Bagian 13 : Katanya ...

1.8K 283 19
                                    

"Nikmati malammu dengan cerita puristis ini, Tuan, Puan! Janganlah membisu apabila dikau menemukan kesalahan di dalamnya."
-Margiyolie-

꧁꧂


"Kangmas! Listriknya jeglek lagi, kan! Udah tau pagi-pagi masak nasi, malah nyalain sanyo."

Gerutuan yang mampu membuat Rasyid heboh keluar dari kamar mandi, hanya berbalut selembar handuk. Lelaki itu hanya tertawa tanpa suara, ia lupa apabila daya listrik rumah ini cukup lemah. Bahkan seperti sekarang, ketika penanak nasi dan sanyo dihidupkan secara bersama, listrik akan padam. Rasyid terpikir untuk memanggil PLN guna menambah daya listrik. Kendati, pada sisi lain membawa dampak yang positif—mereka mampu berlaku hemat dalam penggunaan listrik.

Usainya mematikan beberapa lampu. Rasyid berjalan ke depan rumah untuk menyalakan MCB. Udara selepas Subuh membuat Rasyid menggigil kedinginan, sampai-sampai giginya bergemeletuk. Saat listrik kembali berfungsi sebagaimana mestinya, dia cepat-cepat ke dalam kamar. Mengambil kaos secara acak, lalu dirangkap dengan PDLnya. Tungkai panjang yang melangkah menuju dapur. Pemandangan Anjani bersenandung tak jelas, menghangatkan hatinya. Wanita itu mengenakan daster selutut dan menguncir rambut asal. Setelah insiden kecelakaan air panas, Anjani tak lagi mengenakan celana panjang, yang hanya akan menambah sakit karena bergesekan dengan kain.

"Ikan kembungnya udah Anjani bumbuin, Kangmas. Tinggal goreng," celetuk Anjani.

Rasyid mendengung sejenak. Bak memutuskan titik akhir dari suatu permasalahan yang pelik. Hingga ia mengambil langkah untuk membersihkan tangan terlebih dahulu. Lauk hari ini cukup banyak, nasi pun lebih dari biasanya. Pagi-pagi sebelum Subuh, Anjani heboh membangunkan Rasyid. Menekan pria itu untuk segera mandi lalu membantunya memasak. Oleh karena, pagi ini atap rumah mereka akan direnovasi. Artinya akan ada beberapa tukang datang pada jam pagi. Barang yang dipandang penting, sudah mereka geser ke tempat yang aman.

"Apa sungguhan tidak apa, Kangmas tinggal sampai sore?" Suara nyaring dari minyak yang merendam ikan, menumbuhkan rasa takut pada Rasyid. Lelaki itu menjauhkan diri dan kembali memasukkan ikan ke dalam penggorengan dengan lagak menggelikan. Anjani melirik dengan tawa tertahan.

"Biasanya juga kerja sampai sore—aduh, ikannya jangan dilempar juga, Kangmas! Minyaknya tambah muncrat nanti! Dari jarak deket kalau masukkin." Anjani mengambil satu ikan dan memasukkannya ke wajan dengan tenang. Seolah memberikan contoh pada Rasyid, bahwa beginilah cara yang tepat dalam dunia menggoreng. "Masukkin dari arah pinggir, jangan tengah. Santai aja. Ndak akan nyiprat banyak kalau dari pinggir. Kalau kayak cara Kangmas tadi, minyaknya bisa-bisa tumpah."

"Iya, tapi tetap kena tangan minyaknya. Ya, sakit, Nimas," ucap Rasyid mencari pembelaan.

"Halah, dulu dipukul selang aja ndak takut. Kena minyak seuprit, kok, takut." Anjani mencibir. Menutup wajan dan mengambil tugas lain yang belum terselesaikan. Rasyid menggaruk tengkuknya bingung. Dalam hatinya membenarkan ucapan Anjani.

"Kangmas, nanti yang bagian belakang dibersihkan juga, 'kan? Rumput liarnya panjang-panjang. Takutnya kalau ndak segera dibersihkan, nanti ada ular."

"Iya. Nanti Kangmas bilang untuk membersihkan belakang rumah. Nimas tidak usah membantu, hanya mengawasi saja. Paham?" Anjani mengangguk. Tubuhnya mendapat serangan pelukan hangat secara tiba-tiba. Raut datar, kini sedikit terhias rona samar.

"Kamu tahu? Saya mencintaimu."

"Apa buktinya?" tanya Anjani dengan nada menantang.

Jatukrama Kinasih [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang