Alvano'
Sore yang damai. Semilir angin nemenin gue duduk di bawah pohon rindang ditepi danau. Sejuknya..
"Hei!" seseorang menepuk pundak gue membuat gue noleh ke dia. Dia duduk disebelah gue tanpa permisi.
"Sendirian aja. Ntar kesambet loh," katanya sambil tersenyum.
"Gue cowo Del," jawabku sedikit kesal. Emang cowo bisa kesambet?
"Ih sensian nih Alvano. Lagi apa sih sore-sore disini?" tanyanya lagi.
"Nikmatin sore, dan ini." Gue angkat kamera ke depan wajah dan mulai membidiknya. Adel ketawa lalu menutup lensa kamera gue dengan tangannya.
"Jangan difoto. Gue jelek ini," katanya dengan suara yang berubah. Sedih mungkin?
"Siapa bilang lo jelek?" Pertanyaan itu melontar begitu aja dari mulut gue. Dia diam. Di tekuknya kakinya dan memeluk lututnya. Dagunya disandarkan kelutut. Matanya lurus kedepan memandang air danau yang berwarna hijau.
"Aku jelek ya?" tanyanya lagi. Ketika gue mau menjawab buat menghiburnya, dia berkata lagi, "jangan coba hibur aku karena itu ga bakal berhasil."
Adel mendesah. Gue ga tau lagi harus kaya gimana sekarang. Menghiburnya ga boleh, tapi dia masih sedih kaya gini. Jadi gue harus ngapain??
"Aduh aku cengeng banget deh," katanya tiba-tiba ketika kami sedang terlarut dalam lamunan kami masing-masing. Gue menoleh dan ternyata Adel sedang mengusap matanya sambil melepas kacamatanya. Lah lah, dia nangis.
"Jangan hibur aku please," katanya lagi. Aduh, gue jadi cowo harus ngapain? Gue engga pernah ngadepin cewek kaya gini!
Adel membenamkan mukanya kelutut lebih dalan. Gue cuma bisa ngangkat sebelah tangan mengelus kepalanya pelan. Berharap Adel lebih tenangan.
***
Alex'
Cewek itu sedang berkutat dengan laptopnya. Kacamatanya bertengger dihidung mancungnya. Rambutnya diikat asal-asalan hingga beberapa helai jatuh keleher jenjangnya. Hem, kayaknya bagian itu bakal enak buat dicium.
"Alex, apaan sih dari tadi liatin mulu!" katanya sambil melemparkan satu buah bantal sofa ke gue. Untung gue ngelak sehingga bantal itu jatuh ke lantai.
"Abis, lo cantik kalo lagi serius," jawab gue jujur. Dia mendengus kesal lalu membuang muka. Memilih membelakangi gue.
Gue pindah kesebelahnya pelan-pelan supaya dia balik badan lagi, dia kaget liat gue disini.
"Jangan deket-deket Lex!" katanya memperingati. Gue pelan-pelan menggeser duduk semakin dekat ke arahnya.
"Alex, jangan deket-deket!" katanya lagi. Ih, kepedean banget. Ngarep banget pasti gue deketin. Tapi, gue tetep geser dan..
"Gue liat lo di bayangan laptop bego! Jauh sana!" Dia nendang gue jauh- jauh dari sofanya duduk. Dan tendangan ketiga, dia berhasil membuat gue jatuh dan mengaduh.
"Rebecca!"
***
Bianca'
Wajah, fix. Rambut, fix. Baju, fix. Oke gue siap keluar kamar sekarang.
Saat gue keluar, ternyata ruang tamu kosong. Loh pada kemana?
Gue terus ke lantai dua, dan benar saja disana yang lain pada ketawa ngakak sambil nunjuk-nunjuk Alex dan Alvano menepuk-nepuk pundaknya. Ada apa nih?
"Kenapa nih?" tanyaku. Semuanya menoleh dan serentak terdiam. Memerhatikanku dengan tampang tercengang.
"Bi, Bi, lo sadar lo dimana sekarang?" tanya Rebecca sambil berdiri, nyeret gue duduk disebelahnya. Beberapa senti dari tempat duduk Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIX!
Teen FictionSaling tidak mengenal, saling tidak peduli, dan saling tidak acuh. Lalu apa yang terjadi jika mereka diharuskan berkumpul dalam satu tempat yang benar-benar hanya ada mereka saja? Apakah akan terbentuk satu hubungan baru? Pertemanankah? Persahabatan...