Gimana kalo Lily Collins jadi Rebecca? Cocok?
Day 13
Rebecca'
Ini hari sabtu dan tandanya besok kami harus hengkang dari vila ini. Gue sih ga masalah, udah kangen banget sama teman-teman lain dirumah. Cuma kalo diingat-ingat sih hubungan kami membaik akhir-akhir ini.
Adel, yang kayanya udah ga patah hati lagi. Soalnya kemaren malam gue ga liat dia perhatiin Brian diam-diam lagi. Brian sama Bianca kayanya malah tambah klop, buktinya kemaren mereka ngedate dan Bianca tampil cantik. Itu sih berkat gue ya, yang udah berhasil ubah Bianca jadi cantik banget. Kalo Alvian dan Alex? Uh, mereka dari dulu sampe sekarang sama aja sih, ga ada berubahnya.
Ini pagi terakhir gue jogging keliling desa. Terakhir kali nyapa ibu-ibu yang harus cepat-cepat ke pasar. Terakhir kali nyapa bapak-bapak yang ngejar angkot buat ke kantor. Terakhir kali nyapa adek-adek sekolahan yang bakal balik sekolah hari Senin besok. Ah, pasti ngangenin banget.
"Kenapa lo senyum-senyum mulu sih?" Alex menyikut gue. Buat Alex, dia ga pernah absen temenin gue jogging. Mungkin hampir tiap hari dia jadi jogging gara-gara nemenin gue.
Gue berhenti berlari. Memilih jalan santai untuk berbicara.
"Lo bakal kangen ga sih sama ini semua Lex?"
"Apaan?" tanya Alex bingung.
"Semuanya. Desa, ibu-ibunya yang ramah, bapak-bapaknya yang baik, anak-anaknya yang asik banget!"
"Bapak-bapaknya yang gatel sih iya, Bec."
Aku memutar bola mata. "Lo ga pernah liat orang dari baiknya apa Lex?"
Alex bergumam tak jelas. Lalu gue lanjutin, "gue bakal kangen banget tau. Di kota, orang-orang pada peduli hidup sendiri-sendiri."
"Lo kan orang kota," celetuk Alex.
"Iya emang. Makanya gue rada sombong ya?" Gue meringis. Rasanya pada awal pertemuan, mereka semua mikirin kalo gue itu sombong.
"Banget. Udah sombong, centil lagi."
Aku menyipitkan mata menatap Alex yang ngomong ga peduli. "Heh, lo ga bisa diajak ngomong serius bentar?" Gue pukul belakang kepalanya pelan. "Ngeselin terus!"
Gue tinggal dia lari lagi. Udah ah, mending gue lari sendiri aja kalo dia ga mau ikut.
***
"Semua pada kemana, Del?" tanya gue ke Adel waktu baru sampe dirumah. Adel sedang sendirian di ruang keluarga. Kebetulan gue liat waktu balik dari jogging dan naik kelantai dua bareng Alex.
"Pada di taman belakang. Katanya mau berenang gitu."
"Serius?" Gue membulatkan mata. Berenang? Uh, kenapa ga kepikiran dari dulu buat berenang di danau belakang villa ini?
"Iya. Katanya gitu," jawab Adel cuek. Dia kayanya ga terlalu tertarik.
Gue liat Alex yang tadi jalan bareng ke atas malah balik duluan kebawah. "Kemana lo?"
"Ikutan mereka berenang," teriaknya menjawab pertanyaan gue.
Gue baru aja mau turun balik waktu ingat Adel yang cuma nonton ga jelas. "Ngapain lo disini?"
"Nontonlah."
Gue mutar bola mata. "Maksud gue, kenapa ga ikutan? Yuk!"
"Engga ah." Adel menggeleng cepat.
"Kenapa lo? Ga bisa berenang ya?" Gue menyelidiki. Dan bener aja, Adel menampakan wajah malunya.
"Ah, ya udah. Yang penting mah nyemplung. Mau kaya gimana nanti lu aman deh."
"Tapi, Bec.."
"Ga ada tapi-tapian! Kuylah. Gue udah ga sabar!" Gue menarik Adel berdiri. Tanpa repot-repot matiin televisi, gue seret dia ke taman belakang.
Dari kejauhan gue bisa demger suara ribut anak-anak itu yang heboh berenang. Gue bisa denger tawa Bianca yang langka itu. Dan semakin dekat, gue liat cowo-cowo kayanya lagi tanding berenang dan Bianca jadi wasitnya.
"Woho, kenapa kalian pada berenang?" tanya gue ke Bianca yang menyadari kedatangan kami.
"Gue sama Brian liat Alvano yang duduk-duduk disini, trus kepikiran aja buat berenang. Ini last day dan kita ga manfaatin semaksimal mungkin. Kan sayang," ujarnya. Gue manggut-manggut paham.
"Adel ga pandai berenang katanya," bisik gue ke Bianca.
"Sama, gue juga." Dia terkikik. "Tapi Brian nolong banget. Dia nolongin gue dari tadi."
Ups. Gue melirik Adel yang tampak santai dengan ucapan Bianca. Heran, kok tiba-tiba Adel jadi ga sedih lagi kalo liat kedekatan Bianca sama Brian?
"Nyemplung aja dulu, Del. Ntaran ngapung aja. Enak kok," ucap Bianca lagi.
"Bener tuh. Kalo ga bisa berenang, gaya batu juga oke." Gue tertawa.
"Gue takut tenggelam. Seriusan." Adel memeluk dirinya sendiri.
"Apa yang lo takutin sih? Dengan tiga cowok ahli berenang kaya mereka tuh. Masih juga takut. Yuklah!" Gue tarik Adel lebih mendekat danau. Adel masih aja ngasih perlawanan ke kami.
"Kenapa?" teriak Brian dari tengah danau sambil ngapung-ngapungin badannya.
"Adel takut berenang Bri!" teriak gue menjawab pertanyaan Brian.
"Udah, sini! Gue pegangin!" teriak Brian.
"Noh, Del. Dipegangin Brian," bisik gue ke Adel. Adel malah menggeleng menolak.
"Biarin gue pelan-pelan masuk danau aja ya," ucap Adel.
"Del, gue pegangin," ucap Alvano yang berenang lebih dekat dengan kami. Adel mengangguk lalu perlahan masuk kedalam danau dengan kaos dan celana pendeknya.
Wow, kayanya ada yang aneh antara Alvano sama Adel. Dan kayanya Bianca dan gue punya pikiran sama.
"Mereka ada apa ya?" tanya Bianca ke gue.
"Gatau. Kayanya ada sesuatu juga."
"Hm, setuju. Kita harus selidikin," ucap Bianca masih berbisik.
"Ga usah. Biarin aja. Kalo ada kabar baik buat kita, baru kita rayain," ucap gue sambil berdiri. Gue lepasin sepatu kets dan jaket gue. Ninggalin celana panjang jogging gue dan tanktop yang mencetak tubuh gue. Gue ga mungkin copotin semua pakaian gue didepan mereka.
Gue lalu meloncat ke danau. Segar. Gue berenang ketengah mendekati Brian dan Alex. Muncul kepermukaan saat sampai didepan mereka.
"Seksi banget, Bec," gumam Brian tampak jujur.
Gue menaikan alis. "Kaya lo ga pernah liat cewe berenang aja, Bri."
Brian mengangkat bahunya. Dia kembali menyelam dan berenang menjauhi kami.
"Apa?" tanya gue saat melihat Alex yang menatap gue dengan pandangan yang gue ga bisa artikan sendiri.
"Boleh gue jujur?" tanyanya mendekat. Gue mengangguk.
"Gue pengen cium lo sekarang," ucapnya dengan nada tertahan.
Gue menahan nafas saat tangannya yang didalam danau menyentuh pinggang gue yang masih tertutup tanktop.
"Lo gila? Mereka semua bisa liat kita."
Shit! Kenapa gue malah bisik-bisik?
Alex menarik nafasnya. "You're so damn, Bec," ucapnya sambil menjauhi gue. Dia memutus kontak matanya. Dia kembali menyelam dan berenang.
Shit! Shit!
Gue rasain lagi jantung gue berdetak cepat. God! Kenapa gue selalu kaya gini kalo digoda Alex?
***
"Guys, kenapa kita ga pergi jalan bareng?" tanya Brian ditengah keheningan kami yang sedang berkumpul diruang keluarga, melakukan kegiatan masing-masing.
"Interesting. Kemana?" tanya Alvano yang berhenti mengotak-atik laptopnya. Cowo satu itu ga pernah lepas dari laptopnya ya? Liatin gambar mulu.
Brian tampak berfikir. "Kita deket dari Bandung. Kenapa kita ga hang out kesana? Nonton, jalan-jalan atau doing something have fun?"
"Nonton aja. Udah dua minggu gue ga ke bioskop," saranku cepat. Semuanya menoleh ke arahku dengan wajah -yang benar aja?.
"Dari nonton kita bisa kemana aja terserah kalian. Yuk?" Gue mencoba tampang memelas.
"Oke. Dari nonton kita ke trans studio boleh?" Kali ini suara Adel.
"Setuju, Del!" Bianca bertos ria.
"Gimana kalo kita jalan dulu baru mikirin kemana pergi?" saran Alvano.
"Hm, bener. Daripada bahas sekarang. Ga bakal jalan-jalan kita." Brian terkekeh diakhir kalimatnya. Tanpa aba-aba lagi, semuanya bangkit dari duduk dan menuju kamar masing-masing.
Setengah jam kemudian semuanya sudah duduk diatas mobil Brian. Kebiasaan, kalo udah mau jalan bareng bakal mobil Brian yang dipake. Soalnya, mobil Brian itu bisa memuat kami berenam.
Brian yang mengemudi, Bianca disebelahnya. Gue ditengah bersama Adel, dan Alex serta Alvano yang duduk dibelakang kami.
Pertama kami benar-benar ke bioskop. Beruntungnya gue karna bioskop dekat dengan arah desa kami. Gue juga yang milih film apa yang ditonton dan tebak film apa yang gue pilih? Me before you. Tentu, film bergenre romantis. Gue bisa tebak, Briana dan Bianca bakal ciuman kali ini.
Tapi sialnya, semua tidak sesuai dengan harapan gue. Kenyataannya, Brian duduk paling ujung, lalu disusul Alvano, Alex, Gue, Adel, dan Bianca. Gue gagal total membuat pasangan itu bermesraan.
"Kemana lo?" tanya Alex pada Brian yang berdiri.
"Toilet bentar, sebelum filmnya dimulai."
Lampu diotak gue langsung menyala. Nah, gue bisa jalanin rencana.
Setelah Brian benar-benar pergi dari bangkunya, gue minta Adel buat pindah ke bangku Brian tadi.
"Loh, kenapa?" bisiknya.
"Engga ada sih. Pindah aja," bisik gue balik.
"Kenapa sih? Jawab dulu kenapa."
"Hm, lo ga bakal marah?"
"Bentar, kamu mau bikin Brian sama Bianca mesra-mesra makanya pilih film romantis ya?"
Yap, ketebak. Gue hanya nyengir ga jelas.
"Oke, ga masalah." Adel berdiri dan melewati gue serta Alex untuk pindah kesebelah Alvano. Wow, ajaib lagi, Adel ga marah?
Saat Brian datang, dia malah bengong. Kenapa dia duduk di antara gue sama Bianca. Dengan ga sabar gue suruh dia duduk karena film udah mau mulai.
Selama jalan cerita, gue curi-curi liat ke Bianca dan Brian. Mengesalkan memang pemeran utamanya belum juga beromantis ria sampai tengah film, jadi Brian dan Bianca tidak melakukan apa-apa. Tapi ketika cerita sudah mulai klimaks dan didalam film mereka berdansa dengan kursi roda si cowok, samar-sama gue liat Brian menggenggam tangan Bianca. Yes, berhasil!
"Bosan," bisik Alex disebelah kanan gue.
"Uh, diem," balas gue.
Gue lirik dia yang sekarang malah memejamkan mata. Tidur mungkin, biarin aja.
Lalu film terus berlanjut, sampai ke adegan di kamar -oh, mereka hanya berciuman di dalam film itu- dan gue menoleh ke Bianca dan Brian diam-diam. Kali ini Bianca udah nyandar di pundak Brian. Ah, sweet sekali.
"Lo sengaja milih film ini buat Brian sama Bianca ya?"
Gue terkesiap mendengar pertanyaan itu dari Alex. Gue menoleh dan semakin terkejut saat dia memangku dagunya dengan tangan di atas tangan kursi gue dan dengan wajah yang dekat. Refleks gue tarik muka menjauh.
"Diem deh. Mereka udah mulai mesra-mesra tuh."
"Iseng banget sih lo."
"Gue malah berharap mereka lebih dari itu."
Gue menyandarkan kepala kembali. Alex masih dalam posisi sama dan gue berusaha ga peduli.
"Lo selalu wangi ya," ucapnya sambil mengendus rambut gue.
"Alex!" peringat gue dengan suara kecil.
"Hm, apa?" tanyanya. Kali ini sambil menyibak rambut gue kebelakang. Memperlihatkan sebagian leher gue yang tidak tertutup kerah.
"Shit! Dont do something.. Hmm."
Tidak. Gue ga boleh melenguh sekarang. Alex dengan santainya menjalankan jarinya dileher gue dengan lembut. Gue cuma bisa menutup mata menikmati sentuhannya itu.
"Suka?" bisiknya dengan suara yang berbeda.
"Stop it now!" bisik gue padanya. Sialannya, dia ga mau berhenti sama sekali.
Sekarang gue ngerasain nafasnya di leher gue. Dingin dan merinding.
Spontan gue majuin badan dan Alex gagal ngelakuin apa yang dia mau lakuin tadi. Tapi kayaknya yang gue lakuin terlalu tiba-tiba hingga membuat Brian dan Bianca juga spontan melepaskan tangan mereka.
"Kenapa Bec?" tanya Brian bingung.
"Punggung gue sakit," jawab gue sekenanya.
***
Setelah dari bioskop kami benar-benar ke trans studio. Gue yang udah pernah kesini bosan juga, jadi ga tertarik-tertarik banget.
"Lo sengaja ya tadi Bec?" tanya Bianca yang berjalan paling belakang sama gue.
"Sengaja apa Bi?"
"Itu, nyuruh Adel pindah dan Brian duduk disebelah gue," bisik Bianca. Keliatannya dia ga mau orang lain denger.
Gue meringis. "Iya, demi elo."
Bianca tersenyum. "Dan lo berhasil. Sepanjang film, Brian genggam tangan gue terus! Ya ampun, gue degdegan sepanjang film Bec!" ucapnya antusias, tapi masih dengan suara bisik-bisik.
"Yap! Lo hutang sama gue!" Gue naikin alis beberapa kali.
"Yah, ga ikhlas bantuin gue lo?"
"Bercanda." Gue apit tangan Bianca. "Lagian gue seneng kalo temen gue seneng."
"Woi, cepetan elah." Alex meneriaki kami. Uh, dasar.
***
Setelah seharian benar-benar memutari trans studio, sialnya mereka punya tenaga esktra semua, kami akhirnya makan disalah satu restoran terdekat. Perut gue udah main gendang sejak beberapa jam tadi. Kayanya yang lain juga udah kelaparan.
"Dan gue mana tau Brian secupu itu," ucap Alex sambil tertawa disusul yang lain.
"Gue ga cupu, tapi malas naiknya."
"Halah! Gaya lo aja sok-sokan keren. Udah, Bi, jangan mau jadi pacar Brian."
"Lah kok gue?"
"Nah, yang ini sok-sokan ga mau ngaku lagi pedekate lagi," ucap Alex lagi.
"Apaan sih lo Lex. Ga jelas," ucap Bianca kesal.
"Bukannya lo yang sama Rebecca Lex?" tembak Brian nyebut-nyebut nama gue.
"Ngapain gue sama Alex? Oi, kami ga ada apa-apa," sanggah gue cepat.
"Hm, ga ada apa-apa tapi mesra banget," celetuk Brian lagi.
"Mesra dari hongkong, yang ada berantem mulu," jawab gue jujur.
"Coba gue ingetin deh. Ciuman di kamar mandi, ciuman di perkarangan, dan tadi hampir ciuman di danau."
Holy shit!
"Ciuman di kamar mandi?" Adel membulatkan matanya. Oke, gue merasa jadi tertuduh sekarang.
"Anjing! Lo cerita apa ke mereka?" tanya gue marah ke Alex. Alex malah tertawa dengan santai. Gue jadi heran, ini orang emang sakit jiwa ya jadi ngeselin mulu.
"Denger gue klarifikasi," kata Alex. Dia menarik tubuhnya lebih dekat ke meja. Dan yang lain mengikutinya, merapatkan dada mereka ke meja. "Pertama dikamar mandi itu ga sengaja. Itu murni iseng gue cuma buat Rebecca tutup mulut. Kedua, di perkarangan itu karena Rebecca kalah taruhan. Ciuman itu sebagai bukti dia mengakui kekalahannya dan ketiga, kami ga ciuman di danau tadi dan ga ada apa-apa."
"Hell! Lo anggap ciuman itu iseng dan jadi bahan taruhan?" tanya Bianca ga percaya. Dia memicingkan mata sambil geleng-geleng kepala.
Pertanyaan yang tepat. Bianca mewakili semua pikiran gue sekarang. Dan gue harap, Alex menjawab dengan benar.
"Gue rasa, menurut kami itu ciuman yang ga penting. Itu hal biasa, ya Bec?"
Damn!
Hati gue mencelos. Bukan itu yang mau gue denger. Sumpah! Gue pengen cakar mukanya sekarang.
"Benar," jawab gue tanpa gue sadari. Tapi, yang gue sadar gue menatap Alex dengan tajam. "Ciuman itu biasa aja menurut gue."
"Luar biasa ya. Menurutku, ciuman itu kalo kamu udah yakin he's the one . Dan ga sembarang orang yang bisa dapatin ciuman kita." Adel mulai berbicara.
"Jadi, lo belum pernah ciuman?" tanya Brian memastikan. Dengan tegas Adel menggeleng. "Wow, masih ada ya cewe kaya gitu."
"Kalo menurut gue, ciuman itu kalo udah dasar cinta, ga masalah." Pendapat lain dari Bianca.
Gue menghela nafas. Sudah, mereka menggambarkan hal yang selama ini gue dambakan. Dan bajingan didepan gue ini yang membuat mereka memikirkan kalo gue bisa ciuman asal-asalan dengan siapa aja. Shit!
Gue mengangkat muka dan mendapatinya yang tengah menatap gue. Dengan cepat gue tolehkan kearah lain. Barusan, rasanya gue patah hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SIX!
Teen FictionSaling tidak mengenal, saling tidak peduli, dan saling tidak acuh. Lalu apa yang terjadi jika mereka diharuskan berkumpul dalam satu tempat yang benar-benar hanya ada mereka saja? Apakah akan terbentuk satu hubungan baru? Pertemanankah? Persahabatan...