsan."
Tapi melihat kegigihan Suhyeok yang terus merajuk, Namra akhirnya mengalah.
"Ya udah."
Padahal itu cuma alasan Suhyeok untuk menahan Namra tetap di sisinya setelah sejak pagi Namra sibuk sendiri. Ke perpustakaan dengan Onjo, makan siang dengan Hyoryung, ke ruang guru bersama Joonyoung, tentu Suhyeok merasa tersisih.
Karena itu ia melakukan segala cara agar Namra tetap bersamanya. Meski harus mengorbankan otaknya yang rasanya mau meledak.
Bahkan Daesu sampai terheran-heran melihat kelakuan Suhyeok itu.
"Apa matahari terbit dari barat?" tanyanya.
"Mungkin mau kiamat?" imbuh Woojin.
Mereka kira Suhyeok hanya membual, ternyata ia memang serius ingin belajar.
"Dia begitu biar Namra nggak malu," sambung Woojin lagi.
Daesu mengangguk.
"Bener juga, Namra apa-apa pakai otak masa dia pakai otot."
Harus mereka akui kalau Suhyeok jago olahraga, jago lari, jago basket, sama jago berkelahi.
"Diem," sentak Suhyeok. Ia sedang tidak ingin diganggu tapi Daesu dan Woojin terus mengoceh tentangnya.
Suhyeok itu susah fokus. Ada gangguan sedikit konsentrasinya langsung buyar. Terlebih Daesu dan Woojin terus mengatainya dengan semena-mena.
"Kerjain soalnya," suruh Namra.
Daesu dan Woojin langsung cekikikan berdua.
Apalagi saat Suhyeok justru menaruh pulpen yang ia pegang ke atas meja, ia geletakkan begitu saja.
"Ketua kelas, lo beneran suka sama gue? Lo nggak terpaksa?"
"Kenapa?" bingung Namra.
Kenapa Suhyeok tiba-tiba memberinya pertanyaan yang ia tidak siap akan jawabannya. Lalu panggilan ketua kelas yang kini terdengar asing padahal dulu Suhyeok selalu menyebutnya begitu.
"Nggak usah dengerin omongan mereka."
Masa begitu saja Suhyeok terpengaruh.
"Jawab dulu, kenapa lo mau jadi pacar gue?"
Namra masih diam. Ia menatap Suhyeok lalu beralih pada Daesu dan Woojin yang seolah ikut menunggu.
"Jawabnya nanti habis ujian," elaknya.
Ia tak punya pilihan lain. Namra bukan Suhyeok yang terang-terangan bilang suka. Namra bukan Suhyeok yang dengan bebas mengutarakan perasaannya di depan umum. Namra adalah Namra yang dingin, kaku, dan angkuh tentang cinta.
Dan Namra tetap tidak berubah pikiran meski Suhyeok menatapnya penuh harap.
"Yah, penonton kecewa," desah Daesu.