24

945 177 2
                                    

Hari senin adalah hari paling dibenci kebanyakan orang seakan-akan suasana hati sedang berada dalam titik terendah. Namun Suhyeok justru menantikan hari senin dengan perasaan berdebar. Tentu alasannya karena mengkhawatirkan Namra setelah kenekatan mereka kemarin.

"Nggak ditanya macam-macam?" tanyanya.

"Ditanya."

"Apa?"

Terlihat sekali Suhyeok tidak sabar mendengar cerita Namra.

Terlihat sekali Suhyeok tidak sabar mendengar cerita Namra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Namanya siapa? Anak mana? Temen sekolah? Banyak," geleng Namra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Namanya siapa? Anak mana? Temen sekolah? Banyak," geleng Namra. Ia bahkan tidak yakin mengingat semuanya.

Suhyeok langsung tertunduk lesu. Kemungkinan Namra gagal dengan taktiknya.

"Tapi sikap nyokap gue beda dari biasanya. Tatapan matanya lebih teduh, nada bicaranya lebih lembut."

Namra bisa merasakannya dengan jelas. Kejadian kemarin mungkin menggali ingatan ibunya akan masa lalunya. Tentang cinta pertamanya yang kandas.

"Terus? Nggak dimarahin? Kita nggak disuruh putus kan?"

Wajar Suhyeok khawatir, ia bahkan jauh dari kriteria sebagai teman Namra apalagi pacar.

"Nggak, habis itu mama gue nggak bahas lagi. Tapi ini pertama kalinya gue diajak ngomong bukan tentang sekolah, belajar, les, atau ranking."

Ada kepuasan dalam senyum Namra yang sedikit melegakan Suhyeok.

"Gue hampir jantungan," desahnya.

Ternyata bertemu ibunya Namra jauh lebih mendebarkan dibanding menunggu pengumuman hasil ujian tengah semester. Dan baru sekarang Suhyeok ingat tentang nilainya.

"Nilai udah keluar belum?" tanyanya.

"Udah."

Jawaban Namra yang santai berbanding terbalik dengan Suhyeok yang panik sendiri.

"Udah lihat?"

"Udah."

"Punya gue juga?"

Lagi-lagi jawaban Namra sama.

"Iya."

Suhyeok jadi khawatir sendiri. Tiba-tiba ia tidak punya keberanian untuk membuka website sekolah dan melihat nilainya di sana.

"Gue peringkat berapa?"

"Lihat aja sendiri. Ketemu nyokap gue aja berani masa lihat nilai sendiri nggak berani," ledek Namra.

"Beda," sangkal Suhyeok. Susah menjelaskannya tapi rasanya memang tidak bisa dibandingkan.

Namra akhirnya mengalah dengan mengambil smartphone dari saku seragamnya. Ia membuka website sekolah dengan ranking pertama hingga terakhir tertera di sana lalu menunjukkannya pada Suhyeok.

Suhyeok langsung tersenyum lebar begitu nama Namra bertengger paling atas. Namra tetap ranking pertama.

"Kamu hebat. Mau manggil aku kamu suka lupa."

Pujian Suhyeok yang justru membuat Namra menggeleng malas.

"Terserah lo aja," katanya.

Namra lebih tertarik untuk menunjukkan ranking Suhyeok.

Dan Suhyeok yang tidak terlalu berharap mengira ia berada di peringkat seratus sekian seperti biasa. Atau kalaupun ada peningkatan mungkin naik di angka sembilan puluhan.

Tapi nyatanya lebih tinggi dari itu. Suhyeok hampir tidak mempercayai penglihatannya sendiri. Ia sampai mengerjap berkali-kali untuk sekedar memastikan.

"Enam puluh satu," ucap Namra agar Suhyeok yakin.

Dan seperti baru terbangun dari mimpi, Suhyeok bersorak kegirangan.

Dan seperti baru terbangun dari mimpi, Suhyeok bersorak kegirangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaimana bisa peringkatnya naik sebanyak itu. Enam puluh satu kini seolah menjadi angka keberuntungan Suhyeok.

Ia langsung memeluk Namra tapi buru-buru Namra lepaskan karena ini di sekolah. Suhyeok lalu berganti memeluk Cheongsan yang lewat.

 Suhyeok lalu berganti memeluk Cheongsan yang lewat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tentu saja Cheongsan berontak. Apalagi
Suhyeok memang berhasil menyalip rankingnya sesuai yang ia ocehkan meski tidak masuk lima puluh besar paralel.

"Lo sama Namra masih beda enam puluh orang, seandainya berbaris panjang jaraknya," ucapnya asal.

"Ngapain harus berbaris, nggak lagi upacara."

Cheongsan memilih mengacuhkannya. Biarkan saja Suhyeok girang sendiri.

Suhyeok bahkan tidak sadar kalau Namra sejak tadi terus tersenyum bangga padanya. Tapi Suhyeok masih ingat janji Namra untuk menjawab pertanyaannya setelah ujian.

"Jawab sekarang," cecarnya.

Namra memilih pura-pura lupa.

"Apa?"

"Kenapa mau jadi pacar gue?"

Padahal pertanyaan mudah tapi Namra merasa lebih mudah ketika ia harus menjelaskan apa itu laju reaksi, kesetimbangan, atau titrasi asam basa dalam materi kimia.

"Karena lo Suhyeok," jawab Namra asal.

Tentu saja Suhyeok langsung protes

"Yang serius," pintanya.

Namra sampai harus menarik nafas dalam-dalam lebih dulu untuk sekedar mengungkapkan isi hatinya.

"Karena lo satu-satunya orang yang memperlakukan gue istimewa disaat yang lain menganggap gue aneh. Siapa  yang nggak luluh coba?"

Begitu Namra meralat jawabannya, baru Suhyeok tersenyum puas.

"Mau ngedate malam ini?" ajaknya.

BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang