"Untuk merayakan ujian yang udah selesai, gimana kalau kita karaoke?" ajak Woojin. Ia memberikan tawaran menggiurkan yang biasanya tidak bisa Daesu tolak.
Tapi ternyata kali ini Daesu keberatan.
"Nilainya aja belum keluar."
Baru juga hari terakhir ujian tengah semester, menurutnya masih terlalu dini untuk bersenang-senang.
Woojin sampai menganga takjub.
"Kok lo ketularan Suhyeok jadi mikirin nilai. Kalau Suhyeok jelas motivasinya Namra, nah lo apa?" tanyanya.
"Kak Hari."
Jawaban yang tidak Woojin harapkan. Ia langsung cemberut begitu nama kakaknya disebut.
"Onjo, ayo besok kita beli jepit rambut warna-warni. Gue tau lagi ada diskon," ajak Isak.
Hari minggu setelah ujian itu rasanya seperti terbebas dari belenggu. Jadi harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dan Onjo juga langsung mengangguk setuju.
"Gue mau beli gantungan kunci lucu-lucu," katanya.
Antusiasnya mereka justru mendapat cibiran Cheongsan.
"Mending lo bantuin gue goreng ayam di restoran."
"Nggak."
Begitulah hubungan yang masih tarik ulur seperti layangan. Suhyeok yang melihat hampir menertawainya kalau tidak ia tahan. Takut Cheongsan salah sangka. Apapun yang menyangkut Onjo selalu membuatnya sensitif.
Sama saja dengan Suhyeok ketika menyangkut Namra. Berkali-kali ia menanyai Namra tentang Nayeon dan jawaban Namra tetap sama. Namra bilang tidak terjadi apa-apa, mereka hanya pulang bersama. Suhyeok percaya saja, meski hari ini Nayeon tampak aneh.
Nayeon lebih banyak menyendiri dan termenung. Bahkan tadi Daesu sempat berpikir jiwa Nayeon dan Namra tertukar.
Lalu ketika akan pulang, lagi-lagi Nayeon menghampiri Namra. Sempat Suhyeok larang tapi Nayeon memaksa untuk bicara empat mata.
"Sejak kapan lo tau?" tanyanya pelan. Takut Suhyeok mendengar karena ia berdiri tak jauh untuk menunggu Namra.
"Udah lama."
Namra bahkan hampir lupa kapan tepatnya. Bukan cuma dirinya, ada beberapa penghuni apartemen yang tahu. Dan ia juga tidak berniat memberitahu Nayeon kalau bukan Nayeon yang usil duluan.
"Kenapa selama ini diem aja?"
"Terus gue harus ngomong ke semua orang?" tanya Namra balik.
Nayeon tetap diam. Alasan selama ini ia begitu membenci Gyeongsu adalah karena Gyeongsu tahu. Lalu sekarang Namra juga tahu aib keluarganya.
"Itu bukan urusan gue," tegas Namra.
Ia harap Nayeon paham pentingnya jangan suka mencampuri urusan orang lain. Karena setiap keluarga punya masalahnya masing-masing.
"Gue pulang," pamitnya. Kali ini Namra tersenyum.
Kalau Nayeon belum bisa menganggapnya sebagai teman, anggap saja sekedar tetangga yang bertegur sapa.
Rasanya lega, Namra berlari kecil ke arah Suhyeok yang menunggunya cemas.
"Hari ini nggak usah nganter pulang," pintanya.
Baru Suhyeok berniat protes, tapi Namra lebih dulu melanjutkan ucapannya.
"Besok aja jemput gue."
"Ke mana?"
Suhyeok tampak mengernyit. Apa Namra juga punya rencana seperti teman-temannya?
Tapi ternyata Namra justru menggeleng. Ia hanya ingin mencoba sesuatu yang belum pernah ia lakukan.
"Ke mana aja. Ikut Woojin karaoke boleh, ikut Onjo beli jepit rambut juga boleh, atau bantuin Cheongsan goreng ayam?"
"Oke," angguk Suhyeok.
Membayangkannya saja terasa menyenangkan.
"Coret yang ikut Onjo beli jepit rambut," pintanya.
Namra lalu tertawa.
"Tapi jemputnya di rumah, beneran di rumah, di apartemen," ucapnya berulang.
Semoga Suhyeok mengerti kalau itu berarti ia harus menjemput Namra di depan ibunya.