Chapter 1

864 31 0
                                    

Alex-

Gue berjalan santai menuju ruang kepala sekolah diujung lorong ini. Wajah acuh tak acuh dengan beberapa sorot mata ke arah gue. Yang gue tau mereka adalah penggemar gue. Siapa yang ngga bakal suka gue? Tampan, kaya, fisik bagus, dan seorang seniman? Oke, gue emang udah engga jadi ketua seni lagi, tapi tetap saja jiwa seni gue engga bakal hilang dari gue.

Musik menghentak kencang dari handsfree gue yang gue pasang di telinga. Mungkin terdengar oleh beberapa orang yang gue lewatin, tapi apa peduli gue? Kayaknya engga ada juga yang berani sama gue. Oh iya, gue salah satu troublemakernya di sekolah ini. Yang berani buat masalah, siap-siap gue hancur-leburin.

Gue sampai didepan pintu sang kepala sekolah, jelas tertempel di pintu itu namanya, Monalisa Suryatama, kepala sekolah gue yang terkenal tegas dan kaya. Modelnya kaya ibu-ibu pejabat.

Gue dorong pintu kaca itu, ternyata si kepala sekolah udah duduk di kursi kebesarannya. Dan ada lima orang siswa duduk di depannya.

Gue cepat-cepat melepas handsfree dan menggantungnya begitu aja di saku kemeja gue.

"Oh maaf, kayaknya saya telat ya?" tanya gue basa-basi banget. Bu Mona melotot, sukses kesal gara-gara gue.

"Oh iya, kamu telat. Duduk!"

Gue segera duduk diantara lima orang itu. Oke, beberapa gue kenal sih, tapi beberapa lagi engga sama sekali.

"Baiklah, terima kasih sudah berkumpul disini hari ini," kata Bu Mona mulai pembukaan. Oh jadi belum mulai? Nungguin gue? Atau emang baru ngumpul?

"Ibu langsung saja ke intinya. Begini, sekolah kita sedang krisis ekonomi untuk ekstrakulikuler. Seluruh pembina ekskul dan saya sudah rapat dan kami berusaha untuk tetap mempertahankan seluruh ekskul yang ada. Tapi, kami rasa sangat susah. Jadi kami memutuskan untuk memilih salah satu untuk ditiadakan di sekolah ini."

Seluruh siswa yang berasa diruangan ini spontan terkejut. Apa gue engga salah dengar? Mau ditiadakan?

Seorang siswa yang memakai kaca mata dan mengacungkan tangan. "Maaf bu, saya rasa tidak semudah itu ekskul ditiadakan. Kami sudah berusaha keras untuk mencari prestasi demi sekolah ini bu. Jadi itu tidak adil sama sekali!"

Bu Mona tersenyum, "benar sekali, kaliam sudah berusaha sedemikian rupa untuk menjadikan masing-masing bidang memiliki prestasi tersendiri. Tapi maaf, keputusan sudah bulat!"

Gue mau menyanggah ketika seorang cewek yang cantik dan berdandan mengangkat tangannya ingin bertanya, "bu, maaf. Apa tidak ada cara lain untuk mempertahankan ekskul kami?"

Bu Mona mengangguk lalu berdiri. Tubuhnya ditopang dengan kedua tangannya diatas meja.

"Kami punya solusi. Karena itu saya mengumpulkan kalian yang sudah berpengalaman menjadi ketua bidang masing-masing."

Gue memperhatikan lima orang itu, jadi mereka ketua ekskul kaya gue juga? Kalau cowok yang pakai jaket biru berbis putih itu gue tau betul, dia adalah ketua basket, tepatnya ketua ekskul olahraga, Brian.

"Jadi begini," bu Mona berdehem sebentar. "Saya ingin kalian membuat essay. Essay tentang ekskul kalian masing-masing. Kalian boleh memuja-muja ekskul kalian masing-masing. Tapi, kalian juga harus membuat satu essay tentang lima ekskul lagi. Dimana kalian harus memilih salah satu ekskul yang dicoret dari sekolah ini."

Apa? Gue melongo. Tunggu! Mereka berlima juga tampak terkejut.

"Wo.. Bagaimana kami bisa mengerjakan itu bu? Toh kami juga tidak mengerti tentang ekskul bidang-bidang lain. Lagian itu namanya saling membunuh!" kata gue tanpa bisa gue redam lagi.

"Oh ya, kau benar Alex. Tapi kalian pasti akan mengerti bidang mana yang lebih baik untuk dicoret. Dan itu harus jadi pemikiran matang bagi kalian. Oh, ya. Agar kalian semua mengerti dengan bidang masing-masing, kalian akan melakukan penelitian bersama. Berenam. Meneliti bidang masing-masing. Kalian akan ibu beri satu tempat, villa saya, disekitaran Bandung. Selama dua minggu. Saat libur sekolah."

What? For the godshake! Gue harus menghabiskan waktu gue bersama mereka yang jelas-jelas gue engga kenal? Oke, mungkin mereka kenal gue, tapi gue engga kenal mereka.

"Maaf bu, tapi itu akan sangat menyita waktu saya bu. Kami kan hanya di berikan waktu libur selama tiga minggu bu." Ini yang ngomong si cewek centil itu lagi, gue kira-kirain dia pasti anak cheers.

"Becca, kalau kamu tidak bersedia mengikuti ini bagus. Jadi kamu merelakan ekskulmu demi liburan dua minggu." Jawaban bu Mona membuat gadis itu mendelik kesal dan mendengus pelan.

"Saya dan guru lain sudah sepakat seperti itu. Jadi bagi yang undur diri dari penelitian ini akan dinyatakan merelakan ekskulnya dihapus dari sekolah. Ingat, kalian sudah kelas tiga, senior di sekolah ini. Dan kalian tidak mau kan, adik kelas kalian kehilangan ekskul yang kaliam banggakan? Jadi camkan itu."

Brian mengangkat tangannya dengan santai. Bu Mona menoleh dan dan mempersilahkan dia berranya dengan satu kode. "Kapan kami berangkat ke villa ibu?"

"Lusa, setelah kalian menerima rafor semester 4 ini. Oh, jangan lupa belajar untuk kelas tiga kalian disana."

Bu Mona mengakhiri pembicaraannya. Dia langsung mengotak-atik handphonenya dan mulai menghubungi entah siapa itu. Perlahan satu persatu siswa bangkit dan meminta izin keluar. Bu Mona hanya mengangguk tapi masih berkonsentrasi dengan telefonnya.

Gue keluar dengan jengkel. Ini baru namanya kiamat buat liburan gue!

SIX!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang