Chapter 13

243 16 0
                                    

Day 10!

Rebecca'

Mall! Udara segar yang dari beberapa hari lalu pengen gue hirup disaat pengumuman liburan tiba. Tempat yang gue impikan untuk gue injak dua kali dua puluh empat jam dari sehari liburan gue. Tempat dimana gue hidup. Dan disinilah gue sekarang!
No, no! Jangan kira gue disini karena keinginan gue yang sudah terlalu lama tidak menginjakan kaki ke mall yang selalu menjadi sahabat saat liburan gue, ini semua melainkan keinginan Bianca. Dan hell ya, Brian benar-benar membuatnya takluk dalam dua hari.

Jujur saja, gue sempat terkaget-kaget sejak tadi malam. Bianca yang keluar kamar dengan riasan yang berbeda, sempat blush saat Brian menggodanya, tadi tiba-tiba merayu gue buat temenin dia dan ternyata maksudnya nemenin ke mall! Itu suatu kenyataan yang membuat gue shock berat! Jangan tanya gue lagi, kalo seharian Adel malah tambah pendiam. Gue jadi merasa jiwa mereka tertukar saat sekamar.

"Ini pesanan anda, Moccachino latte double ice cream, pancake strawberry creamy, ice green tea, dan expresso panas dihari yang panas," ucap pelayan cowo itu dengan sedikit mengernyit menyebutkan minuman terakhir. Itu pesanan Adel, gue juga sempat heran kenapa dia mesan expresso panas saat hari sepanas ini.

Gue mengangguk dan menarik pancake dan green tea kedekat gue. Adel dan Bianca juga mengucapkan terima kasih dengan serempak. Mereka kompak ya. Sekamar dan sehati.

"Habis ini gue pengen beli kutek ya Bec?" Bianca mengucapkannya seperti bertanya daripada menyatakan. Gue menoleh ke barang belanjaannya yang sudah menumpuk di kedua kakinya.

"Bi, tadi kita udah masuk toko accessoris dan lo ga ambil kuteks." Gue putar bola mata kesal.

"Gue lupa. Gue cuma inget kalung, gelang dan jam perak saat itu."

"Kalo gitu, lo harus catet dulu apa aja yang mau lo beli kapan-kapan!" tegasku disambut anggukan patuh darinya. Gue udah berasa tutornya sekarang. Sedari tadi, apapun yang mau dibelinya ditanyain dulu ke gue. Kalo gue udah bilang cantik, keren, lucu dan sebangsanya baru deh dia beli.

"Bi, gue jadi kepikiran nih, kalo nanti kita masuk sekolah, lo bakal bertahan dengan ini?" tanya gue menunjuk dirinya yang sekarang. Bianca mengangkat bahu. "Kalo ini bisa membuat gue lebih baik kenapa engga?"

Gue mendengus setengah tersenyum padanya. Demi cowok, semua bisa terjadi. Lo yang awalnya bisa aja isolasi sosial bisa jadi waham diri karenanya. Cinta itu buta, yang pepatah itu benar-benar harus gue acungi jempol.

"Gue ke toilet bentar ya." Bianca bangkit lalu meninggalkan kami berdua dalam keheningan. Jujur saja, gue engga suka Adel yang pendiam kaya gini. Suer deh.

"Del, lo oke?" tanya gue meliriknya sekilas yang duduk disebelah kiri gue. Adel mengangkat wajahnya dan memaksakan senyumnya. "I'm fine like you see."

"Nah masalahnya gue engga liat lo lagi baik-baik aja sekarang. Kenapa lo ngga ikutan berubah kaya Bianca sih Del?"

"Buat apa? Gue suka dia bukan berarti gue harus merubah diri gue secara total dan nggak nyaman dengan diri gue sendiri. Gue cuma mau dia suka gue apa adanya. Bukan karena cantiknya gue, tapi karena dia nyaman sama gue."

Perkataan Adel benar banget dan lagsung menohok gue. Seberapa banyak cowok yang jatuh berlutut dikaki gue karena kecantikan gue? Berapa banyak cowok yang mau menyerahkan segala hartanya buat tubuh gue? Berapa banyak cowo yang menempel ke gue hanya untuk mendapatkan ketenaran? Banyak. Dan tidak ada satupun yang benar-benar sayang gue.

Kalo kata cowok dia suka sama lo karena cantik dan body sexi, buang aja dia kelaut. Karena lo ga bakal selamanya cantik dan bertubuh baguskan? Suatu saat lo akan mengalami penimbunan lemak dan kekriputan dimana-mana. Jadi, carilah yang benar-benar cinta lo apa adanya. Yang tidak memandang fisik, tapi hati lo.

SIX!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang